Pengorbanan Ahlul bait a.s. dalam Al-Quran
إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِن كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا
عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاء وَلَا شُكُورًا
إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا
Sesungguhnya orang- orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas ( berisi minuman ) yang campurannya adalah air kafur. ) yaitu) mata air ( dalam surga )yang daripadanya hamba- hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik- baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana- mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ( ucapan ) terima kasih. Sesungguhnya Kami takut akan(azab ) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang- orang bermuka masam penuh kesulitan.(Surah Al-Insan, 5-10).
Poros Pembahasan
Salah satu keutamaan penting bagi Imam Ali a.s. dan para imam yang lain yang memuat pelajaran berharga adalah ayat-ayat surah Al-Insan. 18 ayat dari 31 ayat surah ini berkaitan dengan keutamaan yang sangat tinggi tersebut. Sebagaian pembahasan dari 18 ayat itu menyinggung kisah Ith'am, sedang 14 ayat lainnya membahas pahala yang akan diterima oleh keluarga mulia yang disebut di dalamnya.
Kondisi Turunnya Ayat-ayat Tersebut
Terdapat banyak kitab yang memaparkan riwayat sebab turunnya ayat-ayat di atas. Allamah Amini dalam kitabnya Al-Gadir, menukil sebuah riwayat dari 34 kitab ulama Ahli sunah, sedang Marhum Qadhi Nurullah Syusytari menyatakan riwayat itu dapat dijumpai dalam 36 kitab mereka. Oleh karena itu, riwayat yang menceritakan sebab turunnya ayat-ayat ini adalah mutawatir. Riwayat tersebut demikian:
Pada waktu kecilnya, Imam Hasan dan Imam Husain a.s. menderita sakit, Rasulullah akhirnya datang ke rumah Ali dan Fatimah untuk menjenguk kedua cucunya yang sakit tersebut. Saat melihat kedua buah hatinya, Rasul bersabda kepada Imam Ali a.s.: nazarlah, supaya Allah menghilangkan penyakit mereka!"
Setelah mendengar itu, Ali a.s. langsung berkata: Ya Allah jika kedua anakku ini sembuh maka aku akan berpuasa selama tiga hari. Fatimah juga bernazar demikian; bahkan Imam Hasan Dan Imam Husain –kendati usia mereka masih kecil- melakukan hal yang sama yaitu mengikuti orang tua mereka berpuasa selama tiga hari. Fidhah, pembantu rumah mulia itu kemungkinan besar bernazar hal yang sama.
Tak lama kemudian penyakit dua buah hati Rasul tersebut hilang, dan tiba saatnya bagi mereka untuk melaksanakan nazar. Pada hari pertama, Ali a.s. telah menyiapkan tepung jo (sejenis gandum; kwalitasnya lebih rendah dari gandum) untuk buka puasa selama tiga hari tersebut dan tepung tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Satu bagian darinya diperuntukkan untuk membuat roti sebagai santapan buka puasa pada hari pertama. Saat hendak berbuka, terdengar suara ketukan pintu, penghuni rumah menuju pintu untuk mengetahui siapa gerangan yang berada di balik pintu. Ternyata di situ sudah berdiri seseorang yang berkata: Salam atasmu wahai Ahlul bait. Kemudian dia berkata, aku adalah orang msikin dan butuh bantuan, maka bantulah diriku!
Imam Ali a.s. memberikan rotinya kepada si miskin, Fatimah juga melakukannya; bahkan semua anggota keluarga yang lain juga menyedekahkan jatah buka puasanya yang tak lain sepotong roti kepada orang miskin yang datang. Dan pada hari itu mereka berbuka dengan air putih saja.
