Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Siti Fatimah Zahra as : Hababah dan Sayyidah(1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Sebagian keturunan Siti Fatimah Zahra as., putri Nabi saw, dari Kaum Ba’alawi biasa menyebut Siti Fatimah as. dengan sebutan “Hababah Fatimah”. Kata “hababah” merupakan bentuk muannats (feminim) dari kata “habib”. Mereka menyebut kaum lelaki mereka dengan habib dan menyebut kaum wanita mereka dengan hababah, dengan sedikit perbedaan yaitu, kata “habib” sekarang ini digunakan untuk hampir semua Ba’alawi; baik yang berilmu maupun yang tidak berilmu, yang tua maupun anak kecil dan seterusnya. Padahal sebelum dua dekade ini, sebutan “habib” digunakan untuk kakek dan seorang alim yang karismatik dari kalangan mereka. Sementara itu, sebutan “hababah” hanya digunakan untuk nenek atau istri seorang habib yang alim dan karismatik.

Ketika kaum Ba’alawi menyebut Siti Fatimah as. dengan sebutan Hababah Fatimah, hal itu lebih karena hubungan biologis. Dengan menyebut beliau dengan sebutan hababah, mereka ingin menunjukan bahwa beliau adalah nenek mereka, dan mereka adalah cucu beliau.

Memang realitanya, mereka sangat memerhatikan garis nasab ,dan menjaganya sedemikian rupa sehingga mereka membentuk sebuah institusi yang secara khusus mengurusi urusan-urusan mereka sendiri, terutaman urusan nasab. Institusi itu dinamai dengan “Rabithah ‘Alawiyyah” yang berdiri pada tahun 1828. Sependek pengetahuan saya, pencatatan keturunan Nabi saw. yang paling rapih dan terjaga kemurniannya adalah pecatatan nasab yang tersimpan di Rabitah Alawiyyah ini.

Yang menarik, pada kongres Rabithah Alawiyah Jawa Barat akhir-akhir ini pada tahun 2021, salah satu agenda yang diangkat adalah menangani kasus habib palsu. Menurut sebagian kalangan Ba’alawi, kemunculan beberapa oknum yang mengaku sebagai habib, padahal bukan habib, demi mendapatkan penghormatan dari para “muhibbin” (para pecinta habib) sangat meresahkan eksistesi kaum Ba’alawi dan akan merusak pencatatan nasab mereka di masa yang akan datang.

Agenda lain yang dibahas dan masih berkaitan dengan nasab juga adalah masalah “kafaah”. Mereka berpendapat bahwa kaum wanita Ba’alawi tidak boleh menikah dengan laki-laki yang bukan Ba’alawi demi menjaga kemurnian nasab putra dan putri mereka di kemudian hari.

Bersambung ...