Yazid dan Kebobrokan Pemerintahannya
Abbas Mahmoud al-Aqqad, seorang penulis Mesir dalam bukunya “Al-Hussein: Abu al-Shuhada (Hussein: The Father of Martyrs)” menulis, “Tidak hanya umat Islam yang mengambil pelajaran tentang pengorbanan, sikap ksatria, dan perlawanan terhadap para tiran dari peristiwa ini (Karbala), namun juga orang-orang non-Muslim. Yaitu, sejak protes perwakilan Kristen terhadap Yazid di pertemuannya hingga di era kita sekarang.”
Peristiwa menyakitkan di Karbala yang menimpa Imam Husein as dan para sahabatnya serta penawanan keluarga beliau terjadi disebabkan perlawanan cucu Rasulullah Saw itu terhadap penyimpangan-penyimpangan nyata yang mengancam kemurnian Islam sebagai agama terakhir. Tulisan singkat ini akan mencoba menjelaskan mengenai penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan Yazid sehingga mendorong Imam Husein as untuk bangkit demi menjaga kemurnian agama kakeknya, Rasulullah Saw.
Di akhir usianya, Muawiyah mengingkari surat perjanjian perdamaian yang ditandatanganinya bersama Imam Hasan Mujtaba as. Ia meminta sahabat-sahabatnya untuk mengambil baiat dari masyarakat kepada anaknya, Yazid. Sejak awal, Muawiyah juga telah menyiapkan sekelompok orang untuk menyuap masyarakat supaya kelak bersedia membaiat anaknya. Selain itu, ia juga menggunakan ancaman sebagai alat untuk menekan masyarakat supaya tidak menolak untuk membaiat Yazid.
Setelah Muawiyah meninggal dunia, para gubernur di berbagai kota mengumumkan bahwa Muawiyah telah memilih Yazid sebagai penggantinya. Mereka kemudian mengambil baiat masyarakat. Terkait hal ini, mengambil baiat dari Imam Husein as, cucu Rasulullah Saw dan tokoh terbaik Islam, sangat penting bagi Yazid. Namun beliau menolak untuk membaiatnya. Akhirnya, Imam Husein as memilih syahid di jalan Allah Swt daripada membaiat putra Muawiyah itu. Sikap tersebut menunjukkan bahwa Imam Husein as tidak pernah tunduk terhadap kehinaan disebabkan baiat tersebut.
Ahlul Bait as sebelum di masa Yazid telah menilai khilafah sebagai hak mereka berdasarkan sabda Rasulullah Saw. Namun untuk menjaga keutuhan Islam, mereka tidak bangkit melawan khalifah-khalifah di masa itu. Lalu apa perbedaan Yazid dengan khalifah-khalifah sebelumnya sehingga menyebabkan Imam Husein as harus bangkit melawannya padahal sahabat-sahabat yang menyertai beliau sedikit dan beliau yakin pasti akan kalah dari segi militer? Mengapa menerima kekhalifahan Yazid akan dapat menghilangkan akar Islam?
Dalam biografi Yazid disebutkan bahwa ia lahir pada tahun 25 H dan anak dari salah satu istri Muawiyah bernama "Maysun." Kabilah Maysun bin Bajdal al-Kulaibi al-Nasrania dikenal sebagai para penganut Kristen, namun kemudian segelintir dari mereka masuk Islam. Tidak ada dokumen sejarah yang benar yang membuktikan bahwa Yazid adalah anak Muawiyah, namun justru sebaliknya, disebutkan bahwa tidak ada kejelasan siapa sebenarnya ayah Yazid.
Maysun tidak hidup bahagia di istana Muawiyah, oleh karena itu Muawiyah mengirim Yazid dan Maysun ke kabilahnya. Karena dikalangan kabilah Maysun banyak yang belum masuk Islam dan sepenuhnya belum mengenal agama ini, maka Yazid jauh dari didikan Islam. Dari situlah, dasar pengabaian terhadap keyakinan dan hukum-hukum Islam tumbuh dalam diri Yazid. Ia menjalani pola hidup bersama orang-orang badui yang hanya mengenal kesenangan, pelecehan dan hidup bersama hewan-hewan. Kebiasaan buruk yang telah melekat dalam diri Yazid tersebut terus dilakukannya meski ia telah memegang pemerintahan, bahkan ia melakukan kebiasaan buruk itu secara terang-terangan.
Pola hidup Yazid berbeda dengan kehidupan khalifah-khalifah sebelumnya. Ia tidak peduli dengan syariat dan bahkan mengingkari wahyu. Yazid adalah laki-laki pengumbar nafsu, peminum khamar dan terkenal dengan kebobrokannya. Ia meremehkan urusan pemerintahan.
Syahid Murtadha Muthahhari, cendekiawan besar Iran dalam bukunya epik Huseini menulis, “Yazid adalah orang yang suka melakukan pelecehan. Ia senang jika mayarakat mengabaikan Islam. Ia menghilangkan batas-batas Islam. Laki-laki itu minum khamar di pertemuan resmi, lalu ia mabuk dan berceloteh. Semua sejarawan terkemuka menulis bahwa ia bermain dengan seekor monyet dan cheetah. Yazid sangat menyukai monyet sehingga ia dipanggil sebagai “Abi Qais.”
Al-Masudi dalam buku Muruj az-Zahab, menulis, Yazid memilih pakaian sutra yang indah untuk monyetnya dan mendudukannya di tempat yang lebih tinggi dari para pejabat negara dan militer. Oleh karena itu, Imam Husein as berkata, riwayat Islam akan tamat jika umat Islam dipimpin oleh Yazid.
