Siti Fatimah Zahra as : Hababah dan Sayyidah (2)

Sebutan lain untuk Siti Fathimah as. adalah Sayyidah Fathimah. Sebutan ini didasari oleh sabda Nabi Muhammad saw. yang berbunyi, “Fathimah sayyidah nisaa’il alamin”. Sebutan ini menunjukan dua hal; pertama, beliau sebagai sosok wanita yang mulia di sisi Allah swt. dan RasulNya, dan kedua, penghormatan kepada beliau dikarenakan kemulian yang melekat pada pribadi beliau berupa ketaqwaan dan kesucian yang dimiliki beliau.

Karena itu, menyebut “sayyidah” untuk beliau lebih karena faktor ideologi bukan biologi. Dengan kata lain, ketika seseorang menyebut beliau dengan sayyidah, maka dia ingin menunjukan rasa hormat dan takzhim kepada beliau, dan dia memberi pesan yang jelas kepada orang lain bahwa dia sedang memuliakan beliau.

Lebih dari itu, orang itu telah mengikuti Nabi saw. yang menyebut beliau dengan sebutan “sayyidah”.

Jika sebutan “hababah” untuk Siti Fathimah as. hanya berlaku untuk kalangan Ba’alawi saja, maka sebutan “sayyidah” boleh diucapkan oleh siapapun.

Seorang, baik Ba’lawi maupun bukan, yang mencintai dan menghormati beliau dipastikan menyebutnya dengan Sayyidah Fatimah. Bahkan kata “siti” sendiri, yang sesungguhnya dialek Arab amiyah di beberapa kawasan Timur Tengah, berasal dari kata “sayyidati” seperti halnya kata “sidi” dari kata “sayyidi”.

Kemudian ungkapan seseorang tentang sesuatu merupakan ekspresi dari apa yang tersimpan dalam pikiran dan hatinya. Ketika seseorang menyebut Siti Fatimah as. dengan hababah ataupun sayyidah, maka hal itu menunjukkan rasa dan pikiran yang tersimpan dalam diri pengucapnya.

Kata “hababah” selain bermakna nenek juga memberikan pesan bahwa yang mengucapkannya adalah keturunan beliau, sehingga sebutan itu menjadi ekslusif.

Sementara kata “sayyidah” bermakna junjungan, dan juga memberikan pesan bahwa yang mengucapkannya sedang memuliakan dan menghormati beliau. Selain itu, menyebut beliau dengan Sayyidah Fatimah as. merupakan Sunnah Nabi saw. dan tidak ekslusif.

Benar, terkadang Siti Fatimah as. disebut dengan Bunda Zahra oleh selain keturunan beliau, dan ketika menyebut beliau dengan Bunda Zahra, mereka ingin menunjukan penghormatan dan takzhim kepada beliau.

Ala kulli hal , sah-sah saja kaum Ba’alawi menyebut Siti Fatimah as. dengan sebutan hababah ataupun sayyidah. Namun yang perlu diingat adalah bahwa menyebut sesuatu merupakan ekspresi dari rasa dan pikiran yang ada pada seseorang. Lebih jelasnya, apa sesungguhnya yang dirasakan dan dipikirkan oleh Kaum Ba’alawi saat menyebut nama beliau? Apakah mereka ingin menunjukan bahwa mereka adalah cucu beliau sehingga menyebut beliau dengan Hababah Fatimah, atau mereka tengah memuliakan dan menghormati beliau serta mengikuti Sunnah Nabi saw. sehingga menyebut beliau dengan Sayyidah Fatimah ?

Secara pasti, mereka sendiri yang bisa menjawab pertanyaan ini. Wallahu a’lam