Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Asyura dalam Ucapan Maksumin a.s. (Bag. 3)

1 Pendapat 05.0 / 5

6- Asyura menurut Imam Shadiq a.s.

Berkenaan dengan pentingnya Asyura, kesedihan, kedukaan, dan tangisan pada hari itu, Imam Shadiq banyak menyinggungnya, seperti beberapa contoh berikut ini:

Abdullah bin Sinan berkata, “Pada hari Asyura aku menghadap Imam Shadiq a.s. yang aku saksikan dalam keadaan bersedih dan berduka hingga air mata beliau menetes seperti butiran mutiara. Aku bertanya, “Wahai putra Rasul! Semoga Allah tidak menjadikan mata Anda selalu menangis. Gerangan apa yang menyebabkan Anda menangis?”

Imam Shadiq menjawab, “Apakah engkau lalai akan pentingnya hari ini? Apakah engkau tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada hari seperti ini?”

“Tuanku! Apa yang Anda katakan terkait puasa pada hari ini?” tanyaku

Beliau menjawab, “Berpuasalah pada hari ini dengan tanpa niat, akan tetapi jangan dilanjutkan hingga akhir, artinya berbukalah dengan air satu jam sebelum maghrib, karena pada saat itu peperangan dan fitnah besar sedang menimpa keluarga Rasul…”

Rawi berkata, “Setelah menjelaskan hal tersebut, Imam Shadiq a.s. menangis dahsyat hingga janggut beliau basah.””[1]

Abdullah bin Fadl Hasyimi juga berkata, “Aku menghadap Imam Shadiq a.s. dan bertanya, “Wahai putra Rasul! Kenapa hari Asyura disebut sebagai hari kesedihan, kedukaan, dan tangisan? Mengapa pentingnya kedukaan untuk Imam Husain pada hari ini tidak dimiliki oleh hari wafatnya Nabi, syahadahnya Ali, Fatimah, dan Imam Hasan Mujtaba?”

Imam Shadiq a.s. menjawab, “Bahwa hari (syahadah) Imam Husain merupakan musibah terbesar dibandingkan seluruh hari lainnya.[2]

Wahai Abdullah! Ketahuilah bahwa Ahlul Kisa’ ada 5 orang. Ketika Nabi saw wafat, orang-orang menyampaikan belasungkawa kepada 4 orang sisanya. Ketika Fatimah syahid, belasungkawa disampaikan kepada Imam Ali, Hasan, dan Husain. Ketika Imam Ali syahid, belasungkawa diberikan kepada Hasan dan Husain. Setelah syahadah Imam Hasan, belasungkawa ditujukan kepada Imam Husain. Namun ketika Imam Husain menemui syahadah, seolah-olah seluruh Ahlul Kisa’ menemui syahadah bersama-sama pada saat itu, kerena Imam Husain adalah satu-satunya yang tersisa dari mereka. Oleh karena itu, keagungan kedukaannya lebih besar.”[3]

Zainab pun menyinggung hal ini pada hari Asyura, “Pada hari ini (dengan syahadah Imam Husain) datukku Rasulullah, ayahku Ali, ibuku Fatimah, dan saudaraku Hasan meninggal dunia.”[4]

Dari Zaid Syaham juga dinukil, “Aku bersama sekelompok orang dari penduduk Kufah menghadap Imam Shadiq a.s. Salah seorang penyair Arab bernama Ja’far bin ‘Ifal datang. Imam Shadiq menghormatinya dan mempersilahkan duduk di dekat beliau. Beliau berkata, “Wahai Ja’far! Aku mendengar engkau menggubah syair-syair tentang Husain.”

Ja’far menjawab, “Aku menjadi tebusan Anda! Benar, tuanku.”

“Bacakanlah syair-syairmu itu!” seru Imam Shadiq.

Ja’far pun membacakan bait-bait syair dan membuat Imam dan orang-orang yang hadir menangis hingga tetesan air mata mengalir di pipi dan janggut beliau. Kemudian beliau berkata, “Wahai Ja’far! Malaikat hadir di tempat ini dan mendengar suaramu. Sedemikian rupa kita menangis hingga mereka pun ikut menangis, bahkan melebihi tangisan kita. Dengan ini Allah swt mewajibkan surga bagimu dan mengampunimu.”[5]

7- Pentingnya Asyura menurut Imam Musa Al-Kadhim a.s.

Periode Imam Musa Al-Kadhim merupakan periode penuh tekanan dan pengawasan Bani Abbas. Oleh karena itu, hidup beliau lebih banyak habis di tahanan. Majlis-majlis duka tidak begitu banyak terlaksana. Meskipun demikian, Imam Kadhim menampakkan kesedihan dan kedukaan beliau saat tiba hari-hari Asyura dan menyebut hari itu sebagai hari berkabung.

Imam Ridha a.s. berkata, “Dengan datangnya bulan Muharram, ayahku Musa bin Ja’far tidak menampakkan wajah ceria karena kesedihan menyelimuti seluruh jiwa beliau.”[6]

“Hari itu adalah hari musibah, kesedihan dan tangisan beliau.”[7]