Di Bawah Naungan Perlindungan Mentari ke-11
Pertama kami ucapkan selamat berbahagia atas wiladah Imam Hassan Askari as, kepada semua pecinta Ahlul Bait, Nabi Muhammad Saw.
Lorong-lorong kota Madinah kembali dipenuhi semerbak wewangian, dan suara kepak sayap malaikat. Langit bergemuruh karena suara kepak sayap para malaikat. Mereka berduyun-duyun turun dari Arash ke bumi. Seluruh penjuru Madinah tenggelam dalam kegembiraan, dan cahaya.
Imam kesebelas, engkau salah satu keindahan langit yang disaksikan kawan maupun lawan, mereka mengagungkanmu, dan tanpa disadari memujimu.
Di hari kedelapan bulan Rabiu Tsani 232 Hijriah Qamariah, kabar kelahiran salah satu cucu Nabi Muhammad Saw terdengar di seantero kota Madinah, dan menyebabkan kegembiraan warganya.
Suara bayi mulia ini memperindah kota, anak itu, bintang kecil itu, tidak lain adalah Imam Hassan Askari as yang dikenal dengan kunya, Abu Muhammad.
Nabi Muhammad Saw bersabda, Ahlul Baitku layaknya bahtera Nuh, siapa yang berlindung di dalamnya akan selamat, dan siapa yang terpisah darinya, akan tenggelam, dan binasa. Oleh karena itu, mematuhi perintah Nabi Muhammad Saw, kitapun berlindung di dalam bahtera keselamatan Imam Kesebelas, dan berharap bisa menjadi pengikutnya yang baik.
Imam Hassan Askari as meneruskan kepemimpinan umat Islam pada usia 28 tahun, pada kondisi kehidupan yang sangat sulit. Langkah awal dan asasi yang beliau lakukan adalah mengenalkan Islam murni dari Nabi Muhammad Saw, dan menjelaskan pemikiran-pemikiran konstruktif, dinamis, dan menghidupkan.
Langkah penting berikutnya adalah mengikis keraguan, dan menjawab soal-soal yang dilemparkan para penentang, dan ulama kerajaan yang menjual agama, sehingga memunculkan kembali cahaya, dan rasionalitas Islam.
Imam Hassan Askari untuk memajukan tujuannya, harus berhadapan dengan kondisi, dan hambatan yang sulit. Kebijakan para khalifah Bani Abbas didasarkan pada penipuan, dan pemaksaan. Pada kondisi seperti ini, Imam Askari harus mengorganisir para pengikut Syiah, dan supaya mereka tidak putus asa.
Di sisi lain, kekuatan, dan penyebaran luas Syiah di masa Imam Askari, menyebabkan pemerintahan khalifah Abbasi terpaksa mengepungnya, dan tidak membiarkan Imam Askari melakukan aktivitas apapun. Namun Imam memanfaatkan semua kesempatan yang ada untuk memberikan hidayah, dan memimpin kebangkitan Syiah.
Di masa kepemimpinannya yang cukup singkat, Imam Askari melakukan banyak pekerjaan besar, termasuk upaya-upaya Imam di bidang pengetahuan, menciptakan jaringan komunikasi dengan pengikut Syiah di sejumlah wilayah dengan menentukan wakil, dan mengirim utusan serta pesan.
Di antara aktivitas politik rahasia Imam Askari adalah mendukung, dan memberi sokongan dana kepada pengikut Syiah, memperkuat dan memberi penjelasan politik kepada orang-orang penting dari pengikut Syiah dalam menghadapi berbagai permasalahan.
Selain itu, Imam Askari juga membangun semangat optimisme di tengah masyarakat, dan kaum revolusioner, serta mempersiapkan publik, khususnya para pengikut Syiah, untuk menghadapi keghaiban putranya Imam Mahdi af.
Langkah Imam Askari ini untuk mencegah jangan sampai kelak di kemudian hari masyarakat merasa putus asa, dan ragu. Imam ingin masyarakat yakin bahwa janji pasti Ilahi, pasti akan terwujud. Kabar baik yang difirmankan Allah Swt dalam surat Al Qasas ayat 5,
وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)”
Imam Hassan Askari dari sisi budi pekerti, menjadi teladan utama bagi masyarakat. Penulis kitab Al Fusul Al Muhimmah, Ibnu Sabagh Maliki yang termasuk ulama abad ke-9, dan bermazhab Ahlu Sunnah, terkait Imam Hassan Askari menulis, sifat mulia, akhlak, dan keutamaan, semua berkumpul dalam dirinya. Ia memiliki semua kekhususan yang diperlukan untuk menjadi seorang Imam, dan pemimpin.
Dari sisi ilmu pengetahuan dan kezuhudan, kesempurnaan akal, dan keterjagaan dari dosa, keberanian, kemuliaan, dan keagungan serta banyak perilaku yang mendekatkan orang pada Tuhan, ia unggul dari selainnya, artinya semua karakteristik yang dimiliki kakeknya terkait kepemimpinan, dengan tegas atau dengan isyarat tentang khilafah, dan pengganti beliau, sudah disampaikan.
