Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Upaya Bani Umayah Mencegah Imam Husain a.s. Menuju Kufah

1 Pendapat 05.0 / 5

Berita tentang perjalanan Imam Husain a.s. menuju Kufah telah diketahui banyak orang. Bani Umayah pun merasa bingung dan gusar menentukan sikap. Petinggi pemerintahan diliputi kekhawatiran dan ketakutan. Seluruh pasukan istana menggunjing berita sang pejuang agung Imam Husain a.s., hingga akhirnya berita tersebut terdengar oleh Ubaidillah bin Ziyad.

Ubaidillah bin Ziyad menyiagakan pasukan perangnya. Dia mengatur strategi untuk mencegah Imam Husain a.s. dan rombongan masuk ke Kufah. Dia mengutus komandan pasukannya, Hushain bin Numair Tamimi untuk melaksanakan tugas penting tersebut. Dia pun mencari tempat strategis untuk dapat menaklukkan rombongan Imam Husain a.s. Dia menjadikan Qadisiyah sebagai tempat untuk menjegal Imam Husain a.s. dan rombongannya.

Qais bin Mushir Shaidawi berangkat membawa surat Imam Husain a.s. Namun, setelah tiba di Qadisiyah dia ditangkap oleh Hushain bin Numair dan diseret ke Ubaidillah bin Ziyad. Ubaidillah menyuruhnya untuk naik ke mimbar dengan berkata: “Naiklah dan cacilah Husain si pembohong besar itu!”

Qais menaiki mimbar, memuji Allah Swt, dan bersyukur kepada-Nya lalu berkata: “Ini Husain bin Ali, putra Fathimah putri Rasulullah, sebaik-baik makhluk Allah telah mengutus aku sebagai delegasinya untuk memberitahukan kepada kalian bahwa beliau telah sampai di Hajir. Sambutlah kedatangannya yang tak lama lagi!”

Kemudian dia melaknat Ubaidillah dan beristigfar untuk Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Menyaksikan itu Ubaidillah memerintahkan algojonya agar menyeret Qais ke menara istana dan melemparnya ke tanah. Remuklah tulang-tulang tubuh Qais. Ketika jatuh ke tanah dan tulang-tulangnya remuk, dia tidak langsung meninggal dan dalam keadaan sekarat beberapa saat. Kemudian Abul Malik bin Umair Lakhmi mendekatinya dan menyembelihnya. Setelah kejadian itu dia selalu dicela dan dilaknat karena perbuatannya. (Al-Irsyad, 2/71)

Imam Husain a.s. Mendengar Kabar Buruk dari Kufah

Penduduk Kota Kufah gamang dan bingung. Wajah-wajah mereka pucat pasi pertanda semangatnya luntur. Mereka takut kepada kekuatan Bani Umayah. Pihak yang semula menjadi oposisi pemerintah mulai melemah. Kekuatan Bani Umayah mulai membuat mereka takut. Ditambah lagi para penyusup yang selalu melakukan provokasi. Mereka yang semula menyatakan baiat kepada Imam Husain a.s. terpecah belah dan patah semangat. Qais bin Mushir Shaidawi, Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah terbunuh. Mukhtar bin Ubaidah Tsaqafi dipenjara. Fakta inilah yang menyurutkan langkah warga dan mengubah wajah Kufah.

Imam Husain a.s. dan rombongan meneruskan perjalanannya. Beliau belum mendapat berita terbaru dari Kufah hingga tiba di daerah Tsa’labiyah. Di daerah inilah Imam Husain a.s. menerima kabar buruk dari Kufah. Mendengar kabar itu Imam Husain mengutus Abdullah bin Yaqthir untuk menemui Muslim demi memperjelas keadaan sebenarnya. Namun, Abdullah bin Yaqthir juga mengalami nasib yang sama dengan delegasi sebelumnya, ditangkap oleh pasukan Hushain bin Numair Tamimi dan diseret ke istana Ubaidillah bin Ziyad.

Setibanya di daerah Zubalah beliau a.s. menerima kabar tentang syahidnya utusan beliau. Imam Husain juga mendapat berita tentang situasi terakhir yang terjadi di Kufah dan mengetahui semua peristiwa yang menimpa para pendukungnya. Ketika mendengar berita itu, Imam Husain berkhotbah di hadapan sahabat-sahabat yang bergabung dalam rombongannya. Tujuan Imam Husain adalah memberi tahu mereka semua tentang peristiwa yang terjadi sesungguhnya. Khotbah beliau sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim. Amma ba’du..
Telah datang kepada kami berita buruk tentang penangkapan dan kematian Muslim, Hani bin Urwah, dan Abdullah bin Yaqthir. Kami pun diberitahu bahwa pendukung kita di Kufah telah melemah dan berubah. Oleh karena itu, siapa yang ingin berpisah dengan kami dan tidak mampu melanjutkan perjalanan, pergilah tanpa harus malu dan merasa keberatan. (al-Bidayah wa al-Nihayah, 8/182)

Mendengar khotbah Imam Husain as ini, banyak orang yang semula bergabung bersama beliau keluar dari barisan, ke arah kanan, kemudian meninggalkan beliau. Hanya segelintir orang yang masih bersama beliau, yakni mereka yang berasal dari Madinah yang bergabung di tengah jalan. Beliau sengaja melakukan itu karena tahu bahwa kebanyakan dari mereka berasal dari Arab, orang gunung yang menyangka bahwa mereka akan masuk ke kota dan mendapatkan banyak bantuan dari para pendukung Imam Husain a.s. Beliau tidak ingin mereka mengikuti beliau tanpa memahami apa misi yang dibawanya.