Di masa pemerintahan Muawiyah dan ketika berhaji di baitullah, serta kemudian di Madinah dan di samping rumah Rasulullah Saw, Yazid tidak pernah meninggalkan kebiasaaan buruknya. Ia selalu meletakkan khamar di mejanya, namun ketika mendengar berita bahwa Ibnu Abbas dan Husein as ingin masuk ke rumahnya, ia segera memerintahkan pelayannya untuk menyingkirkan minuman keras itu.
Kebiasaan Yazid yang meminum khamar di depan umum sangat terkenal di kalangan masyarakat, bahkan ia tidak meninggalkan kebiasan buruk tersebut meski menerima tamu-tamu dari berbagai kota yang jauh. Padahal, al-Quran dengan tegas melarang minum khamar dan menyebut perbuatan tersebut sebagai perbuatan setan.
Allah Swt dalam Surat al-Maidah Ayat 90 berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Ibnu Katsir, sejarawan Syafii menulis, “Yazid adalah orang yang tidak mampu mengalahkan hawa nafsu dan mengontrolnya. Ia menyambut pertemuan-pertemuan maksiat dengan penuh gembira dan menghindar untuk melaksanakan kewajiban terpenting Tuhan yaitu shalat, dan ia termasuk dari orang-orang yang meninggalkan shalat… sesungguhnya Yazid adalah pemimpin orang fasik dan kafir dan patut untuk dilaknat.”
Az-Zahabi, seorang perawi dan sejarawan menulis, “Yazid adalah Nasibi (musuh Ahlul Bait as) ekstrim dan orang yang mudah marah, di mana ia memiliki akhlak seperti binatang. Ia meminum khamar dan tidak pernah berpaling dari maksiat dan kemunkaran. Pemerintahannya dimulai dengan pembunuhan terhadap Husein (as) dan diakhiri dengan perusakan Kabah.”
Dalam sejarah yang ditulis al-Masudi disebutkan bahwa ketika Yazid memegang kekuasaan, ia tidak keluar rumahnya selama tiga hari. Para bangsawan Arab dan panglima pasukan mendatangi rumahnya. Di hari keempat, Yazid naik ke mimbar dengan muka berdebu dan berkata: aku tidak meminta maaf atas kebodohanku dan tidak sedang menuntut ilmu.”
Perilaku buruk Yazid telah dicontoh oleh orang-orang terdekat dan bawahannya. Ia tidak mampu mengurus pemerintahan dan tidak pernah komitmen dengan urusan itu, bahkan ia suka menghambur-hamburkan harta. Terkadang ia menghabiskan harta dan memberikannya kepada pelayan-pelayannya tanpa perhitungan. Dalam urusan finansial dan pemerintahan, Yazid tidak pernah berpikir ke depan.
Banyak ulama Ahlussunnah seperti Ibnu Jauzi, Suyuti, Ibn Hazm, Sheikh Mohammad Abduh dan Ahmad bin Hambal menilai Yazid bin Muawiyah sebagai orang yang kafir dan fasik karena telah membunuh Imam Husein as. Para ulama tersebut membolehkan untuk melaknat Yazid. Rekam jejak pemerintahan Yazid selama empat tahun telah menjadi bukti atas kebobrokan dan keburukannya. Tragedi di Karbala dan penawanan Ahlul Bait as adalah bentuk kebrutalan terburuk di awal tahun pemerintahannya.
Setelah Imam Husein as dan tawanan Karbala mengungkap keburukan Yazid, masyarakat Madinah pada tahun 63 H mengutus sekelompok orang ke Syam guna mencari informasi tentang Yazid. Setelah kembali dari Syam, mereka mengatakan, “Kami mendatangi seseorang yang tidak mempunyai agama, peminum khamar dan selalu bersenang-senang dan menyanyi. Para penyanyi dan penari perempuan dipanggil ke istana Yazid untuk menghiburnya. Setiap malam, Yazid mabuk bersama para pencuri dan orang-orang jahat. Kami menjadikan kalian sebagai bukti bahwa kami telah menghapusnya dari kekhalifahan.”
Yazid mengutus Muslim bin Uqbah untuk menumpas masyarakat Madinah, bahkan ia menghalalkan harta, jiwa dan kehormatan masyarakat Madinah untuk pasukannya selama tiga hari. Setelah mengalahkan orang-orang Madinah, pasukan Yazid melakukan berbagai kejahatan mengerikan di sana yang merenggut nyawa antara 6-10 ribu orang, di mana banyak sahabat nabi termasuk menjadi korban dalam tragedi yang dikenal dengan peristiwa al-Harrah itu.
Setelah melakukan kejahatan mengerikan tersebut, Yazid pada tahun 64 H mengirim pasukan yang sama ke Mekah untuk mengepung dan membunuh Abdullah bin Zubair. Mereka mengepung Mekah dan dengan menggunakan pelontar, mereka membakar dan menghujani Kabah yang digunakan Abdullah bin Zubair berlindung. Serangan tersebut telah menyebabkan kerusakan pada Kabah, namun sebelum kejahatan lainnya dilakukan, terdengar bahwa Yazid mati. Akhirnya pengepungan pun berakhir.
Melihat penyimpangan dan kejahatan Yazid maka tidak mungkin Imam Husein as akan bersedia membaiatnya. Beliau yang merupakan lentera petunjuk dan kapal penyelamat, tidak mungkin membaiat orang yang zalim dan fasik seperti Yazid.