Muhammad dimata kaum Cendekiawan (3)

Orientalis dan Islamolog Inggris menulis, "Saya sejak 40 tahun lalu hingga kini di seluruh artikel dan buku yang saya tulis tentang Nabi Muhammad Saw, senantiasa menekankan poin ini bahwa saya membenarkan perkataan Muhammad bahwa al-Quran bukan dari dirinya namun dari Allah yang diwahyukan kepadanya. Sejak tahun 1953, ketika saya menulis buku "Muhammad at Mecca", saya senantiasa meyakini bahwa al-Quran wahyu Ilahi."

 

Ia menambahkan," Kesiapan Muhammad menerima tantangan atas keyakinannya, ketinggian moral para pengikutnya, serta pencapaiannya yang luar biasa semuanya menunjukkan integritasnya. Mengira Muhammad sebagai seorang penipu hanyalah memberikan masalah dan bukan jawaban. Lebih dari itu, tiada figur hebat yang digambarkan begitu buruk di Barat selain Muhammad."

 

Sementara dalam bukunya Muhammad at Medina, William Montgomery menulis, "Lebih banyak merenungkan sirah Muhammad Saw dan sejarah awal permulaan Islam, manusia akan merasa lebih kagum dan heran menyaksikan kemenangan dan kemajuan sangat luas yang telah diraih oleh beliau. Situasi seperti pada waktu itu telah dijumpai oleh beliau yang sangat jarang sekali dijumpai oleh orang-orang lain, sehingga beliau seorang insan yang sangat cocok dan sesuai sekali dengan keadaan zaman pada waktu itu. Jika beliau tidak mempunyai pandangan jauh ke depan, sebagai negarawan, tidak mempunyai kemampuan yang istimewa untuk menjalankan pemerintahan, tidak tawakkal kepada Allah dan tidak yakin sepenuhnya bahwa Allah telah mengutus beliau maka kisah kehidupan beliau yang sangat penting dan patut dikenang itu akan terlupakan oleh sejarah."

 

Montgomery menambahkan, "Saya sangat berharap semoga hasil penelitian riwayat hidup beliau yang saya susun ini akan menolong dan menambah wawasan dalam memberikan penilaian dan penghargaan terhadap salah seorang anak cucu Adam yang sangat agung dan sangat mulia ini."

 

Setelah enam abad dari kenabian Isa as, Allah Swt mengutus nabi penutup yang mengemban misi mengajak umat manusia menyembah Tuhan Yang Esa, menebar kecintaan dan kasih sayang, menegakkan keadilan dan menjunjung tinggi kehormatan manusia dengan dasar ajaran wahyu. Utusan Tuhan ini adalah sosok yang telah ditegaskan oleh Nabi Isa as. Ia adalah Muhammad Saw dan menjadi penutup para nabi. Para nabi terdahulu senantiasa menghormati dan membenarkan ajarannya.

 

Nabi Muhammad Saw mengesakan sang Pencipta alam semesta dan memuji-Nya. Ia pun menolak sesembahan selain Allah yang diklaim oleh manusia. Sejumlah pemimpin fanatik gereja mengklaim bahwa ajaran nabi penutup ini kontradiksi dengan ajaran Isa al-Masih as, oleh karena itu mereka bangkit menentang ajaran Islam. Namun sejak akhir abad ke 18 hingga kini, sejumlah ilmuwan dan tokoh Eropa mamaparkan beragam hasil risetnya terkait Nabi Muhammad yang patut untuk dicermati.

 

 

Johann Wolfgang von Goethe, penyair terkenal Jerman dalam karya pertamanya terkait sosok Rasulullah Saw menilai beliau sebagai sosok terbesar pengaruhnya baik dari sisi ideologi maupun spiritual. Ia berkata, "Dia seorang Rasul dan bukan penyair, dan oleh karenanya Al-Quran ini hukum Tuhan. Bukan buku karya manusia yang dibuat sekadar bahan pendidikan atau hiburan".

 

Thomas Carlyle, sejarawan asal Skotlandia dalam sebuah pidato legendarisnya di London memuji Nabi Muhammad, sang pembawa ajaran Islam sebagai manusia utama dan besar dalam sejarah. Ia juga mencela pandangan miring dan penuh rasa dengki Barat terhadap Muhammad. Ia berkata, "(Betapa menakjubkan) seorang manusia sendirian dapat mengubah suku-suku yang saling berperang dan kaum nomaden menjadi sebuah bangsa yang paling maju dan paling berperadaban hanya dalam waktu kurang dari dua dekade. "Kebohongan yang dipropagandakan kaum Barat yang diselimutkan kepada orang ini (Muhammad) hanyalah mempermalukan diri kita sendiri. Sesosok jiwa besar yang tenang, seorang yang mau tidak mau harus dijunjung tinggi. Dia diciptakan untuk menerangi dunia, begitulah perintah Sang Pencipta Dunia."

