Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Menanti Kedatangan Imam Mahdi as

1 Pendapat 05.0 / 5

Pada hari Jumat, 8 Rabiul Awal tahun 260 Hijriyah, kabar syahidnya Imam Hasan al-Askari as tersebar ke seluruh penjuru kota Samarra, Irak dan masyarakat setempat bergegas menuju ke rumah duka. Imam gugur syahid karena diracun oleh al-Mu'tamid, khalifah Abbasiyah waktu itu.

Sekelompok kaum papa yang selama ini menyembunyikan kecintaannya kepada Imam al-Askari karena tekanan penguasa Abbasiyah, menangis histeris dan berduyun-duyun mendatangi rumah beliau.

Samarra belum pernah menyaksikan upacara berkabung seperti itu dalam sejarahnya. Semua orang berbicara tentang keutamaan dan kemuliaan akhlak Imam al-Askari as. Salah seorang pembantu dekat Imam dengan nama Muhammad bin Utsman bin Said Amri bertugas memandikan, mengkafani, dan menguburkan jenazah.

Jakfar, saudara Imam al-Askari, kemudian bangkit untuk memimpin shalat jenazah, namun seorang anak kecil tiba-tiba datang ke tengah barisan dan berkata, “Wahai pamanku! Berdirilah di belakang, aku lebih layak untuk menshalati jenazah ayahku.” Anak itu adalah Imam Mahdi as dan satu-satunya putra Imam al-Askari. Setelah menshalati dan menguburkan jenazah, Imam Mahdi kembali ke rumah dan sejak itu tidak ada satu pun yang melihat dia hadir di tengah pelayat.

Kabar keberadaan putra Imam al-Askari sampai ke masyarakat dan mendorong pasukan Abbasiyah mencari anak tersebut untuk dibunuh, namun mereka tidak menemukan jejaknya meskipun sudah melakukan penggeledahan. Allah Swt berkehendak menyembunyikan Imam Mahdi as sehingga kaum zalim tidak bisa menyakitinya.

Imam Mahdi selama 69 tahun membangun komunikasi dengan masyarakat melalui empat orang wakilnya. Pada tahun 329 H, beliau tidak lagi menunjuk wakilnya sebagai penghubung dan mulai menjalani fase ghaibat kubra (keghaiban jangka panjang). Sejak masa itu, masyarakat menanti kemunculan Imam Mahdi as dengan izin Tuhan untuk mendirikan pemerintahan global atas dasar keadilan, perdamaian, dan keamanan.

Semua agama samawi meyakini masa depan yang cerah bagi umat manusia, yang dibarengi dengan perdamaian, ketenangan, keamanan, dan keadilan. Kemunculan juru selamat ini akan menghancurkan orang-orang lalim dan kezaliman dan menggantikannya dengan keadilan universal.

Pemeluk agama Kristen meyakini juru selamat itu sebagai Nabi Isa as. Menurut mereka, Isa bin Maryam as telah disalib dan meninggal dunia, tetapi ia akan kembali lagi ke bumi pada akhir zaman.

Bangsa Yahudi percaya bahwa sosok yang dijanjikan itu adalah Messiah. Ratusan kali kejayaan Messiah ini disebutkan di kitab Talmud. Dalam agama Zoroaster (Majusi), juru selamat yang akan mengalahkan roh kejahatan adalah Saoshayant dan ia akan datang pada akhir zaman.

Dalam keyakinan kaum Muslim, perubahan besar dan global ini akan dilakukan oleh Imam Mahdi as. Dapat dikatakan masalah penantian merupakan sebuah pemikiran universal yang diyakini oleh semua agama. Perubahan yang dibawa Imam Mahdi as akan menyentuh seluruh penjuru dunia dan umat manusia memperoleh keuntungan darinya.

Kaum Muslim berdasarkan janji al-Quran, meyakini bahwa sejarah akan berjalan sesuai dengan sunnah Ilahi dan ketetapan Tuhan. Jika selama ini dunia dikuasai orang zalim, tapi pada akhirnya pemerintahan global akan jatuh ke tangan orang-orang saleh dan penegak kebenaran. Pada hari itu, keadilan akan tegak di muka bumi berdasarkan sunnah Ilahi.

Rasulullah Saw dan para pemuka agama menaruh perhatian terhadap masalah penantian, masa depan yang cerah, dan pembentukan pemerintahan global oleh hujjah Tuhan yang terakhir. Mereka selalu mengajak pengikutnya untuk tidak melupakan masalah penantian dan mewujudkan kondisi bagi kemunculan juru selamat. Sebab, jika masyarakat tidak siap dan tidak mempersiapkan diri untuk menyambutnya, Imam Mahdi as juga tidak akan datang.

Seorang ulama besar, Ayatullah Syahid Sadr menjelaskan bahwa kemunculan Imam Mahdi dan pembentukan pemerintahan orang saleh tergantung pada kesiapan iklim sosial.

