Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Sayidah Fathimah, Kado Tuhan untuk Rasulullah Saw dan Khadijah (1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Sayidah Fathimah a.s. memiliki seorang ibunda (Khadijah binti Khuwailid) yang berasal dari keluarga bangsawan, yang mempunyai kedudukan dan kemuliaan di kalangan Quraisy. Mereka terkenal dengan ilmunya, para ulamanya, pengorbanannya.

Ketika Rasulullah ingin menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, Abu Thalib datang menghadap bersama keluarganya dan seorang dari kabilah Quraisy ke tempat Waraqah bin Naufal, paman Khadijah. Abu Thalib pun berbicara, “Segala puji bagi Tuhan rumah ini, yang telah menjadikan kita anak cucu Ibrahim dan keturunan Ismail, memberikan Tanah Haram yang aman kepada kita, menjadikan kita penguasa terhadap manusia, dan memberikan keberkahan kepada kita di negeri ini. Selanjutnya, sesungguhnya anak saudaraku ini -Muhammad Saw- adalah orang yang jika dibandingkan dengan pria-pria Quraisy lainnya, niscaya ia mengunggulinya. Tidak ada satu makhluk pun yang menandinginya sekalipun hartanya sedikit, karena harta adalah pemberian yang akan berlalu dan bayangan yang akan hilang. Ia senang terhadap Khadijah. Kami datang kepadamu untuk meminangnya dengan kerelaan dan perintah dari Khadijah sendiri. Maharnya adalah tanggunganku dari hartaku menurut yang kalian minta, cepat atau lambat. Demi Tuhan, anak ini mempunyai masa depan yang agung, agama yang akan tersebar luas, dan pikiran yang sempurna.”

Kemudian Abu Thalib diam. Paman Khadijah menjawab dengan gagap, tidak mampu menjawab kata-kata Abu Thalib, padahal ia seorang yang alim. Maka Khadijah pun memotong, “Wahai Paman, engkau lebih utama dari padaku dalam hal memberikan kesaksian, tetapi engkau tidak lebih utama dari padaku mengenai masalah diriku sendiri. Aku nikahkan diriku denganmu, wahai Muhammad, dan maharnya adalah tanggunganku sendiri. Maka suruhlah pamanmu untuk menyembelih seekor unta dan buatlah walimah dengan itu.”

Ketika Abu Thalib selesai membacakan khotbahnya yang terkenal dan akad nikah telah dilaksanakan, Muhammad Saw berdiri untuk pergi bersama Abu Thalib. Maka berkatalah Khadijah, “Hendak ke rumahmu? Rumahku ini adalah rumahmu dan aku adalah sahayamu.”

Demikianlah Rasulullah Saw menikah. Pernikahan tersebut merupakan faktor yang penting dalam kehidupannya, karena dari satu sisi ia sebelumnya adalah seorang yang fakir dan dari sisi lain ia tinggal seorang diri dan tidak mempunyai keluarga. Maka, dengan pernikahan yang diberkahi itu, hilanglah kefakiran dan kemiskinannya. Nabi juga mendapatkan seseorang yang dapat menemaninya dalam kesedihan, dapat diajak bermusyawarah dalam urusannya, dan dapat saling berbagi dalam pahit dan manisnya kehidupan.

Muhammad Saw dengan Khadijah telah bersatu. Telah berdiri sebuah mahligai rumah tangga, telah dibangun sebuah rumah yang dipenuhi oleh perasaan cinta, kebahagiaan, kasih sayang, kehangatan keluarga, dan saling pengertian. Khadijah adalah orang pertama yang beriman kepada dakwah Rasulullah yang mulia. Ia kerahkan semua kemampuannya untuk tujuan-tujuan Rasulullah yang suci. Ia berikan kekayaannya kepada beliau seraya mengatakan, “Semua yang aku miliki kuserahkan kepadamu dan kini berada di bawah kekuasaanmu. Gunakanlah sesukamu dalam rangka meninggikan kalimat Allah dan menyebarluaskan agama-Nya.”

Hisyam mengatakan, “Rasulullah sangat mencintai Khadijah, menghormatinya, dan bermusyawarah dengannya dalam semua urusannya. Ia adalah seorang yang jujur dan wanita pertama yang beriman kepadanya. Tak pernah Rasulullah menikah dengan wanita lain di saat Khadijah masih hidup.”

Bersambung ...