Tafsir al-Mizan, Pelita Penerang Manusia

Para ulama sejati memikul tanggung jawab besar, karena

kehadirannya menjadi pelita penerang bagi umat

manusia. Terkait hal ini, Imam Ridha berkata, “Allah

swt merahmati hambanya yang menghidupkan ajaran kami.

Mereka mengajarkan ilmu kepada masyarakat. Jika

masyarakat mengenal keindahan perkataan kami, maka

mereka adalah orang-orang yang mengikuti kami.” Salah

satu ulama kontemporer itu adalah Allamah Thabathabai,

dengan magnum opusnya tafsir al-Mizan.

 

Allamah Thabathabai adalah seorang ulama terkemuka

yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Selain dikenal

sebagai mufasir dengan karya besarnya tafsir al-Mizan,

Allamah Thabathabai adalah seorang filsuf, teolog,

faqih dan arif besar yang berpengaruh di dunia dengan

karya-karyanya.

 

Allamah Thabathabai mengajar di hauzah ilmiah Qom.

Kehadirannya di Qom memberikan pencerahan di kota ilmu

itu. Selain melahirkan karya dalam bentuk buku di

berbagai bidang, Allamah Thabathbai juga mendidik

murid yang kemudian menjadi para ulama terkemuka

seperti: Shahid Muthahari, Syahid Behesti, Ayatullah

Javadi Amoli, dan Ayatullah Misbah Yazdi. Pertemuan

ulama terkemuka Syiah ini dengan filsuf dan islamolog

Prancis, Henry Corbin menghasilkan karya yang

mengenalkan Islam Syiah kepada masyarakat dunia,

terutama Eropa.

 

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di kota

kelahirannya, Tabriz, Allamah Thabathabai melanjutkan

pendidikan di hauzah ilmiah Najaf, dan di kota Irak

itu beliau menempuh pendidikan selama 10 tahun dengan

berguru kepada para ulama terkemuka di zaman itu, di

antaranya: Ayatullah Mirza Hossein Naini, Agha Sayid

Khonsari dan Ayatullah Qadhi. Beliau kembali ke Tabriz

dan bekerja menjadi petani untuk membantu ayahnya,

lalu pindah ke kota Qom untuk mengajar di hauzah

ilmiah.

 

Kemuliaan akhlaknya merupakan salah satu karakteristik

Allamah. Setiap hari semakin banyak yang tertarik

dengan ceramah dan pelajaran yang disampaikan beliau.

Dalam pelajaran hikmah, ratusan pelajar hadir dan

tidak sedikit dari mereka yang menjadi ulama terkemuka

dan ilmuwan kawakan seperti prof. Gholam Hossein

Ebrahim Dinani, yang mengajar filsafat di universitas

Tehran. Selain mengajar filsafat, tafsir al-Quran dan

pelajaran Hauzah lainnya, Allamah Thabathabai sangat

memperhatikan pelajaran akhlak, terutama penyucian

diri atau tazkiyatunafs kepada murid-muridnya.

 

Profesor Ebrahim Dinani menjelaskan tentang gurunya,

“Manusia besar ini senantiasa dalam keadaan

merenung.Siang dan malam, dalam perjalanan maupun

sedang tinggal, ketika berjalan dan duduk, dalam tidur

maupun bangun; beliau selalu merenung. Apa yang

dipikirkannya bukan tentang urusan sehari-hari. Saya

sebagai murid yang cukup dekat dengannya melihat

sendiri bagaimana perilaku beliau di antara muridnya,

maupun pertemuan dengan Henry Corbin, serta para dosen

di universitas. Ketika mengajukan pertanyaan, saya

merasakan beliau telah memilikirkannya dan bukan

persoalan baru baginya. Segala pertanyaan maupun

pandangan yang berbeda dengan beliau disampaikan tanpa

rasa khawatir. Beliau bersedia untuk menjawab setiap

persoalan dengan meninjaunya dari awal.”

