Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Sanggahan Terhadap Pendapat yang Mengatakan Epilepsi Atau Ayan Sebagai Sumber Al-Quran.

1 Pendapat 05.0 / 5

Kaum muslimin memiliki keyakinan bahwa kitab suci Al-quran bersumber dari wahyu ilahi, bukan ciptaan ataupun hasil karya Muhammad SAWW. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya literatur yang ditulis oleh para ulama dalam hal ini.

Keyakinan ini berbeda dengan apa yang disebutkan oleh sebagian kalangan dari pengkaji Al-Quan dari barat atau orientalis. Dimana mereka memandang bahwa kitab suci ini merupakan buah karya Muhammad SAWW yang dilatar belakangi oleh epilepsi atau ayan.

Dalam kitab wahy-e Syenasi disebutkan: Setelah berabad-abad kepercayaan orang Kristen Barat pada wahyu, dengan munculnya ilmu-ilmu baru di abad keenam belas yang mencari penyebab material untuk setiap fenomena, beberapa sarjana Kristen mulai mengingkari adanya ruh manusia, menyangkal hubungan manusia dengan yang tak terlihat, dan menganggap wahyu sebagai takhayul yang diwarisi dari sisa-sisa masa lalu. Oleh karena itu mereka mengatakan bahwa para nabi mengalami sakit jiwa dan delusi. Sejalan dengan itu, beberapa orientalis telah memperkenalkan fenomena ini sebagai semacam penyakit mental dan epilepsi dengan dalih perubahan keadaan Nabi Muhammad (SAW) selama terjadinya proses wahyu.[1]

Lebih lanjut di Dalam buku Masale-e Wahy Wa Pasukh Be Syubahat-e An, disebutkan: Beberapa orientalis menganggap ajaran wahyu Nabi sebagai akibat dari penyakit mental yang dimilikinya dan percaya bahwa apa yang telah diriwayatkan atas nama wahyu dan keadaan pingsan bagi Nabi (SAW) Ini adalah penyakit “epilepsi” di mana ketika dia pingsan dia membacakan sesuatu kepada orang-orang; Dengan anggapan  bahwa hal itu diturunkan oleh Allah kepadanya. Atau keadaan tidak sadar inilah yang disebut dengan keadaan histeris.[2]

 Kritik terhadap teori epilepsi dan kegilaan sebagai sumber Al-Quran

pandangan wahyu semacam ini tidak memiliki alasan yang masuk akal karena hanya didasari oleh kecurigaan dan keras kepala. Untuk menyangkal klaim ini, penulis akan sebutkan beberapa argumen berikut:

pertama: tidak ditemukannya bukti bahwa nabi mengidap epilepsi atau ayan. Di dalam kitab Wahy-e Syenasi di jelaskan seperti berikut: Tidak ada bukti adanya epilepsi atau penyakit mental pada Nabi Muhammad (SAW). Untuk hal ini, bahkan beberapa sarjana Kristen telah mengkritik mereka yang menyebutnya epilepsi dan sakit jiwa dengan menyatakan: Tidak ada tanda-tanda kegilaan dan epilepsi dalam diri Muhammad (SAW).[3]

Kedua: gejala epilepsi dan apa yang terjadi peda diri nabi Muhammad SAWW saat menerima sangat jauh berbeda. Mushthafa Karimi menjelaskan: Kondisi ini tidak memiliki kemiripan dengan efek epilepsi. Seseorang dengan epilepsi mengalami kelainan, menunjukkan perilaku yang tidak seimbang dan delusi, dan setelah sembuh, tidak menyadari apa yang telah dia lakukan atau katakan. Sementra Sejarah tidak pernah melaporkan satupun dari efek-efek ini pada Nabi Muhammad (SAW). Setelah proses pewahyuan berakhir, beliau hafal semua dan membacakannya kepada masyarakat dan penulis wahyu tanpa ada perubahan apapun. Dan dengan penuh keyakinan, dia menafsirkan, menjelaskannya dan mengajak mereka kepada kebenaran serta melaksanakan perintah-perintah wahyu Tuhan.[4]

Ke tiga: Prasyarat untuk kepemimpinan yang benar dan sukses dalam mencapai tujuan adalah kesehatan fisik dan mental, yang selalu terlihat pada para nabi ilahi. Menurut riwayat, akal mereka adalah akal tertinggi. Lagi pula, jika keadaan wahyu sama dengan keadaan epilepsi, mengapa keadaan ini terjadi hanya ketika wahyu ilahi diturunkan kepada Nabi; Tidak di lain waktu? Lebih jauh, mengapa penyakit seperti itu tidak dilaporkan sebelum Nabi diangkat menjadi rasul?[5]

Ke empat: epilepsi mengganggu sistem saraf dan menyebabkan kelemahan dan kecacatan. Bagaimana mungkin penyakit ini mempromosikan seseorang ke tingkat rasul dan pemimpin? Atau bahkan dapatkah itu menempatkan seseorang pada tingkat kefasihan dan retorika tertinggi yang mengejutkan dunia? Atau bahkan menjadikannya seorang yang mampu menyusun hukum dan syariat? Bisakah penyakit ini menempatkan seseorang pada posisi tinggi yang akan tampil dengan kebesaran dan kemuliaan selama berabad-abad dan menembus hati jutaan orang? [6]

Jelas dari argumen yang telah dipaparkan di atas bahwa Alquran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAWW bukanlah bersuber  dari penyakit mental atau epilepsi, sebab keempat sanggahan tersebut sudah cukup untuk membuktikan kesalahan anggapan tersebut.

CATATAN:

[1] Karimi, Musthafa, Wahy-e Syenasi, hal: 98, cet: Intesyarat-e Muasses-e Amuzesy-e Wa Pedzuhesyi-e Imam Khumaini Rahmatullah, Qom, 1387 HS

[2] Alawi Mehr, Husain, Masale-e Wahy Wa Pasukh Be Syubahat-e An, hal:267, cet: Markaz-e Bainal Milali-e Tarjume Wa Nasyr-e  Al-Musthafa, qom, 1392 HS/ 1434 H.

[3] Karimi, Musthafa, Wahy-e Syenasi, hal: 99, cet: Intesyarat-e Muasses-e Amuzesy-e Wa Pedzuhesyi-e Imam Khumaini Rahmatullah, Qom, 1387 HS

[4] Ibid, hal: 100

[5] Alawi Mehr, Husain, Masale-e Wahy Wa Pasukh Be Syubahat-e An, hal:267, cet: Markaz-e Bainal Milali-e Tarjume Wa Nasyr-e  Al-Musthafa, qom, 1392 HS/ 1434 H

[6] Ibid, hal: 267.