Hari berikutnya mereka juga berpuasa dan dengan sepertiga tepung tadi mereka siap berbuka, akan tetapi terdengar suara dari luar rumah yang berkata:" Salam atasmu wahai Ahlul bait. Merekapun keluar dan bertanya: siapakah anda dan apa keperluanmu? Dia menjawab, saya salah seorang anak yatim di kota ini, aku lapar tolong berikan aku makanan untuk mengisi peutku yang kosong ini. Kembali Ali a.s. memberikan jatah buka puasanya kepada yatim itu dan anggota keluarga yang lain juga dengan penuh keikhlasan mengikuti beliau. Dengan demikian malam kedua sama seperti malam pertama, buka puasa mereka dengan air putih saja.
Pada hari ketiga sesuai nazar, mereka menyempurnakan puasa mereka dan sebagaimana hari pertama dan kedua kisah itu terulang lagi. Kali ini seorang tawanan yang datang dan meminta bantuan dari keluarga suci ini, lagi-lagi seluruh keluarga ini memberikan jatah buka puasa mereka kepadanya dan untuk ketiga kalinya mereka berbuka dengan air saja. Dan akhirnya nazar itu terbayar juga.
Pada hari berikutnya, Rasulullah Saw sangat sedih melihat imam Hasan dan imam Husain dalam keadaan lemas yang akibatnya badan mereka bergetar. Di sisi lain, mata sayidah Fatimah cekung. Beliau bertanya kepada Ali: wahai Ali, kenapa anak-anak begitu lemah seperti ini dan kenapa raut muka putriku memudar?
Imam Ali a.s. menuturkan kisah yang telah mereka alami dan pada saat itu malaikat Jibril datang dengan membawa ayat-ayat surah Al-Insan ini.
Penjelasan Dan Tafsir Lima Ciri-ciri Ahlul bait a.s.
Empat ayat dari 18 ayat surah ini membahas amal yang dilakukan oleh keluarga suci ini dan 14 ayat lainnya Allah menyebutkan pahala pekerjaan mereka. Berikut ini 4 ayat tersebut di sana terdapat lima ciri-ciri Ahlul bait a.s.:
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ Menjalankan sumpah dan janji
Pekerjaan pertama keluarga ini yang harus dicontoh oleh seluruh Syi'ah adalah melaksakan nazar. Akan tetapi sebagain Syia'h saat dihimpit oleh musibah mereka bernazar akan tetapi saat nazar itu telah tiba masanya mereka lupa dan mencari-cari alasan untuk tidak melaksanaknnya. Memang sebagai kaum muslim merupakan misdaq dari ayat ini:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
Saat mereka menaiki perahu maka menyeru Allah dengan penuh keikhlasan, (akan tetapi) saat mereka berada di daratan merekakembali musyrik.[1]
Sedang Ahlul bait a.s. tidaklah demikian dan bukan hanya nazar saja yang mereka lakukan namun semua janji dan kesepakatan mereka kerjakan; karena salah satu tanda-tanda keimanan[2] dan muslim sejati adalah menjalankan segala janji apapun kesulitan yang akan menimpa.
Takut Terhadap Hari Kiamat
وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا ciri kedua Ahlul bait yang cukup dominan dan disebut oleh Allah Swt dalam ayat ini adalah mereka takut akan hari kebangkitan. Perlu dipahami bahwa ini bukan berarti di sana akan terjadi kezaliman dan hak-hak akan diinjak-injak. Akan tetapi mereka takut karena pengadilan ilahi; mengingat semua amal perbuatan manusia dari yang terkecil hingga yang terbesar akan dimintai pertanggung jawaban. Sebuah pengadilan yang tolok ukurnya terdapat dalam dua ayat berikut: فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ oleh karenanya wajar jika seseorang merasa takut.