 

Tafsir al-Mizan merupakan karya terpenting Allamah

Thabathabai. Para ahli menilai tafsir al-Quran ini

sebagai karya monumental dan memiliki kedudukan tinggi

dengan karakteristik khusus yang membedakannya dengan

karya tafsir lainnya. Kitab tafsir al-Quran terdiri

dari 20 jilid berbahasa Arab yang ditulis selama 20

tahun. Hingga kini telah diterjemahkan ke berbagai

bahasa dunia seperti Farsi, Inggris, Urdu, Turki dan

bahasa lainnya.

 

Salah satu karakteristik tafsir al-Mizan adalah

terobosannya di bidang metode tafsir yang terbilang

baru, yaitu ayat ditafsirkan dengan ayat. Allamah

Thabathabai berkeyakinan bahwa al-Quran dipahami

dengan keterkaitan ayat lain. Meskipun motode ini

bukan pertama kali ditemukan oleh Allamah Thabathabai,

tapi sebelumnya tidak banyak dipergunakan oleh para

ulama tafsir. Para mufasir sebelumnya hanya

menggunakan sebagian metode ini secara partikular,

sedangkan tafsir al-Mizan secara keseluruhan

menggunakan metode tafsir ayat dengan ayat lain.

 

Karakteristik lain dari tafsir al-Mizan adalah

pemahaman dan berbagai makna yang ada dalam sebuah

ayat dengan bantuan ayat lain. Kebanyakan buku tafsir

al-Quran menjelaskan dua atau tiga makna dari sebuah

ayat tanpa memilih salah satunya.Tapi Allamah dalam

tafsir al-Mizan menjelaskan beragam makna tersebut dan

memilih salah satunya dengan bersandar kepada

penjelasan dari ayat lain. Selain itu, tafsir al-Mizan

juga mengungkapkan istilah agama dan al-Quran dengan

bantuan ayat. Misalnya makna istilah istijabah doa,

taubah, rizq, barakah, jihad, safaat dan lainnya,

dengan penjelasan ayat-ayat al-Quran.

 

Tafsir tematis menjadi karakteristik lain dari tafsir

al-Mizan. Kebanyakan buku tafsir membahas al-Quran

sesuai urutan ayat, tanpa memfokuskan terhadap tema

utama di dalamnya.Tafsir al-Mizan mengumpulkan seluruh

ayat yang berkaitan dengan sebuah masalah, misalnya

ahbat atau hilangnya pengaruh sebuah amal baik oleh

dosa, atau sebaliknya. Kemudian dicari pandangan al-

Quran terhadap masalah tersebut. Metode ini merupakan

pendekatan menarik yang disajikan dalam tafsir al-

Mizan. Hingga kini pendekatan tersebut masih menjadi

sorotan para peneliti.

 

Tafsir al-Mizan memberikan perhatian besar terhadap

berbagai permasalahan dan pertanyaan yang menjadi

bahan diskusi di kalangan akademis.Terkadang,

pertanyaan tersebut muncul dalam bentuk pertanyaan

mengenai akidah atau bentuk lainnya.

 

Allamah cukup menguasai peta pemikiran dunia Islam dan

Arab yang berkembang ketika itu. Beliau berupaya

menjawab berbagai permasalahan tersebut dalam bentuk

tafsir al-Quran. Selain menjadi perhatian para

peneliti al-Quran, tafsir al-Mizan juga menjadi

sorotan para pengkaji gagasan serta problematika

pemikiran yang dihadapi dunia Islam dan Arab. Terkait

karakteristik tafsir al-Mizan, Ayatullah Makarim

Shirazi mengatakan, “Karya ini disusun berdasarkan

metode tafsir al-Quran yang tinggi, dan sejatinya

menjadi jaminan sebuah rangkaian kebenaran yang selama

ini tersembunyi bagi kita, “.

 

Allamah Thabathabai wafat pada 14 November 1981. Tapi

karyanya hingga kini tetap lestari dan menjadi obor

penerang bagi umat manusia. Imam Hadi berkata, “Jika

setelah keghaiban qaim (Imam Mahdi) kami tidak ada,

maka carilah para ulama yang menasehati dan membimbing

masyarakat dan membela agama ilahi dengan hujah-Nya

serta menyelamatkan manusia yang lemah dari ikatan

iblis dan para pengikutnya.“