Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Mengkritisi ‘Klaim’ Ahmad Hasan Al-Yamani (Bag. 2)

1 Pendapat 05.0 / 5

Sebagaimana yang telah kita ketahui dari beberapa pandangan ulama Syiah terkait riwayat tersebut, maka sebagai penegasan, sejatinya para ulama Syiah telah bersepakat, bahwa riwayat yang terdapat di dalam kitab Gaibah Ath-Thusi tersebut bertentangan dengan kebanyakan riwayat, dan riwayat tersebut diyakini sebagai riwayat yang langka. Dalam hal ini, Imam Ja’far Shadiq berakata,

“Ambilah hukum (hadis/riwayat) dari kami, yang di dalamnya terdapat kesepakatan (perawi), dan tinggalkanlah hukum yang di dalamnya langka dan tidak masyhur di antara para sahabat. Sesungguhnya, (hukum) yang di dalamnya terdapat kesepakatan dan masyhur, tidak ada keraguan di dalamnya.” [1]

Dengan membaca keterangan dari Imam Ja’far as-Shadiq barusan, tentu memperkuat pandangan ulama Syiah, bahwa riwayat yang langka tidak layak dijadikan sebagai sandaran.  Ahmad Hasan Al-Yamani, untuk membela riwayat wasiat yang ia bawakan, berkata begini,

“Di dalam kepercayaan sebuah kaum (Syiah), penetapan kesahihan sanad riwayat adalah tidak adanya kepastian yang dikeluarkannya (riwayat tersebut dari para imam maksum).  Bahkan, tujuan dari pengeluaran riwayat tersebut berdasarkan prasangka, di mana hal itu terdapat di dalam ilmu fikih dan bukan di dalam akidah…. Kalau begitu itu, masalah kesahihan sanad bukanlah perkara hakiki di dalam pembahsan akidah, lantara di dalam ilmu akidah disayaratkan di dalamnya ada sebuah ilmu, yitu khat’ dan jazm (kepastian dan keyakinan), dan hal ini tidak dihasilkan dari kesahihan sanad, sebagaimana yang berlalu. Bahkan (hal itu) dihasilkan melalui dua perkara jazm dan qhat dengan dua metode: mutawatir dan keterangan-keterangan sahih…

Dan  pokok pembahasan dari riwayat ini adalah perakara akidah, maka harus diteliti dengan dua metode di atas. Riwayat di atas merupakan mutawatir maknawi dan dipertegas dengan keterangan-keterangan yang shahih…. Kesimpulannya, sesungguhnya riwayat wasiat ini keluar dari Nabi Saw. secara pasti, karenanya ia memiliki mutawatir maknawi dan diperkuat dengan keterangan yang shahih. Paling pentingnya keterangan yang shahih adalah, 1. Sesuai dengan al-Quran, 2. Sesuai dengan kesucian Nabi Saw. dan Ahlulbaitnya. Riwayat wasiat ini tidak perlu ilmu rijal dan dari penegasan Allah dan Rasulnya serta para Imam yang suci.”[2]

Untuk menanggapi ungkapan Ahmad Hasan al-Yamani, berikut ini ada beberapa sanggahan yang dapat kita baca dan pelajari bersama.

Pertama, perlu kita ketahui, bahwa Ahmad bin Hasan adalah sosok yang berpaling dari ilmu rijal dan lebih memilih ilmu diroyah. Dan dengan ilmu tersebut, ia berusaha memakai istilah-istilahnya seperti mutawatir, keterangan-keterangan shahih dan sebagainya, untuk menyelesaikan masalah riwayat wasiat tersebut.  Karenanya, sebelum menggunakan ilmu diroyah untuk menetapkan keluarnya riwayat wasiat, hendaknya ia harus menyeselaikan terlebih dahulu, kenapa ilmu rijal menurut keyakinannya tidak termasuk ilmu di dalam mazhab Ahlulbait, dan dia lebih mendahulukan ilmu diroyah.

Kedua, pokok keyakinan di dalam Islam hanya diperoleh melalui dasar mutawatir lafdzi. Sedangkan muatawatir maknawi tidak dalam koridor penetapan pokok keyakinan tersebut. karenanya, dasar keyakinan hanya akan terealisasi dengan mutawatir lafdzi, bukan mutawatir maknawi.

Mutawatir maknawi adalah sebuh riwayat yang memiliki kandungan dengan kata-kata dan ungkapan yang berbeda-beda.  Sementara, Mutawatir Lafdzi adalah sebuah riwayat yang memiliki dengan kata-kata dan kalimat yang memiliki kesamaan.

Ketiga, kemutawatiran klaim Ahmad bin Hasan Al-Yamani, terlebih terkait dengan riwayat wasiat, percuma untuk disangkal. Lantaran, tak ada satu pun sanad yang dapat kita akses, baik di dalam hadis maupun kandungan riwayat.

Dengan pemaparan di atas, semoga sedikit-banyak membuka pikiran kita tentang aliran Yamani ini, dan menjadikan kita lebih jeli dan bijak dalam beragama.

[1] Al-Kafi, Kulaini,  jil. 1, hal. 67-68. bib Ikhtilaful Hadis.

[2] Beberapa penggalan dari mukaddimah kitab Al-Wasiah al-Muqaddasah Al-Kitab Al-Asim min Ad-Dzalal, Sayyid Ahmad Al-Hasan. hal. 04-07. Cetakan pertama: 2012 M/1433 H.