Nabi Saw Pernah Berada di Sisi Dua Perempuan yang Bersenandung, Benarkah?
Setalah sekian banyak hal-hal miring yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah kami bahas, ternyata masih ada saja sebuah riwayat yang tak layak, yang diperuntukkan kepada Sang Nabi.
Lagi-lagi, riwayat tersebut dapat kita temui di dalam kitab, yang di lingkungan mazhab Ahlusunnah dianggap terpercaya dan jauh dari kesalahan. Kitab tersebut adalah Shahih Bukhari, milik Imam Bukhari.
Tidak perlu panjang-lebar. Riwayat yang penulis maksud bisa langsung Anda baca, baik teks Arab maupun terjemahannya di bawah ini.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عِیسَى، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَمْرٌو، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الأَسَدِیَّ، حَدَّثَهُ عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: دَخَلَ عَلَیَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِی جَارِیَتَانِ تُغَنِّیَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ، فَاضْطَجَعَ عَلَى الفِرَاشِ، وَحَوَّلَ وَجْهَهُ، وَدَخَلَ أَبُو بَکْرٍ، فَانْتَهَرَنِی وَقَالَ: مِزْمَارَةُ الشَّیْطَانِ عِنْدَ النَّبِیِّ صَلَّى اللهُ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ، فَأَقْبَلَ عَلَیْهِ رَسُولُ اللَّهِ عَلَیْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ: «دَعْهُمَا»، فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا
Aisyah berkata, “Rasulullah Saw. masuk ke dalam (rumah), di mana ada dua budak perempuan di sisiku, mereka berdua sedang bersenandung dengan bait buats (salah satu kejadian di perang masa jahiliyah). Lalu, nabi merebahkan badannya di atas ranjang dan memalingkan wajahnya. Lalu, Abu Bakar juga masuk ke dalam rumah dan berinteraksi denganku sambil berkata, ‘Alat-alat musik setan (seruling) ada di sisi Rasulullah?!'”[1]
Rasulullah berhadapan dengan Abu Bakar sembari berkata, ‘Tinggalkan dua budak (yang lagi bernyanyi) itu!’ ketika Abu Bakar lalai, aku mengisyaratkan kepada mereka dan mereka (dua budak itu) pun pergi.”
Melihat redaksi riwayat di atas, setidaknya ada dua hal yang penulis soroti. Pertama, sejatinya sulit diterima oleh akal sehat ketika nabi masuk ke dalam rumah, yang di dalamnya ada dua perempuan non-muhrim, yang sedang bersenandung pula.
Kedua, Abu Bakar seperti di-setting terlihat lebih berwibawa dan menjaga (syariat) daripada Nabi Saw dalam menanggapi kasus di atas. Pertanyaannya, kelau begitu, kenapa Abu Bakar tak menjadi seorang nabi? Mari kita pikir dan renungkan bersama!
Akhir kata, layakkah riwayat-riwayat model begini masuk ke dalam kitab yang notabene dinilai ‘Shahih?’ Mari kita pikir dan renungkan kembali.
[1] Shahih Bukhari, Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukari, hal. 190, penerbit: Baitul Afkar wa Daulah li Nashr