“MENCELA SAHABAT”
“Mencela sahabat” telah menjadi sarana propaganda dan semacam lisensi persekusi, diskriminasi dan intimidasi serta alasan penyesatan dan pengkafiran atas Syiah. Karena ia perlu dibedah secara blak-blakan demi menghindari anggapan bertaqiyah dalam poin-poin sebagai berikut :
A. MENCELA
1. “Mencela” secara etimologis dalam KBBI adalah mengatribusi sesuatu yang dianggap cela atau buruk oleh pencela. Secara terminologis adalah atribusi sifat buruk atas sesuatu via ucapan dan tulisan.
2. Pengertian “mencela” adalah kontra pengertian memuji. Karena itu ada dua macam; terpuji alias baik dan tercela alias buruk
3. Mencela yang dalam bahasa disebut dzamm (ذم) berbeda dengan mencaci yang dalam bahasa Arab disebut sabba (سب) dan syatama (شتم) yang berarti menyebut seseorang dengan sebutan yang tak sesuai dengan dirinya. Mencela tertuju kepada perbuatan dan karakter, sedangkan mencaci tertuju kepada orang karena kebencian personal.
4. Mencela pada dasarnya adalah perbuatan bebas nilai atau netral. Ia bisa menjadi perbuatan baik bila yang dicela adalah sesuatu tercela dalam fakta. Ia bisa pula dan bisa pula menjadi perbuatan buruk bila yang dicela adalah sesuatu yang tidak tercela dalam fakta. Dengan kata, mencela tak niscaya perbuatan tercela atau buruk dan tidak mencela tak mesti perbuatan terpuji atau baik.
5. Mencela atau pencelaan memerlukan tiga elemen penting; a) pencela atau subjek yang mencela, b) celaan atau atribut yang mengandung kata cela; c) tercela atau obek yang dicela.
6. Mencela sahabat tidak boleh bahkan tidak mungkin terjadi karena “mencela” dan “sahabat” adalah dua kata yang mengandung dua pengertian yang tidak koheren. Yang dicela pastilah bukan sahabat pencela, meskipun mungkin dia adalah sahabat bagi selain pencela. Kesimpulannya: “mencela sahabat” adalah premis invalid.
7. Pencela adalah subjek yang (karena alasan-alasan yang dianggapnya valid atau karena sesuatu yang dianggapnya sebagai referensi faktual) melakukan pencelaan.
8. Yang dicela adalah objek pencelaan berupa perbuatan yang dianggap oleh pencela sebagai sesuatu yang buruk.
9. Secara primer objek pencelaan adalah perbuatan, bukan pelakunya, karena manusia pada dasarnya bersifat netral. Ia menjadi tercela dan terpuji secara sekunder karena perbuatannya, bukan karena personalitasnya.
B. SAHABAT
1. Kata ‘sahabat’ dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab. Menurut kitab kamus Lisan al-Arab, kata as-Shâhib dan bentuk jama’ nya (plural), shahhab, ashab, shihhab dan shahabah. Dalam al-Mufradât, disebutkan bahwa kata ash-shâhib adalah yang menemani (al-mu’asyir) dan yang selalu menyertai kemanapun (al-mulâzim). Sahabat secara etimologis adalah orang yang menjadi penyerta seseorang dalam pergaulan di luar keluarga karena kesamaan-kesamaan tertentu.
2. Dalam sejarah Islam, kata sahabat menjadi salah satu isu yang sensitif dan menimbulkan polemik sektarian berkepanjangan. Sebagian besar ulama menganggap shâhib sebagai kata yang niscaya berkonotasi positif. Karena itu, mereka menganggap semua sahabat Nabi sebagai orang-orang yang baik tanpa cela, bahkan terbaik sepanjang zaman hingga kiamat.
3. Karena menganggap seluruh sahabat Nabi sebagai baik bahkan terbaik, sebagian dari mereka menuduh kelompok lain yang memandang sahabat sebagai kata dengan pengertian netral alias tidak auto baik dan tidak mesti buruk (tapi ditentukan perbuatan masing-masing) sebagai pencela sahabat Nabi.
4. Karena menetapkan sahabat siapapun termasuk sahabat Nabi sebagai terma netral, kelompok Syiah berpandangan bahwa menganggap seluruh sahabat Nabi sebagai baik bahkan terbaik tidak selaras dengan banyak fakta sejarah, bertentangan dengan bermacam teks riwayat dan bertolak belakang dengan logika yang mendorong setiap manusia mengutamakan “apa” atas “siapa”, juga bertabrakan prinsip teologi.
5. Karena menganggap shahib atau shahabah sebagai kata dengan pengertian netral, tidak mesti positif dan tidak semata-mata negatif, kelompok Syiah tidak menganggap seluruh sahabat Nabi sebagai orang yang bebas dosa.
6. Sebelum memeluk Islam, sebagian besar sahabat adalah para penyembah berhala, musyrik, bahkan sebagian pernah mengubur bayi perempuannya dan melakukan tindakan-tindakan buruk juga tercela. Dalam setiap perbuatan, apa pun dan siapa pun pelakunya, berada dalam domain sistem nilai dengan parameter baku baik dan buruk.
7. Baik merupakan predikat bagi suatu tindakan yang mengundang pujian. Sedangkan buruk adalah predikat bagi suatu tindakan yang mengundang celaan. Kelompok Syiah berusaha melihat tindakan sebagian para sahabat dengan parameter baku tersebut. Karena penilaian atas tindakan-tindakan memiliki ukuran dan bukan tuduhan serta fitnah terhadap sahabat.
8. Karena menjadi Muslim tak otomatis tak berbuat buruk, maka perbuatan buruk siapapun adalah perbuatan tercela. Keagamaan seseorang tidak menjamin kebaikan perbuatannya. Perbuatan apapun yang telah dilakukan, baik dan buruk, sebelum dan sesudah taubat takkan hilang sebagai fakta. Itulah yang disebut rekam jejak yang umumnya menjadi salah satu kriteria krediibitas bagi siapapun, terutama rokoh masyarakat dan tokoh agama.
9. Pada dasarnya perbuatan buruk adalah yang membuat pelakunya tercela, bukan pencela. Dengan kata lain, tanpa dicela pun pelaku perbuatan buruk pasti tercela.
10. Sebenarnya bila mau mengikuti kehendak berpolemik, Syiah bisa membalikkan tuduhan yang sama kepada kelompok yang telah menuding Syiah mencela dan mencaci sahabat Nabi, kelompok karena sebagian kalangan non Syiah mengkafirkan ayah dan ibu Nabi juga pamannya, Abu Talib. Mengkafirkan orang Mukmin yang hidup pada masa Nabi SAW dapat dianggap sebagsi mencela sahabat. Ringkasnya, setiap kelompok punya dasar sendiri dalam memandang sahabat Nabi.
Di luar poin-poin di atas, Ayatullah Khamenei dan Ayatullah Sistani, sebagai dua ulama paling disegani oleh umat Syiah mengharamkan segala tindakan yang bisa dianggap merendahkan simbol dan figur yang domuliakan oleh umat Islam. Itu artinya, tak perlu lagi mengangkat isu ini meski mungkkn terdapat teks-teks tak populer mengesankan hal itu.