Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Argumentasi Epistemologis Integrasi Ilmu (1) Islamisasi Ilmu Pengetahuan

1 Pendapat 05.0 / 5

Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Salah satu gagasan yang berusaha untuk mencari titik temu antara agama dengan ilmu pengetahuan adalah konsep islamisasi ilmu pengetahuan. Gagasan ini dipelopori oleh Ismail Raji al-Faruqi dan Naquib al-Attas. Meskipun keduanya memiliki semangat mempertemukan kembali antara agama dengan ilmu pengetahuan, namun keduanya memiliki penekanan yang berbeda didasari pada apa yang menjadi problem mendasar keterpisahan antara ilmu pengetahuan dan agama itu sendiri.

Jika melihat dari istilah “Islamisasi” ilmu, kita bisa membangun asumsi bahwa ilmu-ilmu yang ada hari ini sudah tidak lagi Islami atau dengan kata lain, ilmu-ilmu yang berkembang pada hari ini sudah tidak memiliki nilai-nilai keislaman sehingga perlu adanya sebuah proses mengislamkan ilmu-ilmu tersebut. Islamisasi adalah sebuah proses pengislaman ilmu pengetahuan. Namun, yang jadi pertanyaan adalah apa yang dimaksud dengan proses pengislaman atau islamisasi tersebut? Apakah dari segi ontologis, memasukkan kembali nalar metafisiknya? Atau dari segi epistemologisnya membangun jembatan pertemuan atau kesatuan antara subjek dan objek? Atau dari segi fiqh, segala sesuatu yang berhubungan dengan sains harus dilabeli halal?

Oleh karena itu, kita perlu memahami problem mendasar dari dikotomi ilmu pengetahuan dan agama yang dipahami baik oleh Ismail Raji al-Faruqi maupun Naquib al-Attas dalam artikel ini.

 

Epistemologi – Pandangan Dunia

Ketika berbicara tentang paradigma Barat tentang ilmu pengetahuan, maka yang perlu dilacak adalah akar epistemologis yang memengaruhi konstruksi pandangan dunianya. Menurut para pemikir, dualisme pemikiran di Barat terjadi pada tataran epistemologi.  Hal ini kemudian menyebabkan pandangan dunia yang juga dikotomis, bahkan lebih dari itu aliran empirisme akan meniscayakan sebuah pandangan dunia materialis yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan metafisika. Peniadaan metafisika inilah yang kemudian menjadikan pada penerapannya ilmu menjadi netral dan tanpa nilai.

Isma’il Raji al-Faruqi merespon dualisme itu dengan memberikan solusi pada wilayah worldview atau pandangan dunianya. Pandangan dunia dengan paradigma Barat yang menyingkirkan metafisika merupakan problem besar yang mendasari keterpisahan antara ilmu pengetahuan dengan agama. Oleh karena itu, baik al-Faruqi maupun Naquib Al-Attas menawarkan gagasan ‘Islamisasi Ilmu’ dengan membangun pandangan dunianya dengan konstrukso tauhid.

Bagi al-Faruqi, Islam membangun pandangan dunianya tidak hanya berdasarkan pemikiran filsafat yang bersifat spekulatif, tetapi juga didasari oleh wahyu Tuhan yang terdapat di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW serta didukung dengan alat epistemologi lainnya yaitu, akal dan intuisi. Dengan demikian, kata kunci dari Islamisasi Ilmu di sini adalah penyatuan dualisme yang disebut dengan tauhid.  Tauhid adalah bagian dr pandangan dunia atau bahasa filsafatnya kita kenal dengan konstruksi ontologis. Meskipun tauhid menjadi pijakan mendasar utk membangun gagasan Islamisasi Pengetahuan, namun pada gagasannya tersebut banyak memperbaiki konsep pada wilayah epistemologis.

 

Islamisasi Pengetahua ; Formulasi dan Proses

1. Formulasi

Al-Faruqi dan al-Attas mendefinisikan Islamisasi Ilmu dengan semangat yang sama namun dengan cara yang bebeda. Al-Faruqi mendefinisikan bahwa Islamisasi Ilmu merupakan sebuah proses atau usaha untuk meredefinisi, menyusun kembali data-data, membangun ulang argumen serta rasionalisasi, serta membangun proyeksi serta tujuan baru untuk disiplin-disiplin ilmu demi meluasnya wawasan dan khazanah keislaman. Adapun al-Attas mendefinisikannbahwa Islamisasi ilmu merupakan proses pembebasan manusia dari tradisi mitologis, animistis dan kultur yang bertentangan dengan Islam dan juga pembebasan dari paham sekuler.

Menurut M. Zainuddin, Islamisasi merupakan upaya pembebasan dari belenggu paradigma pengetahuan yang dibangun oleh Barat seperti positivisme, sekular. Adapun menurut Osman Bakar, Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah sebuah program yang berupaya memecahkan masalah yang timbul akbiat dari perjumpaan sains dengan Islam.

Dengan demikian, Islamisasi Ilmu adalah sebuah gagasan yang memiliki semangat untuk membangun dan mempertegas paradigma baru ilmu pengetahuan yang lepas dari cengkraman paradigma Barat yang selama ini sudah memengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan di seluruh dunia.

2. Proses

Al-Attas menjelaskan proses Islamisasi Ilmu yang lebih mengarah pada teknis yaitu, proses islamisasi ilmu itu memiliki dua tahapan yaitu, tahapan pertama ialah, menghindari elemen dan unsur-unsur keilmuan yang berhubungan dengan paradigma Barat. Tahapn kedua ialah, mengganti istilah Barat dengan elemen dan unsur-unsur yang ada di dalam Islam. Salah satu contohnya ialah, menghindari penggunaan bahasa, istilah atau terminologi  yang digunakan di keilmuan Barat. Istilah solidaritas yang digunakan Emil Durkheim diganti dengan istilah Ashobiyyah konsep yang digagas oleh Ibnu Khaldun.

Berbeda dengan al-Attas, al-Faruqi menjelaskan proses Islamisasi ilmunya lebih filosofis. Fokus pertama al-Faruqi ada pada paham dualisme di Barat yaitu dualisme kebenaran subjek dan objek.  Bagi al-Faruqi, kebenaran itu harus tunggal, tidak boleh ada dua. Oleh karena itu, al-Faruqi mendasari Islamisasi ilmu pengetahuannya pada pondasi TAUHID. Adapun secara teknis, tampaknya al-Faruqi lebih realistis yaitu, tidak hanya sekedar mengganti bahasa dan istilah seperti al-Attas tetapi lebih mengakar dan epistemik yaitu, berupaya menyelaraskan kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran wahyu.

Kita ketahui bahwa kebenaran ilmu pengetahuan berangkat dari pengetahuan yang bersumber dari akal (rasionall) dan pengalaman (empiris), sementara itu kebenaran agama berangkat dari wahyu. Oleh karena itu, al-Faruqi berusaha untuk menyelaraskan kebenaran keduanya sehingga nanti akan mengkerucut pada satu kebenaran yang saling mendukung satu sama lain dan tidak ada lagi kebenaran dualisme seperti di Barat. Konsep al-Faruqi ini adalah salah satu contoh integrasi keilmuan dalam Islamisasi Ilmu.