Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Quran dan Luasnya Rizki

1 Pendapat 02.0 / 5

Interaksi sesama anggota keluarga dan berbagai pertemuan antara manusia senantiasa diwarnai dengan bermacam-macam pertanyaan terkait kehidupan dan problematikanya. Sebagian pertanyaan terkait pilar urgen kehidupan yakni pendapatan atau ekonomi keluarga. Dampak dari jawaban yang tepat atas pertanyaan ini sangat besar dan bahkan dapat mengubah pola pandang seseorang terkait penciptaan dan sang Pencipta.

 

Sebagian orang mengatakan, kami tidak mengetahui rahasia apa sebenarnya terkait sebagian orang yang sedikit usahanya, namun hidup penuh kesejahteraan. Dengan kata lain, setiap tangan mereka menyentuh abu pasti berubah menjadi emas. Namun sebagian lain seberapa besar usahanya, tapi mereka tidak pernah mendapatkan penghasilan besar. Dengan kata lain, setiap tangan mereka menyentuh emas pasti berubah menjadi abu. Dalam hal ini tak diragukan lagi terdapat berbagai faktor soal bertambah atau berkurangnya rezeki seseorang. Pada kesempatan kali ini, kami akan berupaya mengkaji faktor bertambahnya rezeki dalam perspektif al-Quran.

 

Realitanya adalah Allah Swt telah membagi rezeki seluruh makhluk-Nya baik itu manusia atau makhluk lainnya. Tidak ada makhluk melata di muka bumi ini yang tidak ditentukan rezekinya. Dalam hal ini ayat 6 Surat Hud dengan jelas menyebutkan, "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)."

 

Namun mengingat keragaman potensi, kelayakan, usaha dan kecerdikan setiap manusia serta tidak adanya keadilan sosial di tengah sebuah masyarakat maka rezeki mereka pun beragam. Dengan demikian manusia juga berpotensi dalam menentukan besar kecilnya rezeki dan pendapatan yang mereka peroleh.

 

Rezeki adalah pemberian berkesinambungan dan abadi yang dianugerahkan Allah Swt kepada hamba-Nya. Terkadang rezeki tersebut berupa materi seperti makanan dan rumah. Terkadang rezeki yang diperoleh manusia dalam bentuk bukan materi, namun rezeki maknawi seperti akal, pemahaman, ilmu dan iman. Ketika kita berdoa kepada Allah Swt dan meminta rezeki maknawi seperti kesempatan menunaikan ibadah haji dan kita berdoa, "Ya Allah! Berilah aku rezeki berupa berziarah ke Mekah", terkadang kita menyaksikan rezeki kita tersebut tidak seperti yang kita minta, tapi dalam bentuk lain seperti ketaatan dan terhindar dari maksiat.

 

Ketika kita merujuk pada al-Quran, kita menemukan kitab suci ini menjelaskan beragam faktor yang mempengaruhi kelapangan rezeki seseorang. Di antara faktor tersebut adalah rasa syukurnya dan pemanfaatan rezeki di jalan yang diridhai Allah. Seseorang yang sejak muda senantiasa menggunakan ilmu, harta, pangkat, posisi dan seluruh pemberian Allah dengan benar serta mensyukuri setiap nikmat yang dianugerahkan kepadanya, maka orang seperti ini akan diberi tambahan nikmat yang berlimpah serta rezekinya akan semakin bertambah. Dalam surat Ibrahim ayat 7 Allah Swt berfirman, "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"."

 

Kita juga menyaksikan di tengah masyarakat seseorang yang senantiasa melakukan perbuatan terpuji dan berusaha keras serta Allah Swt pun membuka pintu rahmat dan keluasan rezeki-Nya bagi orang seperti ini. Tangan orang seperti ini penuh dengan nikmat materi dan maknawi. Tanpa banyak menderita dan kesusahan, mereka hidup dengan penuh terhormat. Mereka ini adalah hamba yang bertakwa dan pilihan.

 

Mereka yang dalam hidupnya tidak menjual nilai-nilai agama dengan hawa nafsu dan senantiasa hatinya dipenuhi kecintaan kepada Tuhan serta berusaha keras mencari rezeki halal, maka Allah Swt akan memberinya rezeki dari berbagai jalan yang tak terduga. Ini juga dapat dikategorikan sebagai pahala bagi ketaatan hamba tersebut. Allah Swt telah memberikan gambarannyata untuk mencari rezeki yang halal. Dalam surat al-A'raf ayat 96 Allah berfirman, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."