Membantu Orang Yang memerlukan
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Ciri ketiga Ahlul bait a.s. yang menjadi poros pembahasan ayat-ayat ini adalah membantu orang yang memerlukan. Keluarga suci ini rela memberikan hal-hal yang mereka perlukan sendiri untuk kepentingan orang fakir. Mereka membantu orang miskin, anak yatim dan tawanan. Dalam ayat ini tiga kelompok masyarakat ini disebut oleh al-Quran.
a. Miskin, kata ini diambil dari kata sukun, yang berarti orang yang tidak memiliki apa-apa, kepapaan telah menindih mereka dan membuat mereka melekat ke bumi.
b. Yatim, adalah seseorang yang sudah kehilangan pengayomnya. Seorang yatim bisa jadi tidak merasa kekurangan dalam sisi materi, akan tetapi secara psikologis dia kering akan kasih sayang.
c. Tawanan, adalah orang yang jauh dari rumah, kota dan tempat tinggalnya dan berada di kota lain sendirian dan tidak memiliki siapa-siapa. Seorang tawanan bisa jadi di kota asalnya orang yang cukup akan tetapi saat ditawan dia membutuhkan bantuan dan uluran tangan.
Kongklusinya, seorang mukmin hendaknya membantu orang yang membutuhkan sesuai kemampuan yang dimiliki. Dewasa ini, sebagaian tiga kelompok masyarakat tersebut sudah tidak ada lagi, akan tetapi ada kelompok lain yang juga membutuhkan bantuan.
Ikhlas
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاء وَلَا شُكُورًا
Ciri dan keutamaan Ahlul bait yang keempat adalah keikhlasan luar biasa mereka. Mereka berkata: bahwa bantuan yang kami salurkan kepada kalian wahai miskin, yatim dan tawanan hanya untuk mengahrap ridho ilahi, dan kami tidak menginginkan balasan sepeserpun dari kalian.
Apakah orang biasa dapat mengatakan seperti ini? Lebih dari itu, jika ucapan terima kasih diganti umpatan dan cemoohan, keluarga suci ini juga tetap pada posisi mereka.
Ikhlas merupakan hal yang sangat berharga dan langka, oleh karena itu Islam selalu menekankan masalah kwalitas dan cara pelaksanaan amal bukan kwantitas; artinya satu rakaat salat yang penuh ikhlas itu lebih bernilai di sisi Allah Swt dari pada seribu rakaaat tanpanya.
Takut Kepada Allah Swt
إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا
Ciri kelima mereka adalah takut kepada Allah. Pada ciri kedua, yaitu takut akan hari kebangkitan telah disebutkan dan sekarang disebut masalah takut kepada Allah, apakah kedua hal ini berbeda?
Jawab, tidak mesti takut kepada Allah dikarenakan siksaan api neraka-Nya di hari kiamat kelak, karena bisa jadi ketakutan tersebut berasal dari zat itu sendiri. Saat manusia memikirkan keagungan Allah Swt maka rasa takut akan menguasainya dan seluruh tubuhnya akan gemetar. Sebagaimana seseorang yang menemui tokoh penting dan ingin mengutarakan sesuatu, bisa jadi karena kebesaran tokoh tersebut dia gemetaran dan tidak mampu mengeluarkan kata-kata; padahal tokoh tersebut orang yang sangat peramah, baik budi dan yang lain. Oleh karena itu ciri kelima ini bukan ulangan dari ciri kedua, dan maksud dari takut kepada Allah adalah disebabkan keagungan dan kebesaran-Nya.
