Imam Hasan Askari, Benteng Pertahanan Islam
Imam Hasan Askari dilahirkan tahun 232 Hijriah di kota Suci Madinah. Beliau banyak menghabiskan hidupnya di kota Samara, Irak selama 28 tahun. Samara saat itu menjadi pusat pemerintahan Khalifah Abbasiah. Sepanjang hidupnya beliau giat membimbing umat dan menghidupkan serta menjaga ajaran suci Islam. Di hari kelahiran Imam Hasan Askari, kita akan mengkaji bersama aktivitas beliau dalam menjaga ajaran suci Islam.
Salah satu dimensi penting kehidupan keluarga Rasulullah (Ahlul Bait) adalah menjaga akidah dan ajaran Islam. Mereka siap menderita guna menjaga Islam, karena setelah wafatnya Rasulullah, kehidupan Ahlul Bait sangat sulit khususnya di era pemerintahan dinasti Umawiyah dan Abbasiah.
Kedua pemerintahan yang mengaku sebagai wakil umat Islam ini sangat keras memperlakukan Ahlul Bait sehingga keluarga Rasulullah ini kian terbatas geraknya untuk menyebarkan Islam dan membimbing umat. Kondisi ini wajar mengingat para pemimpin saat itu memiliki kebijakan yang tidak sejalan dengan apa yang digariskan Rasulullah dan keluarga beliau, bahkan cenderung memusuhi keluarga suci ini.
Dalam kondisi inilah, Ahlul Bait berjuang mati-matian mempertahankan ajaran Rasulullah yang dihadiahkan kepada umat manusia. Kedudukan tinggi mereka sebagai penjaga ajaran Islam disabdakan Imam Baqir as sebagai berikut, "Ulama pengikut Ahlul Bait seperti penjaga yang berbaris menghadapi syaitan dan tentaranya. Ulama ini mencegah serangan syaitan dan sekutunya terhadap pengikut kami yang tidak mampu menghadapi serangan tersebut. Ingatlah bahwa kedudukan para ulama seperti ini lebih tinggi ribuan kali dari tentara yang berperang menghadapi musuh Islam. Hal ini disebabkan karena ulama penjaga akidah dan ajaran Islam."
Imam Hasan Askari hidup di era khalifah Abbasiah dan di saat maraknya penyebaran mazhab sesat. Saat itu dapat dikatakan sebagai era paling berbahaya bagi keselamatan ajaran suci Islam, karena bidah dan ajaran sesat ramai bermunculan.
Imam Hasan dalam sebuah sabdanya berkata," Allah Swt Yang Maha Pemurah telah memberikan rahmat dan mengirim manusia agung Rasulullah kepada umat manusia. Allah Swt memberi kalian hidayah hingga memeluk Islam. Allah Swt juga meletakkan kecintaan di hati kalian terhadap keluarga Rasulullah."
Program utama perjuangan Imam Hasan Askari adalah mengokohkan dasar-dasar keagamaan dalam masyarakat Islam. Ini adalah langkah paling logis di era maraknya penyimpangan agama dan politik, khususnya menghadapi kebijakan pemerintah arogan yang menghalalkan segala cara demi melanggengkan kekuasaan mereka. Dengan strateginya ini, Imam Hasan Askari berhasil menyelamatkan umat Islam dari lingkaran kebodohan dan ancaman penyimpangan beragama.
Dalam sebuah kesempatan Imam Hasan Askari memprediksikan nasib bidah agama kepada salah satu sahabatnya. Beliau berkata, "Wahai Abu Hasyim! Akan datang suatu masa di mana wajah seseorang tersenyum namun hatinya dipenuhi kegelapan. Mereka menyebut sunnah Rasulullah sebagai bidah dan bidah mereka sebagai sunnah. Mereka memandang hina orang mukmin. Ketahuilah orang-orang seperti ini telah menyimpang dari kebenaran."
Di sisi lain, pengawasan ketat dari pemerintah dan pembatasan terhadap Imam Hasan Askari membuat beliau tidak dapat berhubungan langsung dengan pengikutnya. Namun beliau tidak putus asa dalam menyebarkan dakwahnya dan membimbing umat. Dalam hal ini beliau menulis dan menyebarkan surat yang ditujukan kepada pengikutnya secara rahasia. Sebaliknya, para sahabat dan pengikut Imam Askari juga melakukan hal serupa dalam menanyakan berbagai persoalan baik agama maupun lainnya kepada imam mereka melalui surat.
Imam Hasan Askari meninggalkan banyak tulisan dan surat yang berisi bimbingan dan jawaban dari pertanyaan umat Islam. Salah satu contohnya adalah surat Imam Askari kepada Ishaq bin Ismail Neishaburi. Di surat ini Imam menjawab pertanyaan Ishaq bin Ismail terkait sejumlah kewajiban muslim soal khumus dan zakat.
