Ketika Nabi Dinasihati

Sosok seorang nabi di tengah-tengah umatnya adalah sebagai hujjah Allah Swt yang dengan mengikutinya, manusia dapat melangkahkan pijakannya pada jalur yang benar, yang seharusnya dituju dan dikehendaki olehNya.

Hal ini tentunya meliputi seluruh para nabi dan rasul, terutama sosok penghulu dari mereka yaitu Nabi Muhammad Saw.

Kendati demikian terdapat banyak keterangan yang memggambarkan beberapa tindakan atau prilaku dari beliau Saw yang terlihat bertolakbelakang dengan sifat dan perannya di atas.

Seperti yang telah diulas pada pembahasan-pembahasan sebelumnya, kali ini kita juga akan mengulas isi sebuah riwayat yang menghadirkan pertanyaan besar bagi pembacanya tentang peran Nabi Muhammad Saw.

Seperti riwayat berikut ini:

حَدَّثَنَا یَحْیَى بْنُ بُکَیْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا اللَّیْثُ، قَالَ: حَدَّثَنِی عُقَیْلٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ أَزْوَاجَ النَّبِیّ صَلَّى اللهُ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ کُنَّ یَخْرُجْنَ بِاللَّیْلِ إِذَا تَبَرَّزْنَ إِلَى المَنَاصِعِ وَهُوَ صَعِیدٌ أَفْیَحُ ” فَکَانَ عُمَرُ یَقُولُ لِلنَّبِیِّ صَلَّى اللهُ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ: احْجُبْ نِسَاءَکَ، فَلَمْ یَکُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ یَفْعَلُ “، فَخَرَجَتْ سَوْدَةُ بِنْتُ زَمْعَةَ، زَوْجُ النَّبِیِّ صَلَّى اللهُ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ، لَیْلَةً مِنَ اللَّیَالِی عِشَاءً، وَکَانَتِ امْرَأَةً طَوِیلَةً، فَنَادَاهَا عُمَرُ: أَلاَ قَدْ عَرَفْنَاکِ یَا سَوْدَةُ، حِرْصًا عَلَى أَنْ یَنْزِلَ الحِجَابُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ آیَةَ الحِجَابِ

Dari Aisyah; bahwasannya isteri-isteri Nabi Saw ketika malam hari keluar (demi) menunaikan hajatnya di kamar kecil sedangkan tempat itu tinggi dan luas, ketika itu Umar berkata pada Nabi Saw: “Hijabilah isteri-isterimu!”, dan Nabi tidak mengerjakannya. Lalu keluar Sawdah bintu Zam’ah, isteri Nabi Saw ketika isya pada suatu malam, ia adalah seorang (berperawakan) tinggi, kemudian Umar memanggilnya: “Bukankah aku telah mengenalmu wahai Sawdah”, dengan berharap diturunkan (ayat) hijab. Kemudian Allah swt menurunkan ayat hijab.[1]

Dalam riwayat di atas terlihat bahwa sosok Nabi tidak menghiraukan apa yang terjadi atau dilakukan oleh para isterinya ketika hendak pergi keluar ke kamar kecil, bahkan setelah Umar menyuruh beliau Saw untuk menuntut mereka mengenakan hijab.

Catatan: Di sini bukan berarti para istri nabi tidak mengenakan hijab sama sekali, namun disebabkan kondisi tempatnya (kamar kecil) yang berada di atas (mudah terlihat) dan biasanya penampilan orang yang hendak ke kamar kecil tidak terlalu serapih biasanya.

Dari sini terlihat sosok Nabi yang tidak sesuai dengan salah satu perannya yaitu sebagai pemberi peringatan. Seharusnya jika ia adalah sosok pemberi peringatan dari sisi Allah swt terhadap umat manusia, maka seharusnya ia sendiri merupakan sosok yang paling sensitif atau memiliki kepekaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan hukum syar’i di tengah umatnya terlebih di dalam keluarganya sendiri.

Maka bagaimana hal itu terjadi sementara salah satu perannya sebagai hujjah Allah Swt adalah membawa berita gembira dengan kebahagiaan yang akan didapat oleh mereka yang mengikutinya, juga memberi peringatan terhadap berbagai kekeliruan dan kesalahan yang menghasilkan dosa serta azab yang mengerikan sebagai konsekuensinya. Seperti yang secara jelas diungkapkan dalam ayat-ayat Al-Quran, diantaranya sebagai berikut:

رُسُلًا مُّبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّٰهِ حُجَّةٌ ۢ بَعْدَ الرُّسُلِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا

Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (An-Nisa: 165)

Oleh sebab itu riwayat tersebut berbenturan dengan keterangan Al-Quran terkait peran para utusan Allah Swt (rasul).

[1] Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Al-Jami’ Al-Shahih, jil: 1, hal: 69, no: 142, cet: Al-Mathba’ah As-Salafiyah, Kairo.