Menurutnya, untuk menciptakan sebuah perubahan besar seperti itu, tidak cukup hanya dengan keberadaan pemimpin yang saleh. Jika tidak, sejak dulu Rasulullah Saw sudah memiliki syarat ini. Jadi, perubahan besar ini membutuhkan iklim global yang tepat di mana semua faktor eksternal sudah siap untuk menyambut sebuah revolusi besar.

“Faktor utama dalam menciptakan iklim yang tepat dan penerimaan pesan keadilan oleh masyarakat adalah perasaan tak berdaya yang muncul pada manusia berperadaban waktu itu. Perasaan ini muncul karena berbagai pengalaman manusia dari peradaban; sebuah peradaban yang telah melumpuhkan mereka dengan aspek negatifnya dan mereka sampai pada titik di mana benar-benar membutuhkan bantuan, dan dari lubuk jiwanya, mereka memfokuskan perhatiannya pada alam ghaib atau sumber yang tidak diketahui,” ujar Ayatullah Syahid Sadr.

Salah satu syarat untuk kemunculan Imam Mahdi adalah kesadaran dan kesiapan penuh manusia untuk menerima kebenaran dan melawan kezaliman. Seperti yang disebutkan, satu penyebab ghaibat Imam Mahdi karena masyarakat belum siap untuk menerima kebenaran dan hakikat.

Semua imam sebelumnya gugur syahid karena kebodohan masyarakat dan kezaliman penguasa. Oleh karena itu, Allah Swt menyembunyikan hujjah terakhir-Nya sehingga tercipta kondisi untuk kemunculannya.

Penantian adalah salah satu syarat lain untuk kemunculan juru selamat. Penantian ini akan mendorong manusia mempersiapkan diri dan menyingkirkan keputusasaan. Dalam riwayat Islam, harapan akan kemunculan Imam Mahdi disebut intizar al-faraj (menanti kedatangan juru selamat). Menurut ideologi Syiah, menanti kemunculan Imam Mahdi as meniscyakan adanya kesiapan spiritual dan moral.

Penantian ini memiliki banyak keutamaan seperti sabda Rasulullah Saw, “Pekerjaan terbaik umatku adalah intizar al-Faraj." Intizar al-Faraj bukan berarti berpasrah diri pada keadaan, tetapi sebuah gerakan untuk mempersiapkan kondisi bagi kedatangan juru selamat.

Misi seluruh para nabi akan terwujud dengan kedatangan Imam Mahdi as dan umat manusia mencapai kesempurnaan sejati. Pada masa itu, Imam Mahdi akan melakukan pekerjaan yang belum pernah dilakukan oleh nabi atau penguasa mana pun di sepanjang sejarah.

Orang-orang yang ingin menjadi pembela Imam Mahdi as, mereka harus fokus pada perbaikan dan penyucian diri serta melangkah menuju kesempurnaan spiritual sehingga mendapatkan kelayakan untuk menyertai beliau.

Jelas bahwa untuk menyongsong sebuah revolusi global dan mengejar tujuan besar, manusia harus menempa diri dan mempersiapkan dirinya. Hanya orang-orang besar, bijak, berani, dan ksatria yang siap menyambut perubahan besar ini.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei, menilai salah satu tugas utama para penanti Imam Mahdi as adalah mensucikan diri dan bersiap untuk berperang melawan orang-orang zalim.

“Penantian berarti kita mempersiapkan diri untuk menjadi seorang tentara Imam Zaman… tentara yang ingin berhadapan dengan semua pusat kekuatan dan kerusakan dunia membutuhkan penyucian diri, pengetahuan, dan makrifat… kita tidak boleh berpikir bahwa karena Imam Zaman akan datang dan memenuhi bumi dengan keadilan, jadi saat ini kita sudah tidak punya kewajiban. Tidak, justru sebaliknya, kita hari ini memiliki kewajiban untuk bergerak sejalan dengan itu sehingga kita mempersiapkan diri untuk kedatangan beliau,” jelasnya.

Menurut Ayatullah Khamenei, keyakinan tentang Imam Mahdi bukan berarti mengasingkan diri. “Hari ini, jika kita menyaksikan kezaliman, ketidakadilan, diskriminasi, dan arogansi di setiap titik dunia, ini semua adalah sesuatu yang akan diperangi oleh Imam Mahdi dengan kedatangannya. Jika kita tentara Imam Mahdi, kita harus mempersiapkan diri untuk memerangi semua hal tersebut.”

Jadi, seorang penanti harus mengumpulkan segenap kemampuannya untuk menghadapi kebatilan, menegakkan keadilan, dan menyerukan persatuan. Seorang penanti harus aktif melawan dekadensi moral di masyarakat, memperjuangkan kebenaran dan keadilan di setiap waktu dan tempat, serta memerangi kezaliman dan kerusakan.