Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pembagian Bid’ah dalam Pandangan Imam Syafi’i

1 Pendapat 05.0 / 5

Pada tulisan-tulisan sebelumnya, sedikit banyaknya telah kita ketahui apa yang dimaksud dengan bid’ah. Beberapa pandangan ulama dari berbagai mazhab terkait pengertian bid’ah telah kami paparkan. Dengan berbagai macam pandangan tersebut kedepannya kita bisa uraikan apakah perayaan peringatan maulid Nabi Saw termasuk bid’ah atau tidak.

Pada tulisan kali ini, penulis ingin memaparkan lagi satu pandangan dari imam Mazhab Syafi’i yaitu Muhammad bin Idris As-Syafi’i terkait persoalan bid’ah. beliau berpandangan bahwa bid’ah terbagi menjadi dua macam yaitu bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Hal ini seperti yang termaktub dalam kitab Hilyatul Auliya milik Abu Na’im Al-Isbahani.

“…Bercerita kepada kami Harmalah bin Yahya ia berkata: aku mendengar Muhammad bin Idris As-Syafi’i berkata: bid’ah ada dua macam, bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Maka bid’ah yang selaras dengan sunnah maka itu terpuji, dan yang bertentangan dengan sunnah maka itu tercela”.[1]

Dan di kitab Manaqib As–Syafi’i milik Al-Baihaqi, tercatat juga pandangan dari imam Syafi’i yang lebih luas terkait pembagian bid’ah menjadi dua bagian.

“…telah bercerita pada kami As-Syafi’i ia berkata: pembaruan-pembaruan itu termasuk dalam perkara-perkara yang terbagi menjadi dua:

Pertama, sesuatu hal baru yang bertentangan dengan Kitab (Alquran) atau Sunnah, atau Atsar, atau Ijma’, ini adalah bid’ah yang sesat.

Kedua, sesuatu hal baru yang termasuk dalam kebaikan yang di dalamnya tidak bertentangan terhadap salah satu dari yang ini, maka ini adalah pembaruan yang tidak tercela.”[2]

Itulah pandangan yang diutarakan oleh imam Syafi’i terkait bid’ah, pada bahasan selanjutnya kita bisa mengupas perihal maulid Nabi Saw bersandarkan pada pandangan tersebut. Jika kita sandarkan pada pandangan tersebut terkait mereka yang mengatakan bahwa maulid Nabi Saw adalah bid’ah, apakah bid’ahnya masuk pada bid’ah yang terpuji, yang berarti tidak bertentangan dengan Al-Quran, Sunnah atau yang lainnya, ataukah masuk pada bid’ah yang tercela dan sesat?

Wallahu A’lam

[1] Hilyatul Auliya wa Thabaqot Al-Asfiya Juz 9 Hal. 113 Cet. Darul Kitab Al-Arabi

[2] Manaqib As-Syafi’i Hal. 469 Cet. Makatabah Darut At-Turast – Kairo