 

Dalam masa ini pula orientalis Eropa mulai merambah ke wilayah Islam dan menyaksikan dari dekat budaya dan peradaban serta ideologi muslim. Namun demikian masih ada sebagian dari mereka yang memberikan laporan palsu dan tak sesuai dengan realita budaya serta ajaran Islam yang mereka saksikan dari dekat. Apa yang mereka lakukan tersebut sejatinya kelanjutan dari permusuhan gereja terhadap Islam.

 

Di sisi lain, secara bertahapkecenderungan terhadap irfan Islam dan tradisi Timur mulai berkembang di Eropa. Mengingat kecenderungan ini, Islam dinilai sebagai agama fitrah yang memiliki ajaran yang bersih dan bersumber pada nilai-nilai spiritual. Di Jerman, Rainer Maria Rilke, penyair dan penulis, sangat terpengaruh oleh ajaran Islam. Ia memuji Islam sebagai agama yang pemeluknya memiliki interaksi langsung dengan Tuhan dan untuk sampai kepada Tuhan pengikut Islam tidak membutuhkan perantara.

 

Tahun-tahun pasca dekade 50-an, Islamolog dan orientalis di Eropa mulai merujuk langsung pada sumber serta rujukan Islam dan mereka mulai meninggalkan pandangan fanatik Barat terhadap Islam. Kelompok ini mendapat kesadaran setelah al-Quran diterjemahkan ke dalam bahasa mereka di mana mereka menemukan bahwa Muhammad merupakan manusia ajaib, agung dan terhormat serta sama sekali berbeda dengan pandangan yang ada.

 

Dengan pengetahuan baru yang mereka hasilkan tentang Islam, para cendikiawan giat mengkaji ajaran spiritual dan sosial agama ini demi mamahami Islam lebih baik. Oleh karena itu, sebagian orientalis dan cendikiawan Eropa yang menulis buku mengenai Nabi Muhammad Saw dalam beberapa tahun terakhir terlihat lebih realistis dalam karya mereka. Mereka berusaha menyingkap sisi samawi nabi akhir zaman ini dengan lebih baik. Buku Muhammad: Prophet and Statesman (Muhammad: Nabi dan Negarawan) karya William Montgomery Watt merupakan karya yang paling terkenal dalam hal ini.

 

William Montgomery Watt (lahir 14 Maret 1909 di Ceres, Fife, Skotlandia – wafat 24 Oktober 2006; Edinburgh, Skotlandia[1]) adalah seorang pakar studi-studi keislaman dari Britania Raya, dan salah seorang orientalis dan sejarawan utama tentang Islam di dunia Barat.

 

Montgomery Watt adalah seorang profesor Studi-studi Arab dan Islam pada Universitas Edinburgh antara tahun 1964-1979. Ia juga merupakan visiting professor pada Universitas Toronto, College de France, Paris, dan Universitas Georgetown; serta menerima gelar kehormatan Doctor of Divinity dari Universitas Aberdeen. Dalam hal kerohanian, Montgomery Watt adalah pendeta (reverend) pada Gereja Episkopal Skotlandia, dan pernah menjadi spesialis bahasa bagi Uskup Yerusalem antara tahun 1943-1946. Ia menjadi anggota gerakan ekumenisme "Iona Community" di Skotlandia pada 1960. Beberapa media massa Islam pernah menjulukinya sebagai "Orientalis Terakhir". Montgomery Watt meninggal di Edinburgh pada tanggal 24 Oktober 2006, pada usia 97 tahun.

 

Setelah bersentuhan langsung dengan ajaran Islam, Watt mulai mengkaji kehidupan Nabi Muhammad. Tahun 1937 karena sebuah kejadian, Watt tertarik pada Islam. Tahun itu, yang menyewa rumah Watt adalah seorang mahasiswa muslim asal Pakistan. Watt menyebut perkenalannya dengan mahasiswa muslim ini sebagai titik awal interaksinya dengan agama yang belum pernah ia kenal.

 

Di tahun 1953, Watt menulis buku Muhammad at Mecca dan tahun 1956 ia menulis buku Muhammad at Medina. Kemudian Watt meringkas kedua bukunya tersebut dalam bukunya Muhammad: Prophet and Statesman. "Saya sejak 40 tahun lalu hingga kini di seluruh artikel dan buku yang saya tulis tentang Nabi Muhammad Saw, senantiasa menekankan poin ini bahwa saya membenarkan perkataan Muhammad bahwa al-Quran bukan dari dirinya namun dari Allah yang diwahyukan kepadanya. Sejak tahun 1953, ketika saya menulis buku "Muhammad at Mecca", saya senantiasa meyakini bahwa al-Quran wahyu Ilahi."