Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Benarkah Kita Bersaudara?

1 Pendapat 05.0 / 5

Salah satu ajaran Al-Qur’an yang sering dilupakan oleh kaum muslimin adalah konsep “saudara seiman”. Padahal Al-Qur’an sering menekankan hal ini dalam banyak ayatnya. Allah swt Berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS.al-Hujurat:10)

Ayat ini menggunakan kata Innama yang memiliki arti Hasyr (hanya), yang menunjukkan bahwa seorang mukmin dengan mukmin yang lain adalah saudara, tidak ada hubungan yang lain.

Dan jika kita mencari ayat-ayat yang berhubungan dengan persaudaraan, kita akan temukan bagaimana Al-Qur’an menanamkan ajaran persaudaraan yang begitu mendalam. Kita akan temukan pesan itu dalam beberapa ayat berikut ini:

1. Dalam urusan Qishos.

Dalam Islam, seorang pembunuh akan diberi hukuman mati yang dikenal dengan hukum qishos. Akan tetapi karena sesama mukmin itu memiliki hubungan persaudaraan maka masih terbuka pintu maaf.

Allah swt Berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula).” (QS.al-Baqarah:178)

 

2. Dalam bergaul bersama anak yatim.

Allah swt Berfirman,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاَحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu.” (QS.al-Baqarah:220)

Pada akhir ayat ini, kita diajarkan untuk meletakkan posisi anak yatim sebagai “saudara”. Sehingga tidak ada perbedaan perlakuan antara anak-anak yang memiliki orang tua dengan mereka yang yatim. Atau antara yang miskin dengan yang kaya. Semua diperlakukan dengan sama sebagai “saudara”. Karena anak yatim dari kalangan muslimin adalah seperti anak dari saudara kandung kita.

 

3. Dalam menjaga hak dan kehormatan.

Allah swt Berfirman,

وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ

“Dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.” (QS.al-Hujurat:12)

Allah Menyebut orang muslim yang membicarakan aib dan tidak menjaga kehormatan orang lain seperti seorang yang sedang memakan bangkai saudaranya. Coba perhatikan bagaimana Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk menjaga hak dan kehormatan saudara kita !

 

4. Tidak melupakan dalam doa.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

 “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (QS.al-Hasyr:10)

 

Ke-empat ayat diatas ingin menunjukkan bahwa “saudara seiman” itu benar-benar saudara. Tidak hanya terucap di lisan tapi tertanam di hati. Karena hubungan persaudaraan itu adalah keterikatan hati yang tidak dibuat-buat. Seperti tercantum dalam Firman Allah swt,

وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً

“Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika dahulu kalian bermusuhan, lalu Allah Mempersatukan hati kalian, sehingga dengan karunia-Nya kalian menjadi bersaudara.” (QS.Ali Imran:103)

وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً مَّا أَلَّفَتْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَـكِنَّ اللّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan Dia (Allah) yang Mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah Mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS.al-Anfal:63)

Keterikatan hati antara orang mukmin adalah kenikmatan yang begitu besar yang wajib disyukuri. Namun sekarang kita akan bertanya kepada diri masing-masing.

Apakah kita benar-benar bersaudara? Dimanakah rasa persaudaraan itu? Mengapa sesama saudara saling menghujat? Saling mengkafirkan? Dan saling menumpahkan darah?

Bukankah Rasulullah saw bersabda,

“Orang-orang mukmin itu bersaudara. Darah mereka terjaga. Mereka adalah tangan bagi yang lainnya. Mereka berusaha melindungi (saudara) yang dibawahnya.”

Kita adalah saudara ! Benarkah kita bersaudara?

Jawabannya ada dalam diri kita masing-masing.