persahabatan (2)
Di sisi lain, perhatikanlah bahwa sahabat yang mempunyai kriteria tersebut akan membawa dampak negatif bagi manusia dan menyebabkan hati gelap. Bisa jadi ia akan mendorong manusia untuk berbuat keburukan, atau bisa jadi kita berperan dalam kemarahan Allah dan mengantarkan mereka ke siksaan-Nya.
Terekam dalam sejarah, seorang sahabat Imam Ali bin Musa ar-Ridha as., yang bernama Sulai Ja’fari meriwayatkan, “Suatu hari aku mendengar Imam berkata kepada ayahku, ‘Mengapa kamu berhubungan dengan Abdurrahman bin Ya’qub?’
Ayah menjawab, ‘Ia bapak mertuaku.’
‘Namun pernyataannya tentang Tuhan sangat memberatkan, dia telah menyifati Allah dengan sifat-sifat terbatas, padahal Allah swt. tak tersifati,’ tegas Imam.
Ayah berkata, ‘Apapun yang dikatakannya tidak meyakinkanku sama sekali.’
Imam berkata, ‘Tidakkah kamu takut akan turun malapetaka yang menimpa kalian semua? Tidakkah kamu tahu bahwa seorang sahabat Nabi Musa as., ayahnya adalah teman dekatnya Fir’aun? Ketika tentara Fir’aun mengejar Musa as., sahabat Musa itu keluar dari kelompoknya mendekati tempat ayahnya untuk menasihatinya agar ikut dengan kelompok Musa as. Ia dan ayahnya muncul sedang dalam bertikai, sampai mereka tergiring di pinggir laut. Dan kala itu azab Allah turun, dan kedua-duanya tenggelam bersama tentara Fir’aun. Berita ini terdengar oleh Musa as., dan beliau menanyakan keadaan sahabatnya itu. Jibril as. berkata kepada beliau, “Ia tenggelam, semoga Allah merahmatinya. Ia tidak percaya dengan keyakinan ayahnya, namun saat azab turun maka orang-orang yang berada di dekat orang berdosa tidak dapat menghindari azab.’” (al-Bihâr, juz 74, bab 14, hadis ke-39)
Nah, dengan mernperhatikan hal-hal di atas, dengan melihat keterangan-keterangan ayat Al-Quran dan hadis para imam, kita akan mengetahui siapakah orang yang tidak patut dijadikan teman dan sahabat.
1.Kelompok pertama ialah orang-orang yang mengolok-olok firman dan agama Allah. Dalam ayat 68 surat al-An’âm yang dimuat dalam hadis Imam Zain al-Abidin as. yang lalu, telah diketahui bahwa Allah swt. melarang orang-orang mukmin bersahabat dengan orang-orang yang mengolok-olok firman-Nya. Juga, dalam surat al-Maidah ayat 57 Allah melarang kita bersahabat dengan kaum kafir dan orang-orang yang melecehkan agama. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agama jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir.”
2.Kelompok kedua ialah orang-orang yang direndahkan dan dicela Nabi saw. dan para imam as. Pada awal periode dakwah Rasulullah saw., di tengah kaum penyembah berhala Hijaz, terdapat seorang lelaki bemama ‘Uqbah bin Mu’ith. Seorang musyrik dan penyembah berhala itu mengundang jamuan makan. Suatu hari Rasulullah berpapasan dengannya dan ia mengharapkan kedatangan beliau dalam acara jamuan makan. Nabi saw. berkata kepadanya, “Aku tidak mungkin makan bersamamu, kecuali kamu seorang Muslim.” ‘Uqbah paham bahwa Rasulullah mau diundang makan bersama, dengan syarat ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi muslim. Di kala itu, Ubay kawan ‘Uqbah menjadi marah ketika mendengar berita tentang masuk Islamnya ‘Uqbah. Ia datang dan mencaci-maki ‘Uqbah, “Kamu sudah murtad dari agamamu.”
‘Uqbah berkata, “Aku mengundang orang sebagai tamuku, dan dia tidak akan datang di meja makanku kalau aku tidak menjadi muslim.”
