Memahami Kemaksuman Nabi Saw Melalui Al-Quran

Jika kita membaca tulisan sebelumnya, terkait dengan definisi kemaksuman, maka dengan berbekal itu, saatnya kita mencari tahu adakah ayat al-Quran yang mengindikasikan kemaksuman nabi. Dengan mengkaji hal di atas, maka sedikit-banyak akan memantapkan kita akan kemaksuman seorang nabi.

Seperti yang kita tahu, diutusnya seorang nabi, salah satu tujuannya ialah mengantarkan manusia pada kesempurnaan; menuntun mereka dari kebodohan menuju pribadi yang penuh dengan pengetahuan; dari masa yang dipenuhi kegelapan menuju masa yang terang-benderang dan sebagainya.

Dengan mengetahui tujuan pengutusan seorang nabi, maka salah satu hal yang harus dimilikinya ialah, bahwa ia harus suci dari semua kesalahan dan kekurangan. Kalau kita sedikit berpikir, bagaimana mungkin Allah Swt mengutus sosok manusia yang dipenuhi dengan kesalahan, sementara tugasnya adalah memberi petunjuk manusia lainnya pada kebenaran.

Jika Allah Swt mengutus manusia yang dipenuhi kesalahan, maka tak menutup kemungkinan, ia bakal menyesatkan umatnya. Tentu, hal ini bertentangan dengan lutf-nya (kasih sayang) Alllah Swt dan sifat adil yang dimiliki-Nya. Oleh karenanya, seorang nabi haruslah bersih dari kesalahan dan kekurangan.

Di dalam surah Shad, Allah mengindikasikan bahwa ada sekelompok orang yang berada di luar jangkauan gangguan iblis. Dan mereka adalah manusia yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah Swt, yang disebutnya sebagai orang-orang mukhlas (Orang yang ikhlas/bersih/suci dari dosa dan kesalahan).

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ(82)

إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ(83)

Iblis berkata, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas (suci/bersih) di antara mereka.”

Masih di dalam surah yang sama, Allah berifirman di ayat lain sebagai berikut.

وَٱذْكُرْ عِبَٰدَنَآ إِبْرَٰهِيمَ وَإِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ أُو۟لِى ٱلْأَيْدِى وَٱلْأَبْصَٰر(45)

إِنَّآ أَخْلَصْنَٰهُم بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى ٱلدَّارِ(46)

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.”

Selain itu, Allah berfirman di dalam surah Maryam ayat 51 tentang Nabi Musa yang suci.


وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مُوسَىٰ ۚ إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang ikhlas dan seorang rasul dan nabi.”

Sederet ayat di atas menunjukkan kepada kita tentang keterjagaan seorang nabi dari segala bentuk kesalahan, dan bahkan gangguan dari Iblis. Nabi Muhammad Saw yang dijulukui sebagai sayyidul mursalin (penghulu para Rasul), tentu juga termasuk di dalam ayat-ayat di atas. Perlu penulis tegaskan kembali, kalau ayat di atas secara tidak langsung menunjukkan bahwa seorang nabi atau rasul haruslah bersih dari segala bentuk kesalahan dan kekurangan. Wallahu a’lam bi ash-shawab.