Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Peran Perempuan dalam Kebangkitan al-Husain (Bagian Ketiga)

1 Pendapat 05.0 / 5

Dalam artikel sebelumnya telah disinggung tentang peran perempuan dalam kebangkitan al-Husain pada hari Asyuro, dalam lanjutan artikel ini kita akan coba mengupas tentang peran perempuan pasca Tragedi Asyuro.

Peran Perempuan Pasca Tragedi Asyuro

Syahidnya Imam Husain as merupakan detik-detik yang paling tragis dan sangat menyayat hati manusia manapun, khususnya bagi orang-orang yang menyaksikan langsung pembantaian dan perlakuan tidak manusiawi Umar bin Sa’ad serta bala tentaranya terhadap Imam Husain as dan para pembelanya. Bagaimana tidak, Imam Husain as yang merupakan manusia suci, cucu manusia termulia dan tersempurna di seluruh alam semesta ini -Rasulullah saw- dibunuh bak hewan. Kebiadaban para manusia durjana itu tidak cukup sampai di situ. Mereka menyerang kemah-kemah dan membakarnya. Busana dan perhiasan para perempuan dan laki-laki yang tersisa dari keluarga Imam Husain as dirampas secara paksa. Namun Zainab al-Kubro as tampil berwibawa. Keberanian dan kewibawaan yang telah beliau warisi dari kedua orang tuanya yang mulia. Beliau menjadi tempat berlindung para perempuan yang ketakutan menyaksikan sikap-sikap liar para tentara Yazid.

Saat Zainab al-Kubro as menyaksikan kemah-kemah telah dibakar, beliau menoleh ke arah Imam Sajjad as seraya berkata, “Wahai yang merupakan pusaka para pendahulu dan penolong orang-orang yang telah ditinggal, mereka telah membakar kemah-kemah kita semua, apa yang harus kami lakukan?” Imam Sajjad as menjawab, “Kalian semua harus lari meninggalkan kemah.”

Dalam riwayat Hamid bin Muslim ia berkata, “Aku melihat Zainab as masuk ke dalam kemah yang telah dipenuhi kobaran api. Kemudian beliau keluar dari dalam kemah dengan membawa seseorang. Aku mengira beliau mengeluarkan jenazah dari dalam kemah. Lalu aku mendekatinya supaya dapat melihat dengan jelas. Ternyata sosok tersebut adalah Imam Sajad as.” [1]

Itulah pengorbanan dan perjuangan Zainab as dalam membela penerus imamnya.

Menjaga keberlangsungan serta menyampaikan keimamahan pasca Imam Husain as, dan menyampaikan pesan Asyuro

Terdapat dua misi penting yang berada di pundak Zainab as pasca tragedi Asyuro; menjaga keberlangsungan serta menyampaikan keimamahan pasca Imam Husain as, dan menyampaikan pesan Asyuro sehingga revolusi Asyuro pun menjadi lebih sempurna. Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa para musuh Allah berkali-kali berusaha untuk membunuh Imam Sajjad as karena mereka tidak ingin seorang pun dari keluarga Imam Husain as hidup dan tersisa. Namun Zainab as terus menghalau mereka dan membela Imam Sajjad sehingga mereka tidak jadi membunuhnya. Sayidah Zainab as pernah berkata, “Demi Tuhan, selama aku masih hidup niscaya dia tidak akan pernah terbunuh.”[2]

Di sini jelas sekali bagaimana Zainab as memainkan peran yang sangat penting dalam peristiwa Asyuro. Sebagaimana mereka membela Imam Husain as dan menganggap beliau sebagai hujjah Allah di muka bumi dan imam zamannya, mereka pun selalu berusaha membela Imam Sajjad as sehingga garis keimamahan tidak putus dan mereka juga menganggap Imam Sajjad sebagai imam, hujjah Allah dan al-Qur’an an-Natiq (Quran yang berbicara).

Para musuh Allah dan Rasul-Nya yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad saw menawan keluarga Rasulullah bak para tawanan tentara kafir yang berhasil dikalahkan. Kepala Imam Husain as serta para syuhada Asyura ditancapkan di ujung tombak, bagaikan membawa kepala-kepala hewan sembelihan. Rombongan tawanan berjalan dengan lunglai, namun ketegaran dan kekokohan tetap terpancar dari raut wajah suci mereka karena mereka meyakini tugas berat masih berada di pundak mereka. Mereka harus membuka kedok busuk Yazid bin Muawiyah serta antek-anteknya dan kemudian menunjukkannya kepada dunia Islam serta mensosialisasikan risalah Asyuro seluas-luasnya.

Saat para musuh mengarak tawanan dan melewatkan mereka di antara jasad para syuhada, termasuk badan suci Imam Husain as yang di injak-injak pasukan dan kuda-kuda musuh, saat itu Zainab as mendekati jasad Imam Husain as dengan kesedihan yang mendalam. Sembari mengangkat jasad Imam Husain as dan dengan melihat ke arah langit beliau berkata, ” Allahuma taqabbal minna hadza al-Qurban”, “Ya Allah, terimalah persembahan ini dari kami.”[3] Sungguh menakjubkan ungkapan beliau. Semua musibah tersebut dianggap kecil jika semuanya dilakukan demi keridhoan Tuhannya.

Para tawanan pun diarak dari Karbala menuju Kufah. Pesta terbunuhnya Imam Husain as akan dirayakan di istana Ubaidillah bin Ziyad, gubernur Kufah. Sesampainya di kota Kufah, para penduduk berkumpul mengerumuni para tawanan untuk melihat keadaan mereka dari dekat. Melihat kondisi tawanan, lalu melemparkan makanan ke arah mereka. Namun Ummu Kultsum mengatakan kepada mereka bahwa keluarga Rasulullah saw diharamkan untuk menerima sedekah. Lantas beliau berkata, “Diamlah wahai penduduk Kufah, para laki-laki kalian telah membunuh orang-orang kami. Apakah pantas para perempuan kalian menangis untuk kami? Ketahuilah, Allah Swt akan menjadi hakim di hari pengadilan nanti dan akan mengadili kalian dan kami.”

Sedangkan Fathimah binti Husain as berkata, “Binasalah mereka yang tidak menolong imamnya. Binasalah mereka yang tidak membela imamnya. Tunggulah laknat Allah swt, laknat atas orang-orang zalim…”[4]

CATATAN :

[1] Muhammad Kazim Qazwini, Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi,  hal  247-248

[2] Muhammad Kazim Qazwini , Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi,  hal: 47.

[3]  Sayyid Nuruddin Jazairi, Khashaishu Zainab, hal 227.

[4] QS, adz-Dzariyat: 56