Ubay berkata, “Sekarang aku bukan sahabatmu lagi, kalau kamu tidak kembali ke agamamu sebelumnya dan cacilah dia (Muhammad).” Ketika itu, ‘Uqbah atas desakan Ubay kembali ke kepercayaannya dan keluar dari Islam. Dan di waktu perang Badar berkecamuk, ia terbunuh di tangan kaum muslimin, dan begitu pula Ubay pada perang Uhud. Mereka mati dalam kemusyrikan. Berkenaan dengan itu turunlah wahyu (ayat 27-29 dalam sural al-Furqan) yang menyinggung ‘Uqbah, “Dan (ingatlah) pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran ketika Al-Quran itu telah datang padaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.”
Ayat di atas telah jelas dengan melihat kejadian dan bentuk pengaruh seorang teman yang tidak saleh dan perusak, bahwa ia telah menyesatkan manusia. Peristiwa ini memberi peringatan kepada kita, untuk menjauhi persahabatan dengan orang-orang bejat yang bisa jadi mereka itu berani menghina Rasulullah saw.
Imam Ja’far Shadiq as. berkata, “Jika kamu menghadapi nawâshib (orang-orang yang mengingkari kebenaran dan kedudukan Ahlulbait as.) dan di majelis-majelis mereka, maka jadilah kamu seolah-olah duduk di atas batu panas sampai kamu berdiri (kiasan untuk cepat-cepat keluar dari majlis itu), sebab Allah melaknat mereka. Dan jika kamu melihat mereka mencela seorang imam dari para imam as., maka berdirilah (pergilah segera) sebab kemarahan Allah turun dari atas menimpa mereka.” (al-Bihâr, juz 74, bab 14, hadis ke-50)
Beliau juga berkata, “Sesiapa yang duduk di tengah para pencela wali-wali Allah, maka telah bermaksiat kepada Allah.” (kitab yang sama)
Imam Shadiq pernah berkata, “Sesiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka janganlah kamu duduk di majelis yang mencela seorang dari para imam atau membahas ruh seorang mukmin.” (juz 74, bab 14, hadis ke- 48)
3. Kelompok yang ketiga ialah orang-orang tukang bid’ah agama dan orang-orang yang melontarkan keraguan terhadap pokok-pokok agama. Tentang masalah ini, Rasulullah saw. bersabda, “Jika kamu melihat ahli keraguan dan ahli bid’ah setelahku, maka tampakkanlah penolakanmu terhadap mereka; perbanyaklah celaanmu kepada mereka; jatuhkanlah mereka; dan diamkanlah mereka supaya mereka tidak merajalela dalam merusak Islam. Peringatkanlah orang-orang akan bahaya mereka agar tidak belajar kepada mereka. Semoga Allah mencatat kebaikan-kebaikanmu dan mengangkat derajat kamu di akhirat.” (al-Bihâr, juz 74, bab 14, hadis ke-41)
Imam Ja’far Shadiq as. berkata, “Janganlah kamu bersahabat dengan ahli bid’ah dan janganlah duduk bersama mereka jika di mata orang-orang, kamu bukan dari golongan mereka. (Karena) Rasulullah saw bersabda, “Orang itu atas agama teman dan karibnya.” (hadis ke-40)
Imam Ali as. berkata, “Tidak seharusnya bagi insan muslim menjalin persaudaraan dengan orang yang bejat, karena dia akan mewarnai dirinya dan senang menjadi serupanya; ia tidak akan membantu dalam urusan dunianya dan urusan akhiratnya; tempat ia masuk,dan keluar adalah buruk bagi seorang Muslim.” (al-Kâfi, juz 2, h.640, hadiske-2)
Imam Ja’far Shadiq as. berkata, “Tidak seharusnya bagi insan muslim menjalin persaudaraan dengan orang yang bejat, tidak pula dengan orang dungu dan juga pendusta.” (al-Kâfi, juz 2, h.640, hadis ke-3)
Beliau juga bersabda, “Tidak patut orang mukmin duduk di majelis maksiat kepada Allah sedang ia tidak mampu mengubahnya.” (al-Bihâr, juz 74, bab 14, hadis ke-38)
