Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Menangisi Imam Husain a.s. adalah Sunah Rasulullah Saw

1 Pendapat 05.0 / 5

Orang-orang Syiah mencintai Imam Ali dan putranya Hasan Husain serta menyucikannya karena mereka adalah hamba Allah yang mukhlis dan syahid di jalan-Nya. Maka ketika mereka berada di pusaranya yang suci, berkata: “Saya bersaksi bahwa engkau telah mengabdi kepada Allah dengan tulus sampai kematian menjemputmu.” Demikian juga ketika berkunjung ke pusara penghulu para syuhada, Imam Husain kita bersaksi: “Saya bersaksi bahwa engkau telah mendirikan salat, memberikan zakat, menyuruh kebajikan dan mencegah kemungkaran, menaati Allah dan Rasul-Nya sampai kematian menjemputmu.”

Menziarahi Imam Husain a.s. dan menangisinya akan mendatangkan pahala yang besar bagi orang yang mengetahui hak Imam Husain sebagaimana dijelaskan dalam beberapa riwayat dari Rasulullah Saw dan para imam dari putra dan keluarganya. Mereka berkata: “Barang siapa menziarahi Husain di Karbala dengan mengetahui haknya, dia berhak atas surga”

Rasulullah Saw menangisi musibah cucunya Husain a.s. sebelum peristiwa di Karbala terjadi. Berita ini juga banyak diriwayatkan melalui jalur Ahlusunah. Hadis mutawatir menjelaskan bahwa Nabi Saw menangisi cucunya Husain a.s. ketika lahir dan beliau memberitahu bahwa ia akan terbunuh. Beberapa sahabat juga sering menangis pada tempat-tempat umum, menceritakan malapetaka Imam Husain dan tindakan Bani Umayyah. Berikut ini beberapa berita yang sampai kepada kita melalui jalur yang dikuatkan ulama Ahlusunah:

1) Al-Khawarizmi meriwayatkan dalam bukunya Maqtal al-Husain dengan sanad dari Asma binti Abu Umais berita yang panjang di mana pada bagian akhir ditulis bahwa Asma berkata, bahwa setahun setelah kelahiran Hasan, Fathimah melahirkan Husain. Nabi datang kepadanya dan berkata: “Wahai Asma, berikanlah kepadaku putraku.” Kemudian dia menyerahkannya dengan diselimuti kain putih. Nabi mengazaninya pada telinganya yang kanan dan mengiqamatinya pada telinganya yang kiri, kemudian meletakkan dalam pangkuannya dan menangis. Asma keheranan dan bertanya kepada Nabi: “Demi ayah dan ibuku, apa yang menyebabkan engkau menangis?”

Nabi menjawab: “Karena putraku ini.”

Asma berkata: “Dia baru saja lahir”

Nabi menjawab: “Wahai Asma, dia akan dibunuh oleh kelompok yang zalim yang tidak mendapatkan syafaatku.”

Kemudian Nabi berkata: “Wahai Asma, janganlah engkau memberitahu Fatimah akan hal ini, karena dia baru saja melahirkannya.” (Diriwayatkan oleh Hamwaini dalam Farid al-Simthin, 2/103; Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, hadis ke-13 dan 14 tentang biografi Imam Husain; Samhudi dalam Jawahir al-Aqdain, dan yang lainnya.

2) Hakim Naisaburi meriwayatkan dalam al-Mustadrak, 3/176 dalam hadis pertama tentang keutamaan Imam Abu Abdillah Husain a.s. dengan sanadnya dari Ummul Fadl binti Harits, Diriwayatkan Sayidah Fatimah melahirkan Husain di pangkuanku. Suatu hari dia menemui Rasulullah Saw dan meletakkan Husain dalam pangkuan Ummul Fadl, kemudian Rasulullah mengucurkan air mata. Ummul Fadl bertanya: “Wahai Nabi Allah, demi ayah dan ibuku, mengapa engkau menangis?” Nabi Saw menjawab: “Jibril datang kepadaku memberi kabar bahwa umatku akan membunuh anakku ini.”

