Kenapa Iman Manusia Selalu Naik Turun? (Bag 2)
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- ustdz muhamad bin alwi
- Sumber:
- khazanahalquran
Ada seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Abu
Dzar Al-Ghifari. Dia termasuk sahabat besar yang
berjuang bersama beliau. Di salah satu peperangan, dia
terlambat dari rombongan Rasulullah sehingga dia harus
berjalan sendirian.
Awalnya dia menaiki seekor unta tua yang kurus. Namun
ditengan perjalanan, dia harus meninggalkan unta itu
karena sudah tak mampu lagi berjalan. Akhirnya dia
berjalan kaki untuk menyusul rombongan. Jaraknya
terlalu jauh semetara bekal sudah mulai habis. Di
tengah padang pasir, sendirian, dia pun mulai
kehausan. Tapi tak ada sedikit pun air. Dia terus
berusaha berjalan dalam dahaga selama beberapa hari.
Sampai akhirnya dia menemukan air sisa dari kafilah
yang telah pergi. Langsung dia ambil air itu dan
ketika hendak meminumnya, terlintas dalam benaknya
“Sudahkah kekasihku Rasulullah saw minum?”.
Dia pun memasukkan air itu kedalam ghirbah tanpa
meminumnya sedikitpun. Dia melanjutkan perjalanan
dengan lunglai karena haus. Sementara Rasulullah saw
telah berkemah dan orang-orang mulai mencurigai Abu
Dzar tidak ikut perang. Tapi Rasulullah tetap
mengatakan bahwa dia akan datang.
Hingga dari kejauhan terlihat bayangan seorang menuju
perkemahan Rasulullah saw. Melihat itu, Rasulullah
berharap semoga itu adalah Abu Dzar. Dan ternyata, dia
memang Abu Dzar yang tiba-tiba jatuh pingsan di dekat
kemah. Rasul langsung menyuruh yang lain mengambilkan
air. Mendengar suara Rasul, dia pun siuman dari
pingsannya, lalu dia berkata “Salam atasmu Wahai
Rasulullah”. Rasul menyuruh sahabat yang lain
memberikan air padanya. Lalu Abu Dzar berkata, “Aku
memiliki air Ya Rasulullah.” Rasul bertanya, “Lalu
kenapa tidak kau minum.” Ia menjawab, “Aku takut
engkau tidak mendapatkan air dipadang sahara ini, aku
tidak akan meminumnya sebelum aku yakin bahwa engkau
telah mendapatkan air.”
Pada bagian sebelumnya kita telah banyak membahas
tentang keyakinan. Kita telah sepakat bahwa perbuatan
manusia itu didorong oleh keyakinan. Mendengar cerita
Abu Dzar, kita akan tau betapa sahabat ini memiliki
keyakian yang penuh kepada Rasulullah saw. Hingga
harus bertahan dalam dahaga sebelum melihat beliau
mendapatkan air. Namun lihatlah, para malaikat langit
pernah berkata kepada Rasulullah bahwa ada doa yang
digemari penduduk langit. Dan doa itu adalah doa dari
Abu Dzar. Bagaimanakah doa itu?
“Ya Allah aku meminta keimanan (mutlak) kepadamu,
percaya (mutlak) kepada nabimu. Dan dijauhkan dari
seluruh bencana serta bersyukur atas keselamatan itu.
Dan dijauhkan dari orang-orang yang buruk.”
Abu Dzar yang memiliki kecintaan yang besar kepada
Rasulullah ini masih selalu meminta keyakinan dan
kepercayaan mutlak kepada Rasulullah. Mengapa? Karena
kunci dari semua perbuatan yang akan dilakukan adalah
kepercayaan mutlak kepada Rasulullah saw. Tanpa
kepercayaan ini, mustahil sseorang mau melakukan apa
yang diperintahkan Allah swt.
Apa Saja Tingkat Keyakinan itu?
Di dalam Al-Qur’an disebutkan 3 tingkat keyakinan.
Allah berfirman,
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ -٥-
“Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan
pasti”
(At-Takatsur 5)
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ -٧-
“Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata
kepala sendiri”
(At-Takatsur 7)
إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ -٩٥-
“Sungguh inilah keyakinan yang benar.”
(Al-Waqi’ah 95)
Keyakinan itu terbagi menjadi 3 tingkatan, Ilmul
Yaqin, Ainul Yaqin dan Haqqul Yaqin. Untuk
membedakannya kita gunakan analogi api dan asap.
Saat melihat asap, ilmu kita mengatakan bahwa pasti
ada api disana. Ilmul Yaqin adalah pengetahuan kita
pada asap tersebut.
Saat kita langsung melihat apinya, maka tingkat
keyakinan kita telah sampai pada Ainul Yaqin. Karena
kita telah melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Saat kita mendekat dan merasakan panasnya api
tersebut. Maka keyakinan kita telah mencapai puncak
yaitu Haqqul Yaqin karena kita merasakannya langsung.
Kita juga dapat memahami tingkatan keyakinan ini
dengan menyimak kisah dalam Al-Qur’an tentang Nabi
Ibrahim as. Allah sedang memberi contoh bagaimana
sebenarnya Ilmul Yaqin, Ainul Yaqin dan Haqqul Yakin
itu.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَآجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رِبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِـي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِـي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ
اللّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ -٢٥٨-
“Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat
Ibrahim mengenai Tuhan-nya, karena Allah telah
Memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim
berkata,“Tuhan-ku ialah Yang Menghidupkan dan
Mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan
dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah Menerbitkan
matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.”
Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.”
