Penulisan dan Penghimpunan Hadis
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Rasul Ja’fariyan
- Sumber:
- Dikutip dari buku karyanya "Penulisan dan Penghimpunan Hadis"
Para Imam Ahlulbait a.s. telah memerintahkan penulisan hadis kepada para sahabatnya kendati pada saat awal-awal masa keimamahan para imam terdapat larangan penulisan hadis nabi. Mereka takut dan enggan untuk menulis hadis. Kalaupun mereka menulisnya, hal itu hanya untuk membantu hafalan saja.
‘Alba ibn Ahmar meriwayatkan bahwa suatu ketika Imam Ali ibn Abi Thalib a.s. dalam khutbahnya yang disampaikan dari atas mimbar berkata: “Siapa yang mau membeli pengetahuan dengan harga sedirham?”
Lalu AI-Harits ibn al-A’war membeli kertas seharga satu dirham lalu datang kepada Imam Ali dan menulis sejumlah besar pengetahuan di kertas tersebut. (Thabaqat al-Kubra, jil. 6, hal. 168)
Riwayat ini menunjukkan penekanan Imam Ahlulbait terhadap penulisan hadis.
Imam Hasan bin Ali a.s. diriwayatkan pernah menasihati putranya sebagai berikut: “Sekarang kamu adalah putra umat yang akan menjadi pemukanya di masa depan. Pelajarilah ilmu; dan siapapun di antara kamu yang tak sanggup menghapal ilmu (yaitu hadis), catatlah dan peliharalah hadis itu di rumahmu.” (Biharul Anwar, jil. 2, hal. 152)
Diriwayatkan bahwa Hujr ibn Adi menulis hadis dalam sebuah buku, dan ia merujuk pada buku tersebut kapan pun ia butuhkan untuk mendapatkan petunjuk dalam masalah-masalah tertentu. (Thabaqat al-Kubra, jil. 6, hal. 220)
Contoh-contoh ini mengungkapkan betapa pentingnya penulisan hadis dalam pandangan Imam Ali, para putra, dan sahabatnya. Perhatian Syiah terhadap penulisan fikih sangatlah kuat. Alasan di baliknya adalah keyakinan kepada para imam mereka bahwa mereka adalah pembimbing dan yang dibimbing oleh Tuhan dan karenanya, seluruh fatwa mereka bersifat mengikat. Karena itu, mereka memberikan perhatian kepada fatwa dan keputusan imam. Dengan alasan inilah himpunan pertama dibuat oleh kalangan Syiah, yaitu oleh Sulaim ibn Qais al-Hilali, seorang yang hidup sezaman dengan al-Hajjaj. (Tarikh al-Adab al-‘Arabi, bab al-Ashr al-lslami, hal. 453)
Allamah Sayyid Syarafuddin menulis: “Imam Ali dan para pengikutnya menaruh perhatian terhadap masalah ini sejak awal. Hal pertama yang diperintahkan oleh Imam Ali adalah menulis Alquran secara utuh, yang dilakukannya setelah wafatnya Nabi Saw sesuai urutan kronologis turunnya wahyu. Dalam penulisan itu, dia pun menunjukkan ayat-ayat yang ‘amm atau khash, muthlaq atau muqayyad, muhkam atau mutasyabih. Setelah proses penghimpunan itu, dia mulai menghimpun sebuah buku untuk Fathimah, yang kemudian dikenal sebagai Shahifah Fathimah. Ibn Sa’ad telah mengisahkan hal ini dalam sebuah musnad dari Imam Ali di akhir karyanya yang terkenal, al-Jami’. Pengarang Syi’ah yang lain ialah Abu Rafi’, yang menghimpun sebuah karya yang disebut Kitab al-Sunan wa al-Ahkam wa al-Qadhaya.”
Al-Najasyi dalam Fihristnya menyebutkan Abu Rafi sebagai salah seorang pengarang Syiah generasi pertama. Sebagai pengikut Imam Ali, Abu Rafi ikut serta dalam peperangan membela Imam Ali dan mengepalai Baitul mal di Kufah. Karyanya, Kitab al-Sunan wa al-Ahkam wa al-Qadhaya, yang dimulai dengan bab tentang salat, diikuti oleh bab tentang puasa, haji, zakat, dan penilaian hukum,
Putranya, Ali ibn Abi Rafi (seorang Tabiin dan pengikut Syiah terkemuka) juga telah menyusun sebuah buku yang berisikan berbagai tema hukum, seperti wudu, salat, dan sebagainya.
Diriwayatkan oleh Muhammad ibn Udzafir al-Shairafi. Dia berkata: “Saya bersama al-Hakam ibn Uthaibah berkunjung kepada Imam Baqir. Al-Hakam menyampaikan kepadanya suatu pertanyaan. Abu Ja’far (Imam Baqir) sangat menghormatinya. Mereka berselisih pendapat tentang suatu hal, tatkala Abu Ja’far berkata, ‘Anakku, bangunlah dan ambilkan kitab Ali untukku.’ Ia lalu membawa sebuah buku besar. Imam membukanya dan melihat-lihatnya sampai menemukan masalah itu. Lalu Abu Jafar berkata, ‘Ini adalah tulisan tangan Imam Ali sendiri dan didiktekan oleh Rasulullah …” (Rijal al-Najasyi, hal. 255)
Semua contoh riwayat di atas menunjukkan kekuatan dan keaslian hadis-hadis Syiah. Ini karena, disamping keberlanjutan bimbingan dari para imam yang ma’shum hingga pertengahan abad ke-3 Hijriyah, tradisi ini telah menghasilkan sejumlah besar pengarang yang sejak masa Imam Jafar Shadiq telah menghasilkan banyak karya. Walhasil, Mazhab Syiah telah menghasilkan sejumlah besar karya yang berfungsi sebagai landasan fikih Syiah dan pengetahuan yang begitu lengkap meski selalu ada banyak bahaya yang terus-menerus menyertai mereka.