Ummul Fadl bertanya: “Anak ini?” Nabi menjawab: “Betul…”

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah, 6/468; Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, 6/230 dan ulama-ulama Ahlusunah yang lain.

3) Ibnu Saad meriwayatkan dalam al-Thabaqat al-Kubra, 8/45, hadis no. 81 tentang biografi Imam Husain dari Aisyah dia berkata: “Ketika Rasulullah Saw sedang berbaring Husain datang merangkak kemudian aku menghalanginya. Aku bangun untuk suatu keperluan sehingga kami dekat dengannya. Kemudian Nabi Saw bangun dan menangis. Saya bertanya, ‘Mengapa engkau menangis?’ Nabi Saw menjawab, ‘Jibril datang memperlihatkan kepadaku tanah di mana Husain terbunuh, maka Allah sangat murka kepada orang yang membunuhnya.’”

Hadis ini juga diriwayatkan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq hadis No. 229 tentang biografi Imam Husain a.s.; Ibnu Hajar dalam al-Shawa’iq al-Muhriqah;  Qanduzi pada awal juz 2 dalam Yanabi’ al-Mawaddah; Ibnu ‘Adim dalam  Bughyah al-Thalab fi Tarikh Halb, 7/78 tentang biografi Imam Husain; Daruqutni dalam al-I’lal, 5/83.

Oleh karena itu menangisi Imam Husain a.s. adalah sunah Rasulullah Saw dan berpegang kepada sunah Rasul akan mengantarkan ke surga dengan syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Di antara syarat tersebut adalah berusaha merealisasikan misi-misi Imam Husain pada dirinya dan masyarakat.

Sebagaimana syarat diterimanya setiap ibadah baik yang fardu maupun yang sunat -tergantung kepada makrifat kepada Allah karena seorang hamba yang tidak mengenal Tuhannya sebagaimana mestinya tidak akan timbul niat mendekatkan diri kepada-Nya yang merupakan suatu kemestian dalam ibadah- demikian juga dengan menangisi dan menziarahi Nabi dan para imam tidak akan berguna dan diterima jika dia tidak mengenalnya dengan baik. Jika dia mengenal mereka dengan baik dan mengetahui haknya, dia mengetahui bahwa dia harus menaatinya, memegang ucapannya dan mengikuti jalannya yang mulia.

Jika hanya menangisi tanpa melaksanakan syarat-syaratnya maka pembunuh Imam Husain pun meratapi penderitaannya. Sesungguhnya Sayidah Zainab pernah berkata kepada Umar bin Saad, “Wahai Ibnu Saad, apakah kamu diam saja ketika Abu Abdillah terbunuh?” Maka air matanya mengalir dan membasahi janggutnya. Apakah Ibnu Saad dan musuh yang menangis pada hari Asyura berhak atas surga? Tentu tidak, karena syarat-syaratnya tidak terpenuhi.

Majelis yang diselenggarakan atas nama Imam Husain adalah untuk menghidupkan dan melestarikan agama. Imam Husain dengan perjuangannya yang suci telah menyingkapkan keadaan Bani Umayyah dan ateismenya, menghalangi mereka untuk mencapai tujuan-tujuan jahat dan maksud biadabnya yang akan menghancurkan agama hanif dan risalah penutup para nabi.

Saat ini kita melewati seribu tahun lebih peringatan majelis mulia dan pertemuan suci atas nama Husain baik secara terbuka atau sembunyi-sembunyi. Orang-orang datang dengan berbagai latar belakang untuk mengambil seberkas cahaya dan mengenal Islam yang hakiki di mana Imam Husain telah berkorban untuknya, mengetahui misi-misinya yang suci dan sebab-sebab perjuangannya yang mulia, kemudian mereka berusaha memperoleh petunjuknya yang didapat dari kakeknya al-Mustafa Saw dan ayahnya al-Murtada a.s.

Majelis-majelis Imam Husain adalah sebuah madrasah Ahlulbait dan keluarganya yang mendapat petunjuk. Mereka yang mencintai Imam Ali dan Husain a.s. demi agama, karena keduanya syahid dan terbunuh demi lestarinya Islam dan Alquran, bangkitnya risalah Muhammad Saw dari langit maka ia berhak atas surga.