Bukan hanya para pengikutnya, bahkan musuh dengan jujur memuji Imam Askari. Mutamid Abbasi di masanya, memenjarakan Imam Askari, dan terus menanyakan kondisi dan perilaku beliau dengan harapan akan menyaksikan perubahan sikap Imam dalam kondisi semacam itu, atau apakah beliau akan tetap bertahan pada sikapnya yang tidak kompromi, melanjutkan perlawanan dan perjuangan.
Namun setiap kali orang bayarannya melaporkan, Mutamid Abbasi menyadari bahwa Imam Askari bukan hanya tidak berubah sikap, setiap hari beliau berpuasa, dan malam hari sibuk melakukan shalat, dan ibadah.
Salah satu petugas dinasti Abbasiyah sehubungan pertemuan dirinya dengan Imam Askari di penjara menuturkan, saat ia melihatku, sedemikian tertariknya aku pada pesona Ilahi, dan spiritualitasnya sampai seolah aku bukan lagi pemilik jiwaku sendiri.
Maka dari itu akhirnya Mutamid Abbasi untuk menipu opini publik, memerintahkan membebaskan Imam Askari dari penjara. Pada kenyataannya inspirasi Imam Askari datang dari ayat 153 Surat Al Baqarah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّـهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Imam Hassan Askari di tengah kesulitan, dan kesusahan selalu menjadi rujukan masyarakat, dan dengan adanya berbagai pembatasan serta hambatan dari khalifah untuk menjalin kontak dengan masyarakat, beliau berusaha mengatasi kesulitan mereka. Besarnya kemuliaan, dan kedermawanan Imam Askari menjadi berkah, dan dimanfaatkan oleh banyak orang. Hal ini dikutip Ali bin Ibrahim, ia menjelaskan,
“Kesulitan finansial, membuat hidupku sangat berat. Aku tidak tahu bagaimana caranya mengusir naga-naga kemiskinan dari rumahku. Aku mendengar Imam Askari adalah orang yang dermawan, dan selalu membantu orang-orang miskin. Bersama putraku dalam keadaan sulit, dan gelisah, aku pergi ke rumah Imam. Di tengah jalan, putraku berkata, semoga Imam memberiku uang 500 dirham, 200 dirham akan kugunakan membeli pakaian, 200 dirham yang lain untuk membeli tepung, dan sisanya untuk keperluan keluarga yang lain.”
"Putraku berkata lagi, jika Imam menambahnya dengan 300 dirham, akan kugunakan 100 dirham untuk membeli tunggangan, 100 dirham yang lain untuk membeli pakaian, dan sisanya untuk bepergian. Di tengah pikiran yang sibuk membayangkan apa yang akan terjadi, akhirnya kami tiba di rumah Imam Askari, dan kami mengetuk pintu rumah beliau. Pelayan Imam keluar, dan tanpa basa basi langsung berkata, jika kalian adalah Ali bin Ibrahim, dan putranya, silahkan masuk."
"Dengan terkejut kami memasuki rumah Imam. Kepadaku Imam berkata, mengapa baru sekarang kalian mendatangiku, sehingga aku baru bisa memenuhi kebutuhan kalian. Aku merasa malu. Imam Askari kemudian berbicara sedikit tapi tidak menyinggung soal uang, dan kamipun tidak menyampaikan kebutuhan kami, serta berapa uang yang kami perlukan, lalu kamipun meminta izin kepada Imam untuk pulang."
"Pelayan Imam mengantarkan kami sampai ke pintu, dan memberikan dua kantung kepada kami lalu berkata, di dalam kantung ini terdapat uang 500 dirham untuk Anda (Ali bin Ibrahim), sehingga bisa memenuhi kebutuhan keluarga Anda. Di dalam kantung yang ini ada 300 dirham untuk Anda (Muhammad putra Ali) untuk membeli tunggangan, pakaian dan biaya perjalanan."
"Tertegun dengan apa yang sudah terjadi pada kami, kami terima kantung uang tersebut, dan meminta izin kepada pelayan Imam. Pikiran kami sibuk memikirkan apa yang sudah terjadi, dan kemurahan hati Imam Askari membuat kami terpana, dan kamipun bergegas pergi dari rumah beliau."
Imam Askari as, sebagaimana para pendahulunya, untuk menyebarkan, dan memperdalam ajaran Islam murni Nabi Muhammad Saw, tidak pernah berhenti bekerja keras, dan selain memberikan pencerahan kepada masyarakat, juga mendidik orang yang kelak menjadi tokoh.
Setelah hidup selama 28 tahun, pada tahun 260 Hq, Imam Hassan Askari as, akhirnya meneguk cawan syahadah setelah diracun. Makam suci beliau terdapat di kota Samarra, Irak, dan selama bertahun-tahun menjadi tempat ziarah para pecinta Ahlul Bait as.