Imam Ali as. berkata, “Duduknya orang-orang yang baik di majelis orang-orang yang buruk, melahirkan buruk sangka orang terhadap orang-orang yang baik. Dan duduknya orang-orang yang buruk di majelis orang-orang yang baik akan membuat orang-orang yang buruk ikut baik, dan sebaliknya duduknya orang-orang yang baik di majelis orang-orang yang buruk akan membuat orang-orang yang baik ikut buruk. Maka jika perkara seseorang mirip denganmu dan kamu tidak tahu ia beragama apa, maka lihatlah kumpulan teman-temannya! Jika mereka ahli agama Allah, maka ia atas agama Allah; dan jika mereka bukan beragamakan Allah, maka ia bukan orang yang beragamakan Allah. Sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda, ‘Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka janganlah ia menjalin persaudaraan dengan orang kafir dan janganlah bergaul dengan orang yang bejat! Sesiapa yang menjalin persaudaraan dengan orang kafir dan bergaul dengan orang yang bejat, maka ia seorang kafir dan bejat pula.” (al-Bihâr, juz 74, bab 14, hadis ke-31)
Imam Ali juga pernah berkata, “jauhilah bersahabat dengan orang fasik, karena keburukan itu mengiringi keburukan.” (juz 33, bab 29, hadis ke- 707)
5. Kelompok kelima terdiri dari orang-orang yang kurang beragama, kurang berakhlak, kurang berbuat baik dan kurang memahami serta kurang berperasaan. Meskipun mereka mungkin tidak sampai fasik dan bejat, tetapi mereka itu golongan orang-orang pendusta, muka tembok, kikir, pandir dan ingkar janji, dan lain sebagainya.
Imam Ali as berkata, “Hendaklah seorang muslim itu menjauhi tiga hal, yaitu: al-majin (yang bermuka tembok), yang dungu, dan pembohong.” (al-Bihâr, juz 74, bab 14, hadis ke-43)
Imam Baqir as. berkata, “Ayahku Ali bin Husain as. berkata, ‘Wahai anakku, lihatlah lima hal, yang jangan kamu temani, jangan diajak bicara dan jangan kamu jadikan sebagai teman perjalanan.’
“Aku bertanya, ‘Wahai ayah, beritahu aku siapakah mereka?’
“Beliau berkata, ‘(Pertama) Jauhilah bertemankan pendusta karena ia sama halnya dengan fatamorgana, ia mendekatkanmu kepada yang jauh dan menjauhkan dari yang dekat. (Kedua) Hindarilah bertemankan orang fasik, karena ia akan menjual dirimu dengan sesuap makanan atau lebih sedikit dari itu. (Ketiga) Jauhilah orang kikir, karena ia akan merendahkanmu dengan hartanya yang lebih dibutuhkan dari dirimu. Dan (keempat) Hindarilah bertemankan orang dungu, sebab ia ingin memanfaatkanmu tetapi mudarat bagimu. Dan (kelima) jauhilah bertemankan orang yang memutuskan hubungan keluarga, sebab di dalam kitabullah (al-Quran) aku temukan tiga buah ayat yang melaknatnya.” (al-Bihâr, juz 74, bab 14, hadis ke-29)
Kemudian Imam Baqir as. melantunkan tiga ayat itu, yang antara lain adalah Surat Muhammad ayat 22, surat ar- Ra’d ayat 25 dan surat al-Baqarah ayat 27. (lihat pelajaran 4)
Imam Shadiq as. berkata, “Empat hal yang mengusir rezeki, yaitu pertama, cinta yang diberikan orang yang ingkar janji.” (al-Bihâr, juz 2, bab 13, hadis ke-10)
Imam Baqir as. juga pernah berkata, “Jangan dekati dan jangan jadikan saudara empat kriteria ini: orang dungu, orang pelit dan orang pengecut serta pendusta. Adapun orang dungu, ia ingin memanfaatkan kamu tetapi membahayakan dirimu. Orang yang pelit, ia mengambil darimu dan ia tidak memberimu. Orang pengecut, ia akan lari darimu dan dari kedua orang tuanya. Dan pendusta, orang tidak percaya padanya meskipun ia berkata jujur.” (juz 74, bab 14, hadis ke-8)