Imam Baqir, Pancaran Mentari Keilmuan dan Keutamaan Akhlak(2)
Imam Baqir juga dikenal sebagai orang yang sangat peduli dengan kondisi masyarakat di zamannya. Beliau tanpa pamrih membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Memenuhi kebutuhan material dan spiritual orang lain menjadi aktivitas sosial terpenting Imam Baqir.
Selain mendengarkan keluhan dan penderitaan masyarakat, beliau terjun memberikan bantuan sesuai kebutuhan, sekaligus menebarkan ketentraman dan kedamaian.Terkait hal ini, Imam Sadiq berkata, "Suatu hari aku menemui ayahku. Ketika itu beliau tengah sibuk membagikan delapan ribu dinar kepada orang-orang yang membutuhkan di Madinah, dan membebaskan sebelas budak."
Imam Baqir menjadikan hari libur, terutama hari Jumat dikhususkan untuk infaq dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Berkaitan dengan masalah ini, Imam Sadiq berkata, "Meskipun kemampuan finansial ayahku lebih kecil dibandingkan anggota keluarga lain, dan pengeluarannya lebih besar dari yang lain, tapi setiap hari Jumat beliau membantu orang-orang yang membutuhkan, bahkan jika hanya membantu dengan satu dinar sekalipun. Beliau berkata, 'Pahala sedekah kepada orang yang membutuhkan di hari Jumat lebih utama, sebagaimana kedudukan hari Jumat yang lebih utama dari pada hari lainnya dalam sepekan."
Agama Islam sangat menekankan berbuat baik kepada orang lain, dan menjadikannya sebagai nilai-nilai moral yang tinggi. Mengenai pentingnya masalah ini, Imam Baqir berkata,"Senyuman seorang Mukmin kepada saudara sesama Muslim sangat terpuji. Menghilangkan duka termasuk kebaikan.Tidak ada penghambaan kepada Allah yang lebih utama dari membahagiakan hati sesama Mukmin."
Imam Baqir sangat bahagia bisa menggembirakan orang lain. Beliau menyampaikan kembali sabda Nabi Muhammad Saw kepada masyarakat mengenai keutamaan membahagiakan orang lain. Rasullullah bersabda, Orang yang membahagiakan sesama Mukmin sama seperti membahagiakanku dan menyenangkan Allah swt. Terkadang beliau bercanda yang baik untuk membahagiakan orang lain. Imam Baqir berkata, "Sesungguhnya Allah swt mencintai orang yang bercanda [terpuji], dengan syarat tidak disertai perkataan buruk dan tercela."
Imam Sadiq berkata, "Ayahku senantiasa sibuk berzikir. Ketika makan pun, beliau berzikir. Ketika berada di tengah masyarakat beliau tetap berzikir, dan kalimat "La ilaha ilallah" senantiasa keluar dari mulutnya. Di waktu dini hari beliau mengajak kami semua beribadah hingga terbit fajar. Beliau memerintahkan membaca al-Quran kepada [sebagian] anggota keluarga, dan yang lain mengucapkan zikir".
Muhammad bin Munkadir, salah seorang ulama Sunni, berkata, "Aku tidak percaya Ali bin Husein memiliki seorang anak dengan keutamaan dan keilmuan seperti dirinya, hingga aku bertemu dengan puteranya bernama Muhammad bin Ali.... Ketika itu aku menuju daerah di sekitar Madinah, dan cuaca saat itu sangat panas. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan Muhammad bin Ali. Beliau orang yang kuat dan saat itu tengah bekerja di ladang. Aku menyapanya, "Wahai pemuka para pembesar Quraisy, di tengah cuaca terik ini Anda tengah mencari harta dunia."
Muhammad bin Munkadir ingin mendengar jawaban dari Imam Baqir. Lalu ia mendekati beliau yang tengah bekerja di ladang untuk memberikan nasehat. Ulama Sunni ini kembali bertanya kepada Imam Baqir, "Wahai pemuka pembesar Quraisy, Anda keluar dari rumah untuk mencari dunia, bagaimana jika kematian menjemputmu dalam keadaan seperti ini ?"
Mendengar perkataan ini, Imam Baqir menjawab, "Demi Allah, jika kematian menjemputku dalam keadaan saat ini, aku meninggal dunia di saat sedang beribadah dan taat kepada Allah. Sebab, aku bekerja di ladang di tengah cuaca terik supaya tidak mengulurkan tangan meminta bantuan engkau, dan orang lain. Ya, aku hanya mengkhawatirkan satu hal, kematian menjemputku ketika aku sedang bermaksiat kepada Allah swt, ". Mendengar jawaban dari Imam Baqir, Muhammad bin Munkadir berkata, "Tuhan merahmatimu, aku hendak memberikan nasehat kepadamu, tapi engkau telah memberikan nasehat penting untukku."