Pada malam itu rombongan Imam Husain a.s. beristirahat di tempat tersebut. Ketika tiba waktu sahur Imam menyuruh sahabatnya yang tersisa untuk meminum air secukupnya dan melanjutkan perjalanan.

Ketika Imam Husain bersama beberapa orang pengikut setia dan anggota keluarganya berada dalam perjalanan, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh rombongan yang terlihat dari kejauhan. Sebagian mengira itu adalah bayangan pohon kurma. Tak lama kemudian tampak bahwa yang terlihat itu adalah pasukan berkuda. Semakin lama semakin jelas. Mereka terdiri dari seribu orang penunggang kuda, pasukan Ibnu Ziyad yang dipimpin Hurr bin Yazid Riyahi.

Pasukan itu diperintah untuk menghadang rombongan Imam Husain dan menggiringnya sesuai dengan kehendak Ibnu Ziyad. Setelah mendekat, Imam Husain a.s. bertanya tentang apa yang mereka inginkan dari beliau. Hurr menjawab, “Kami diperintah untuk menggiring kalian ke tempat yang kering tanpa air dan tanpa tempat bernaung. Jika kalian tidak menginginkan, bergabunglah bersama kami di bawah kepemimpinan Yazid dan Ubaidillah bin Ziyad.” (Tarikh al-Thabari, 3/305; Bihar al-Anwar, 44/375)

Imam Husain a.s. dan Hurr terlibat dalam diskusi panjang tanpa hasil yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak. Hurr tidak bersedia melepaskan Imam Husain kembali ke Hijaz atau meneruskan perjalanannya ke Kufah. Sementara Imam Husain tetap tidak bersedia berbaiat kepada Yazid dan Ibnu Ziyad.

Terhenti Di Tanah yang Dijanjikan

Berita tentang semakin merapatnya Imam Husain a.s. ke Kufah semakin menyesakkan dada Ubaidillah bin Ziyad dan aparatur istana Bani Umayah. Dia menulis surat kepada Hurr untuk menghadang jalan Imam Husain agar tidak memasuki kota Kufah.

Pasukan Bani Umayah yang menghadang Imam Husain a.s. bertambah banyak. Ibnu Ziyad khawatir penduduk Kufah akan bangkit lagi dengan kedatangan Imam Husain a.s. Pada saat yang sama Ibnu Ziyad ingin memanfaatkan situasi dan kondisi yang sulit bagi Imam Husain dan rombongan agar menerima tawaran baiat.

Pasukan yang baru dikirim Ibnu Ziyad terus menghalangi Imam Husain dan rombongan untuk memasuki kota Kufah. Demikian juga pasukan Hurr yang berusaha menghalau rombongan Imam Husain menuju daerah yang tandus, kering, tanpa air dan pohon.

Pada saat itu Zuhair bin Qain bersemangat memerangi pasukan Hurr sebelum pasukan Bani Umayah yang lebih kuat tiba, namun Imam Husain tidak menyetujui usulan tersebut dengan alasan mereka belum menyatakan perang dan beliau tidak mau dianggap sebagai pihak yang memulai peperangan. Ini merupakan bukti dari ketinggian akhlak dan keluasan dada beliau. Betapa agung risalah yang beliau perjuangkan dan nilai-nilai yang beliau angkat untuk membangun umat.

Imam Husain pun tiba di tempat yang dijanjikan itu pada hari Kamis tanggal 2 Muharam tahun 61 H. Kemudian Zuhair mengusulkan lagi kepada Imam Husain a.s. agar berhenti di tempat yang jauh dari tempat tersebut karena di sana lebih layak untuk berlindung dari pasukan Bani Umayah jika mereka menyerang.

Imam Husain a.s. kemudian bertanya tentang nama tempat tersebut. Dijawab bahwa tempat itu bernama Karbala. Ketika mendengar itu Imam a.s. menangis dan berdoa: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari duka dan bencana. Karbala adalah tempat duka dan bencana. Ketika dalam perjalanan menuju Shiffin aku dan ayahku beserta rombongannya melewati tempat ini. Setelah diberitahu nama tempat ini beliau berkata, ‘Di sinilah rombongan mereka akan berhenti dan di sinilah darah mereka akan ditumpahkan.’”

Sebagian rombongan beliau bertanya tentang siapa yang beliau maksud. Beliau menjawab: “Mereka adalah pusaka keluarga Muhammad Saw.” (Yanabi’ al-Mawaddah, hal. 406)

Imam Husain a.s. lalu mengambil segenggam tanah di tempat itu dan menciumnya sembari berkata: “Demi Allah! Inilah tanah yang kakekku, Rasulullah Saw, diberitahu oleh Jibril bahwa aku akan dibunuh di tempat ini. Ummu Salamahlah yang memberitahukan berita ini kepadaku.” (Tadzkirah al-Khawash, hal. 260)