Pahala-pahala Sebuah Itsar Yang Ikhlas
Sebagaimana telah disebutkan 14 ayat dari 18 ayat surah ad-Dahr berkaitan dengan kisah pengorbanan dan sedekah keluarga Ali a.s. juga menjelaskan pahala-pahala yang berlimpah dari pengorbanan yang besar ini; dengan penuh keyakinan dapat dikatakan bahwa tidak ada di dalam al-Quran sebuah amal yang memiliki pahala sebesar ini; pahala perbuatan itu disebut lima belas kali secara beruntun dan jika yang kecil-kecilnya dihitung juga maka dalam 14 ayat ini akan didapati 20 pahala. Pahala-pahala ini akan kami jelaskan dalam 12 poin. Namun sebelum itu perlu disampaikan beberapa pendahuluan berikut ini:
Perbandingan antara Pahala Duniawi dan Ukhrawi
Tanpa diragukan lagi pahala ukhrawi berbeda dengan pahala duniawi; karena bagaimanapun penjelasan pahala tersebut menggunakan ungkapan-ungkapan duniawi akan tetapi masih memiliki kandungan ukhrawi. Oleh karena itu, saat kita mendengar kenikmatan ukhrawi hanya sebuah terkaan dari realita dunia akhirat dan jangan berharap kita dapat memahami secara utuh hakikat dari nikmat-nikmat dunia lain itu. Sebagaimana sebuah janin yang di perut ibu, walaupun dia Abu Ali Sina sekalipun tidak akan mampu memahami hakikat-hakikat yang ada di dunia; kendatipun sang ibu menggambarkan hakikat dunia dengan gambaran yang terbaik yang dapat ditangkap adalah sekedar terkaan biasa. Atas dasar ini kita membaca sebuah riwayat dari Rasulullah Saw yang bersabda: “sesungguhnya Allah berkata: Aku telah menyiapkan untuk hamba-hambaku yang saleh sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas di hati manusia.”[3]
Oleh karena itu bisa jadi sebuah lafadz dalam dunia ini memiliki arti akan tetapi kata itu jika digunakan untuk kenikmatan surgawi akan memiliki pengertian yang berbeda atau bahkan bertolak belakang. Pada pembahasan mendatang pembahasan ini akan kami jelaskan secara panjang lebar. Berikut ini 12 kenikmatan yang diterima oleh Ahlul bait berkat itsar yang mereka lakukan:
1. Ketenangan. Nikmat pertama yang akan mereka terima adalah ketenangan. Allah akan menghilangkan dari mereka problematika hari kiamat dan meliputi mereka dengan kebahagiaan. Ketenangan dianggap sebagai nikmat pertama mengindikasikan bahwa nikmat ini sangat bernilai sekali. Ketenangan di dunia dan di akhirat merupakan nikmat terbesar dan terpenting. Di dunia begitu banyak orang yang memilki fasilitas namun mereka tidak memiliki ketenangan; seluruh fasilitas dan kenikmatan orang-orang semacam ini sebenarnya sarana siksaan bagi mereka. Sehingga tidak aneh jika banyak orang-orang kaya yang bunuh diri. Konon di salah satu kota di Amerika terdapat sebuah hutan yang kerap dipanggil dengan hutan bunuh duru di mana mayoritas pengunjung hutan ini orang-orang kaya dan para pemodal yang memiliki segala sesuatu selain ketengan! Di satu sisi kita melihat manusia-manusia yang memiliki fasilitas yang sangat minim dan memiliki kebutuhan primer yang tidak memadai namun mereka hidup dalam kondisi yang senang dan riang karena mereka memiliki ketenangan
Jika ditanyakan bagaimana caranya mendapatkan nikmat yang sangat besar dan bernilai ini? Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat mengatakan: Allah Swt mengatakan dalam surah al-An’am yang isinya nikmat ketenangan itu dapat diraih oleh orang-orang yang beriman. Dalam ayat itu Allah berfirman: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kezaliman maka bagi mereka adalah ketenangan dan merekalah orang-orang yang mendapat hidayah.”
Dalam ayat 28 dalam surah ar-Ra’d juga telah dijelaskan bahwa mengingat Allah merupakan sumber abadi dari anugrah dan berkah serta menjadi sebab ketenangan hati.
2. Taman-taman syurgawi. Nikmat lain yang akan menjadi pahala merka adalah taman-taman tersebut dimana semuanya berbeda dengan taman-taman yang ada di dunia. Taman-taman yang di bawahnya selalu dialiri oleh air, taman-taman yang tidak pernah berhenti untuk berbuah para pengunjungnya tidak perlu menyusahkan diri untuk memetik buahnya akan tetapi setiap kali mereka menginginkan buah tersebut ranting-ranting pohon itu akan datang menghampirinya.