(Al-Baqarah 258)
Kisah ini menceritakan bagaimana Ibrahim as memiliki
Ilmul Yaqin. Bagaimana dengan Ainul Yaqin? Allah
berfirman,
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ
يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ
كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ -٢٥٩-
Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang
(bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi
(reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, “Bagaimana
Allah Menghidupkan kembali (negeri) ini setelah
hancur?” Lalu Allah Mematikannya (orang itu) selama
seratus tahun, kemudian Membangkitkannya
(Menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) Bertanya,
“Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia (orang
itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau
setengah hari.” Allah Berfirman, ”Tidak! Engkau telah
tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu
yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang
telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami Jadikan
engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah
tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami
Menyusunnya kembali, kemudian Kami Membalutnya dengan
daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun
berkata, “Saya mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.”
(Al-Baqarah 259)
Kemudian ayat selanjutnya, Allah menceritakan tentang
Haqqul Yaqin.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِـي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن قَالَ بَلَى وَلَـكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ
اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءاً ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْياً وَاعْلَمْ أَنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ -٢٦٠-
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhan-ku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau Menghidupkan
orang mati.” Allah Berfirman, “Belum percayakah
engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi
agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) Berfirman,
“Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu
cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-
masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka,
niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.”
Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
(Al-Baqarah 260)
Begitulah Allah memberitahu hakikat kepada Ibrahim
hingga dia memperoleh puncak keyakinan.
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ -٧٥-
“Dan demikianlah Kami Memperlihatkan kepada Ibrahim
kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi,
dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.”
(Al-An’am 75)
Semuanya kembali pada keyakinan. Cukuplah keyakinan
sebagai kekayaan, sabda Rasulullah saw.
Teringat pula kisah Ibrahim ketika akan dibakar oleh
Api Namrud. Para malaikat berdatangan menawarkan diri.
Malaikat angin menawarkan angin untuk mematikan api.
Malaikat hujan menawarkan hujan. Semua tawaran itu
ditolak oleh Nabi Ibrahim. Dan beliau berkata pada
malikat itu, “Cukuplah Ilmu Allah yang mengetahui
keadaanku.”
Keyakinan Ibrahim pada Allah membuahkan hasil. Api itu
tetap berkobar namun menjadi dingin dan aman bagi
Ibrahim. Allah menjawab keyakinan itu dengan firman-
Nya,
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلَى إِبْرَاهِيمَ -٦٩-
Kami (Allah) Berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu
dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim,”
(Al-Anbiya’ 69)
Apakah Tanda-Tanda Orang yang Yakin?
Rasulullah saw bersabda,
“Tanda orang yang yakin itu ada 6:
1. Yakin kepada Allah dengan sebenarnya maka dia
beriman kepada-Nya.
2. Yakin bahwa kematian itu benar maka dia takut
(mempersiapkan diri)
3. Yakin bahwa Hari Kebangkitan itu benar maka dia
takut dipermalukan (karena di hari itu semua perbuatan
akan tampak).
4. Yakin bahwa surga itu benar maka dia rindu
kepadanya.
5. Yakin bahwa neraka itu benar maka dia berusaha
untuk selamat darinya.
6. Yakin bahwa Hisab itu benar maka dia menghisab
dirinya sendiri.”
Dalam sabda lain beliau memberi cara untuk meraih
keyakinan, beliau bersabda,
“Hal-hal yang dpat mengantarkan kepada keyakinan
adalah dengan pendeknya angan-angan, keikhlasan dalam
amal dan zuhud pada dunia”
Orang yang meraih keyakinan akan mendapat perubahan
yang drastis dalam hidupnya. Ingatkah anda ketika para
penyihir Fir’aun melemparkan tali-tali yang menipu
mata manusia. Tali-tali itu seakan berubah menjadi
ular-ular kecil untuk melawan Musa. Namun ketika Musa
as melemparkan tongkatnya, tongkat itu berubah menjadi
ular yang sebenarnya. Ular itu memakan habis semua
ular tipuan para penyihir. Melihat Mukjizat ini,
seketika itu para penyihir menjadi yakin akan
kebenaran Musa dan mereka beriman. Walaupun Fir’aun
mengancam akan membunuh, tapi mereka tetap beriman
karena telah benar-benar yakin kepada Musa.
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ -٤٦- قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ -٤٧- رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ -٤٨-
Maka menyungkurlah para pesihir itu, bersujud, mereka
berkata, “Kami beriman kepada Tuhan seluruh alam,
mereka berkata, “Kami beriman kepada Tuhan seluruh
alam, (yaitu) Tuhan-nya Musa dan Harun.”
(Asy-Syuara 46-48)
قَالَ آمَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَسَوْفَ تَعْلَمُونَ لَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ -
٤٩- قَالُوا لَا ضَيْرَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنقَلِبُونَ -٥٠- إِنَّا نَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا خَطَايَانَا أَن كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ -٥١-
Dia (Fir‘aun) berkata, “Mengapa kamu beriman kepada
Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya
dia pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Nanti
kamu pasti akan tahu (akibat perbuatanmu). Pasti akan
kupotong tangan dan kakimu bersilang dan sungguh, akan
kusalib kamu semuanya.” Mereka berkata, “Tidak ada
yang kami takutkan, karena kami akan kembali kepada
Tuhan kami. Sesungguhnya kami sangat menginginkan
sekiranya Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami,
karena kami menjadi orang yang pertama-tama beriman.”
(Asy-Syuara’ 51)
Karena itu jangan heran jika orang-orang yang memiliki
keyakinan kepada Allah tidak akan pernah takut pada
siapapun selain-Nya.
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ -٦٢-
“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut
pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”
(Yunus 62)