 

Berbuat baik, infak, akhlak mulia dan menjamu hamba-hamba saleh Tuhan juga dapat membuat Allah Swt ridha atas hamba-Nya. Hal ini juga dapat menjadi faktor kemudahan seseorang untuk meraih rezeki halal dan melimpah. Ketika Allah menyaksikan kelayakan dalam diri manusia yang baik maka Ia akan melimpahkan kasih sayang dan rahmat-Nya lebih banyak kepada manusia seperti ini. Dalam ayat 261 Surat al-Baqarah Allah Swt berfirman, "perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."

 

Harus diperhatikan bahwa amal saleh dan perbuatan baik hanya dapat menarik rahmat dan rezeki lebih besar ketika dilakukan dengan penuh keikhlasan. Oleh karena itu, dalam al-Quran ditekankan bahwa ikhlas dalam beramal merupakan faktor dan daya tarik rezeki Allah Swt. Oleh karena itu, meski setiap makhluk telah ditentukan rezekinya masing-masing, bukan berarti tidak akan ada perubahan dalam kwantitas serta kwalitas rezeki tersebut disebabkan perilaku seseorang.

 

Disebutkan dalam sebuah kisah, suatu hari Imam Ali bin Abi Thalib as menitipkan kudanya kepada seseorang, karena beliau ada keperluan di masjid. Ketika Imam Ali kembali, beliau menyaksikan orang tersebut melepas tali kekang kudanya dan melepaskan kuda tersebut. Imam kemudian pergi ke pasar dan membeli tali kekang kuda. Anehnya tali kekang yang dijual adalah tali kekang kudanya yang telah dilepas oleh orang yang dititipi kuda oleh beliau. Dengan menyesal Imam Ali berkata, sebenarnya aku ingin memberi uang senilai tali kekang ini kepada orang tersebut sebagai jasanya yang telah menjaga kudaku, namun ternyata ia telah mengubah rezeki halalnya menjadi rezeki haram. Artinya seseorang terkadang mengubah rezeki halal yang seharusnya ia terima menjadi rezeki haram dengan mencuri, menerima suap atau memakan riba.  

 

Manusia yang menginginkan untuk memperoleh rezeki halal dan bersih maka selain berniat yang jujur dan ikhlas juga harus memanfaatkan segala fasilitas yang menjadi sarana turunnya rahmat Allah. Hal ini hanya mungkin dilakukan ketika seseorang meyakini bahwa Allah adalah sumber setiap rezeki dan banyaknya rezeki yang diperoleh seseorang juga sesuai dengan kehendak Tuhan. Saat itulah seseorang akan memperoleh keyakinan untuk meraih rezekinya dan bersabar ketika dalam kesusahan serta kemiskinan.

 

Poin penting di sini adalah al-Quran tidak pernah menyeru kita untuk mengabaikan anugerah Allah Swt.  Oleh karena itu, Imam Sadiq as terkait pekerjaannya sebagai petani mengatakan, "Saya telah berusaha keras dan aku pun mencucurkan keringat. Padahal pembantuku dapat melakukan pekerjaan ini. Namun aku menginginkan Tuhan menyaksikan diriku berusaha meraih rezeki yang halal."

 

Di antara nasehat Lukman Hakim kepada putranya. Lukman berkata kepada putranya, "Anakku! Mereka yang lemah keyakinannya kepada Tuhan dalam mendapatkan rezeki, maka ia harus mengambil pelajaran bahwa Tuhan telah memberinya rezeki dalam tiga tahap penciptaan dirinya tanpa ia berusaha untuk mendapatkannya. Pertama ketika ia berada di perut ibunya, kedua ketika ia menyusu dan ketika ia hidup dari rezeki ayahnya...Sehingga ia tumbuh besar dan mandiri dalam mencari pendapatannya sendiri. Saat itu, ia berusaha keras dan mencurigai Tuhannya. Dan karena ketakutan yang mendera dirinya dan tidak adanya keyakinan terhadap nikmat Allah, maka ia mengabaikan hak Tuhan dan manusia di dalam hartanya. Tak hanya itu, ia beserta keluarganya hidup penuh kesulitan."