Imam berkata, "Sesungguhnya Allah Swt menetapkan kewajiban kepada kalian dengan rahmatNya dan bukannya karena kebutuhan-Nya kepada kalian. Kewajiban ini ditetapkan karena kecintaan-Nya kepada kalian supaya keburukan terpisah dari kebaikan. Oleh karena itu, Allah menetapkan kewajiban haji, umrah, shalat, zakat, puasa serta patuh kepada pemimpin (wilayah) kepada kalian. Untuk memahami kewajiban ini, Allah membuka pintu lebar-lebar dan memberikan kalian kuncinya. Jika tidak ada Rasulullah dan Ahlul Baitnya, kalian pasti tersesat dan tidak akan memahami satu pun kewajiban tersebut. Apakah untuk memasuki kota selain pintu ada jalan lain ? Oleh karena itu, Allah Swt telah berbuat baik kepada kalian dengan menetapkan para Imam sesudah Rasulullah."
Imam Hasan Askari memerangi kelompok sesat yang mengatasnamakan Islam. Beliau berulangkali memperingatkan para sahabat dan pengikutnya akan bahaya kelompok-kelompok sesat yang berkedok Islam. Hal ini beliau lakukan karena pemikiran sesat merupakan penghalang utama upaya untuk mendalami ajaran Islam dan penyebarannya. Suatu hari Imam Hasan Askari mendapat berita bahwa Ahmad bin Hilal memiliki kecenderungan sufisme dan menipu umat Islam dengan kata-kata manisnya. Ahmad bin Hilal puluhan kali bepergian ke Makkah dengan berjalan kaki. Tingkah laku Ahmad bin Hilal ini dipandang masyarakat sebagai bentuk spiritualnya.
Imam Hasan Askari tanpa memandang kedudukan Ahmad bin Hilal di tengah masyarakat menulis surat dan meminta umat Islam menjauhi orang seperti ini. Beliau berkata, "Waspadahlah kalian! Orang-orang yang berkedok sufi adalah perampok orang mukmin. Mereka mengajak manusia ke jalan kemunkaran. Bagi umat Islam yang berhadapan dengan orang seperti ini harus menjaga dengan betul agama dan keimanannya."
Imam Hasan Askari ketika membimbing berbagai lapisan masyarakat menggunakan metode yang berbeda dan disesuaikan dengan kondisi setiap lapisan. Terkadang beliau cukup menulis surat, namun terkadang juga beliau memberi peringatan serta wejangan. Ibn Syahrasub, sejarawan kawakan Islam menulis, Ishaq al-Kindi, filosof muslim dan tinggal di Irak sejak beberapa waktu memilih memencilkan diri dan menjauhi masyarakat. Seluruh waktunya dihabiskan untuk menulis buku anti al-Quran. Ia menganggap bukunya memuat berbagai kontradiksi al-Quran.
Salah satu murid Ishaq Kindi mendatangi Imam Hasan Askari dan dengan sedih menyatakan kepada Imam bahwa kami tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi gurunya secara keilmuan. Kemudian beliau mengajari orang tersebut ilmu untuk menghadapi Ishaq Kendi.
Beberapa hari kemudian, sang murid pun mendatangi gurunya dan berdiskusi tentang ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Perlahan namun pasti al-Kindi akhirnya memahami kebenaran dan mengetahui bahwa perkataan muridnya tersebut bukan berasal dari dirinya sendiri tapi dari pribadi suci seperti Imam Hasan Askari. Setelah diskusi tersebut al-Kindi akhirnya bertobat dan membakar bukunya.
Imam Hasan Askari mendidik dengan tekun sahabat dan pengikutnya serta menekankan kepada mereka untuk jujur, membersihkan diri dan beramal saleh. Hal ini beliau lakukan demi menjaga ajaran suci Islam. Imam menyadari sepenuhnya usaha memperdalam dan menyebarkan ajaran Islam terletak pada penerapan nilai-nilai Islam itu sendiri. Karena ketika iman dan amal saling berhubungan dengan kokoh maka pengaruhnya pun semakin kuat. Oleh karena itu, beliau menekankan kepada pengikutnya untuk mengoreksi diri dan tidak memandang remeh dosa.
Salah satu ajaran akhlak dan bimbingan Imam Hasan Askari dapat kita temukan dalam sebuah jawaban beliau kepada Abu Hasyim. Abu Hasyim berkata, “Suatu hari saya tengah bermunajat kepada Allah Swt dan meminta untuk digolongkan ke dalam hamba-hamba-Nya yang ikhlas. Saat itu Imam mengetahui keadaanku dan langsung bersabda, Wahai Abu Hasyim ! kamu berada dalam kelompok-Nya karena kamu mengimani-Nya dan utusan-Nya. Kamu mengenal dengan baik para kekasih Allah dan mengikutinya. Maka kabar gembira bagi kamu wahai Abu Hasyim.”
Ketika itu, Imam Hasan Askari berargumentasi dengan ayat 56 surat al-Maidah dan berkata, “Mereka yang menerima kepemimpinan dan wilayah Allah serta Rasul-Nya telah digolongkan ke dalam kelompok-Nya. Sejatinya Imam menekankan bahwa secara praktis manusia harus patuh terhadap Allah dan Rasul-Nya serta mendahulukan perintah-Nya dari kepentingan pribadi.”