3. Ketengan dan istirahat. Araik jamak dari arrikah yang bermakna ranjang pengantin kemudian kata ini digunakan juga untuk seluruh ranjang yang indah. Para penduduk syurga di dalam taman-taman akan bersandar di atas ranjang-ranjang dan menyaksikan kenikmatan syurgawi. Ungkapan muttiqiin merupakan ungkapan yang indah karena manusia saat memiliki ketenangan dia akan tenang bersandar, akan tetapi orang yang sedang gunjang tidak akan bisa duduk denganm tenang akan tetapi dia akan mondar mandir ke sana dan ke mari.
4. Suasana asri yang mengenakkan. Hawa syurga sangat normal di sana tidak ada sengatan panas matahari sehingga penghuninya putuh pada pendingin juga tidak dingin yang membuat orang butuh pada pemanas; akan tetapi hawa di sana selalu mengabarkan musim semi di padu dengan serpihan angin semilir. Tanpa diragukan lagi pada hawa normal semacam ini bersandar diatas ranjang-ranjang indah syurga di bawah naungan pohon-pohon yang padat dengan buah-buah merupakan kenikmatran yang tidak dapat digambarkan.
Soal: dalam ayat ini dijelaskan bahwa matahari tidak ada di Syurga, akan tetapi dalam ayat-ayat selanjutnya disebutkan bayangan-bayangan pohon-pohon syurga. Jika di dalam syurga matahari tidak ada lalu bagaimana mungkin di sana ada bayangan-bayangan pepohonan. Apakah ayat ini tidak bertentangan satu sama lain?
Jawab: pertama, al-Quran tidak mengatakan bahwa di syurga tidak ada matahari akan tetapi mengatakan matahari tersebut tidak dapat di lihat, artinya pohon-pohon syurghawi begitu lebatnya sehingga dari cela-cela dedaunannya pu para penghuni syurga tidak dapat melihat matahari. kedua, maksud dari firman Allah لا يرون فيها شمسا adalah matahari yang panas dan menyengat tidaka akan ada, sedang keberadaan matahari yang normal itu tidak dinafikan. Oleh karena itu di dalam ayat ini tidak terdapat pertentangan.
5. Naungan dan Buah-buahan. Naungan-naungan pepohonan syurga meliputi para penghuni syurga dan buahnya sangat mudah dipetik; sehingga sebgaimana telah disebutkan para penghuni syurga tidak pernah kerepotan untuk mendapatkannya.
6. Para pembantu abdi-abdi yang muda belia setiap penghuni syurga membutuhkan sesuatu disisi mereka telah seap para abdi-abdi muda belia yang rupawan laksana mutiara yang bertebaran. Dan tidak perlu mereka dipanggil karena mereka selalu hadir di tengah-tengah mereka.
7. Di sana yang sangat indah segala jenis busana-busana indah telah disiapkan untuk para penghuni syurga; baik dari sutra tipis atau sutra tebal bahkan busana-busana yang di waktu didunia diharamkan untuk kaum laki-laki di akhirat itu dapat dipakai.
8. Alat-alat perhiasan. Memakai segala perhiasan itu diperbolehkan sehingga tangan-tangan para penduduk syurga dipenuhi oleh gelang-gelang perak.
9. Peralatan rumah tangga jenis piring-piring dan minuman itusangat penting jika makanan terbaik diletakkan di sebuah tempat yang tidak baik adn kotor maka itu akan menghilangkan selara manusia dan sebaliknya, jika makanan biasa diletakkan di sebuah tempat yang indah bersih dan serasi maka selera seseorang akan bertambah. Oleh karena itu segala macam tempat baik kecil atau besar dan peralatan lain yang terdiri dari perak akan disediakan untuk para penghuni syurga. Dan perlu difahami bahwa perak di dunia berbeda dengan perak di sana.
10. Beragam anekan nikmah. Saat mereka memasuki syurga dan melihat nikmat-nikmat yang belum mereka rasakan mereka menyadari bahwa mereka sedang menyaksikan dengan mata kepala sendiri nikmat-nikmat yang tidak bisa disifati.
