Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Aqiqah Nabi SAWW Setelah Kenabian, Dalil Keabsahan Maulid

1 Pendapat 05.0 / 5

Pada tulisan-tulisan awal telah banyak disebutkan bahwa bid’ah adalah membuat suatu amalan baru dalam ajaran Islam yang tidak memiliki dasar baik berupa dalil umum maupun khusus.

Atas dasar ini, amalan yang memiliki landasan baik berupa dalil yang bersifat umum maupun khusus akan keluar dari kategori bid’ah dengan sendirinya.

Sebagaimana telah disebutkan pada beberapa tulisan sebelumnya bahwa peringtan maulid Nabi SAWW memiliki landasan dalam syari’at, oleh karena itu amalan tersebut bukanlah amalan bid’ah yang harus dihindari, akan tetapi justru masuk dalam kategori amalan yang dianjurkan karena ditopang oleh dalil.

Menambahkan bukti-bukti yang telah dimuat pada seri sebelumnya, di sini akan diutarakan dalil lainnya yang dapat dijadikan sebagai landasan maulid Nabi SAWW berupa aqiqah yang dilakukan oleh Rasulullah untuk dirinya setelah kenabian. Jalaludin Suyuti dalam hal ini mengatakan:

“(aku berkata): sungguh telah nyata bagiku pengeluaran hukumnya (maulid) atas dasar yang lain. Iaitu hadits Baihaqi dari Anas di mana Nabi SAWW melakukan aqiqah untuk dirinya setelah kenabian, sementara ada bukti yang menyatakan bahwa kakek beliau Abdul Muththalib telah mengakikahkannya pada hari ke tujuh pasca kelahiran. dan padahal aqiqah tidak diulang dua kali. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Nabi SAWW harus dimaknai sebagai ekspresi rasa syukur karena Allah telah menjadikannya sebagai rahmat bagi semesta dan sebagai penetapan syari’at bagi ummatnya, sebagaimana halnya beliau selalu bershalawat atas dirinya karena hal tersebut. Maka disunnahkan juga bagi kita untuk mengekpresikan rasa syukur atas kelahiran beliau dengan melakukan perkumpulan, memberi makan dan lain sebagainya yang merupakan bentuk dari mendekatkan diri (kepada Allah) dan ekspresi kebahagian.[1]”

Penjelasan di atas dapat memberikan pemahaman bahwa aqiqah yang dilakukan oleh Nabi SAWW setelah kenabian dapat dijadikan landasan bagi perayaan maulid Nabi SAWW.

Hal itu mengingat bahwa aqiqah tersebut dilakukan oleh Rasulullah sebagai bentuk rasa syukur karena telah dijadikan sebagai rahmat bagi semesta, bukan sebagai aqiqah sebagaimana biasanya. Sebab Nabi telah diaqiqahkan oleh kakeknya pada hari ke tujuh pasca kelahiran beliau.

Oleh karena itu, sebagai ekspresi rasa syukur, kita juga dapat melakukan maulid Nabi SAWW.

[1] Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman, al-Hawi li al-Fatawa, jil:1, hal: 196, cet: Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, 1982 M.