Budaya Tulis-Menulis dalam Islam
Penulisan merupakan media yang paling penting guna memindahkan pengetauan yang ada pada diri seorang manusia kepada yang lain. Dengan mencoba menengok kembali sejarah peradaban umat manusia, terbukti melalui penulisan, kita dapat menikmati puncak peradaban sekelompok manusia. Pendeknya, penulisan memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemindahan pengetahuan.
Ketika pertama kali AL-Qur’an diturunkan, sangat menekankan mengenai hal ini. Surat AL-Alaq, sanagt menekankan ta’lim (pengajaran), qiraat (membaca) dan qalam (pena). Artinya ilu dna penulisan memiliki posisi yag sangat penting dalam Islam. Dalam surat Al-Qalam, Allah swt bersumpah dengan qalam (pena). Lebih lagi, kata kataba yang berarti menulis berjumlah 57 dalam Al-Qur’an dan pecahan katanya seperti kitab berjumlah 262.
Berkaitan ayat dain (hutang-piutang) dalam surah Al-Baqarah ayat 282, Khatib Al-Baghdadi berkata:
“Allah memerintahkan untuk menuliskan masalah hutang piutang, agar tidak timbul masalah di kemudian hari, karena hilang, lupa atau ragu berkaitan dengannya. Bila hal ini pantas dilakukan, maka hal yang demikian lebih layak bila dikaitkan dengan agama agar tidak lenyap begitu saja, mengingat menjaganya lebih rumit ketimbang masalah hutang piutang”
Dengan melihat kenyataan ini, pantas jika dikatakan bahwa dalam Islam, AL-Qur’an lah yang pertama kali memperhatikan masalah ini dan mengajarkan kepada para pengikutnya.
Bagaimana dengan Nabi? Tentu saja, beliau sebagai penyampai dan penjelas Al-Qur’an dengan seluruh wujudnya menjelaskan hal itu. Beliau sendiri bersabda:
“Bit ta’limi ursiltu” (aku diutus untuk menyebarkan ilmu).
Hal ini menandakan bahwa pengutusan beliau telah meniupkanterompet perang anti kebodohan. Mungkinkah seseorang yag tugasnya menyebarkan ilmu, lupa mengajak para sahabatnya untuk menulis apa yang disampaikannya?
Riwayat-riwayat Nabi SAWW yang berkaitan dengan penulisan hadis menunjukan hal yang bertentangan dengan apa yang dinukilkan oleh mayoritas Ahlussunnah. Nabi SAWW bahkan sangat menekankan pentingnya menulis hadis. Berikut ini beberapa hadis yang berkaitan denga penulisan hadis: “Ikatlah ilmu dengan tulisan”
Diriwayatkan ada seorang sahabat Nabi (dari kalangan Anshor) duduk dengan penuh perhatian mendengar ceramah Nabi. Ucapan yang keluar dari bibir Rasulullah sebisa mungkin dihafalkannya namun sekeras apapun dia berusaha, tetap ia tidak mampu menghafalnya. Ketika Nabi SAWW selesai berceramah ia mendekati Nabi SAWW dan mengadukan ingatannya yang lemah spontan Nabi SAWW menjawab,
“Bantulah hafalanmu dengan tangan kananmu (tulisanmu)”
Abdulah bin Amr bin Ash berkata,
Apa saja yang kudengar dari Rasulullah SAW aku tulis, sehingga kau dapat menghafalnya”. Mendengar ini orang-orang Quraisy melarangku untuk menulis ucapan Nabi SAWW. Kata mereka,
“Engkau menulis apa saja yang kau dengar dari Rasulullah SAWW padahal dia juga manusia biasa yang ketika berbicara boleh jadi dalam keadaan marah atau senang”
Mendengar hal itu, aku tidak lagi menulis ucapan Rasulullah SAWW sampai suatu ketika aku sendiri menanyakan hal ini kepada Rasulullah SAWW. Beliau menjawab: “Tulislah! Denu Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidak ada kata-kata yang keluar dari ini (sambil menunjuk ke arah mulutnya) kecuali kebenaran”
Fakta mengungkap bahwa sejak dahulu, penulisan merupakan manifestasi sebuah peradaban dan manusia mempergunakannya sebagai media tukar menukar informasi.
Allah sendiri bersumpah demi qalam dan Nabi sAWW berusaha menekankan budaya tulis menulis kepada para sahabatnya melalui sebagian riwayat yag telah dinukil diatas. Dengan ini, mungkinkah akal sehat menerima bahwa Nabi sendirilah yang melarang penulisan hadis? Atau sekurang-kurangnya tidak menunjukan sikap apapun berkaitan dengan penulisan hadis.