11. Kerajaan yang besar. Para penduduk syurga dari segi fasilitas pelayanan dan kedudukan begitu besarnya seakan-akan setiap dari mereka memilki pemerintahan tersendiri.
12. Aneka macam minuman syurgawi. Salah satu nikmat alllah Swt yang sering kali diulang dan dijanjikan adalah aneka macam minuman syurgawi. Minuman- minuman yang bukan hanya mencuri akal dan benak manusia akan tetapi membawa kebugaran dan ketenangan. Dalam ayat-ayat surah ad-Dahr telah disebutkan tiga macam minuman syurgawi:
a. Minuman Kapur oarng-orang yang baik dan berbudi luhur akan meminum sebuah minuman yang dicampur dengan minyak wangi kapur yang sangat bagus. Kapur adalah bahan anti bakteri yang biasa digunakan untuk memandikan mayit supaya badan mayit selamat dari bakteri, akan tetapi dalam bahasa arab kapur memiliki arti yang lebih luas lagi dan mencakup semua hal yang berbau wangi; dengan demikian maksud dari minuman kapur adalah minuman yang memiliki wangi khusus di mana saat para penghuni syurga meminumnya dari baunya mereka merasa bahagia.
b. Minuman zanjabil. Zanjabil dalam bahasa arab juga diartikan pada maksudnya yang masyhur juga dipakai untuk sebuah minyak wangi khusus, dan pada ayat ini arti kedua yang diinginkan oleh karena itu para penghuni syurga akan dituangi sebuah minuman yang dicampur dengan minyak wangi zanjabil.
c. Minuman yang suci. Minuman ketiga yang akan dinikmati oleh para penghuni syurga adalah minuman thahur di mana Allah yang akan menuang minuman tersebut.
Ungkapan yang berkaitan dengan tiga ungkapan di atas perlu dicermati; dalam minuman kapur dijelaskan mereka akan minum dengan tangan mereka sendiri. Dan pada minuman zanjabil diungkapkan dengan dituangi yang berarti merka akan dituangi minuman tersebut oleh para abdi-abdi. Sedang berkaitan dengan Syarab thahur dikisahkan tuhan mereka yang akan menuangnya.
Apa itu Syarab Thahur?
Dalam sebuah riwayat disebutkan saat para penghuni syurga meminum syarab thahur: minuman ini akan menyucikannya dari segala sesuatu selain allah[4]. Rasulullah Saw dalam hadis yang lain mengatakan faidah dari minuman thahur: Allah akan menyucikan hati mereka dengannya dari penyakit hasad.[5] Iri hati merupakan salah satu musibah kehidupan umat manusia terkadang manusia memiliki segala kenikmatan dan fasilitas, akan tetapi dia tidak sanggup melihat keberhasilan orang lain.
Pesan-pesan Ayat
1. Pentingnya membantu orang yang membutuhkan. Inti pembahasan 18 ayat surah ini berkaitan denga hal penting ini. Dan ini merupakan perhatian luar biasa Allah Swt terhadap mereka.
2. Kwantitas bukan tolok ukur.salah satu pesan penting ayat-ayat surah dahr ini adalah nilai sebuah amal beragntung kepada kwlitas dan bagaimana pekerjaan itu dilakukan. Karena sedekah yang mereka lakuka tak lebih dari beberapa kilo gandum, namun saat perbuatan itu dilandasi oleh keikhlasan maka Allah memberikan balasan yang luara biasa.
Catatan Kaki:
[1]Surah Al-Ankabut, ayat 65.
[2]Dalam hal ini terdapat beberapa riwayat yang dapat dirujuk dalam kitab Mizanul hikmah, bab 302, jilid 1, halaman 346.
[3] Payome Quran, jilid 6, hal 302.
[4] Bihar al-Anwar jilid 8, hal 118.
[5] Bihar al-Anwar jilid 8, hal 157.