Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Putri Semata Wayang (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Apakah Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum puteri Rasulullah Saw ataukah puteri-puteri tirinya atau keponakan-keponakan Khadijah, puteri-puteri Halah, saudarinya, yang menjadi anak-anak angkatnya?

Mayoritas Ahlussunnah menetapkan Fatimah a.s dan mereka sebagai puteri-puteri Nabi Saw. Pendapat para ulama Syiah terbagi dua. Sebagian menganggap Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum sebagai kakak-kakak Sayyidah Fatimah a.s sedangkan sebagian lain meyakini Fatimah a.s sebagai puteri semata wayang Nabi Saw. Kelompok yang menetapkan Fatimah Saw sebagai puteri tunggal Nabi Saw terbagi dalam dua pendapat tentang status Ummu Kultsum, Ruqayyah dan Zainab. Sebagian menganggap Zainab yang menjadi isteri Abu Al-Ash dan Ruqayyah serta Ummu Kultsum yang bersuamikan Utsman bin Affan sebagai puteri-puteri kandung Siti Khadijah dari perkawinan sebelum menjadi isteri Nabi Saw. Dengan kata lain, sebagian menganggapnya sebagai puteri-puteri tiri Nabi Saw. Sebagian lain menganggap mereka sebagai puteri-puteri kandung Halah, saudari Siti Khadijah, yang dirawat dan dibesarkannya sejak balita. Mereka dianggap sebagai puteri-puteri angkat Nabi Saw.

Kelompok terakhir yang menetapkan Siti Fatimah Zahra a.s sebagai puteri kandung tunggal Nabi Saw dan menganggap Zainab serta Ruqayyah juga Ummu Kultsum sebagai puteri-puteri kandung Halah yang dibesarkan oleh bibi mereka, Khadijah di rumah bersama Nabi Saw sejak mereka balita mengemukakan dua kelompok argumen, tekstual berupa sejumlah hadis Nabi Saw dan rasional.

Argumen Tekstual

Dalam budaya Arab pada masa itu, anak tiri dan anak angkat disebut sebagai puteri atau putera ayah tiri atau ayah angkat, bukan ayah kandung. Artinya, hak pria atas anak tiri tidak ditentukan oleh persalinan atau relasi darah namun ditentukan oleh perawatan.

Bukti kuat Fatimah Zahra AS adalah puteri tunggal Nabi Saw adalah sabda beliau yang menegaskan Ali a.s sebagai menantu tunggal, yang dikutip dalam sejumlah referensi hadis dari jalur Sunni. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu al-Hamrah bahwa Nabi Saw bersabda : “Hai Ali, kau diberi karunia yang aku pun tak memperolehnya, yaitu aku tak diberi menantu seperti diriku, aku tak diberi isteri seperti puteriku, dan aku tak diberi dua putra, Al-Hasan dan Al-Husain yang melanjutkan keturunanku. Tetapi kamu dari aku, dan aku dari kamu.” (Nazhm Durar Al-Samtain oleh Al-Zarandi Al-Hanafi: hal. 114).

Agar tidak disalahpahami atau diplintir seakan mengurangi keunggulan Nabi Saw, hadis di atas perlu dijelaskan sebagai berikut :
1. Andai ada seorang menantu semulia Nabi, maka beliau bukanlah satu-satunya manusia termulia.
2. Andai ada isteri Nabi semulia puterinya, maka Fatimah a.s bukanlah wanita termulia yang mengungguli semua wanita.
3. Andai ada Nabi punya dua putera semulia dua putera Ali a.s, yang merupakan dua cucu kesayangannya, maka Al-Hasan AS dan Al-Husain a.s bukanlah dua putera termulia yang ditetapkan sebagai dua pemimpin para pemuda surga.

Artinya, semua keistimewaan Ali karena menjadi menantu termulia, karena mertuanya adalah manusia termulia, karena menjadi suami bagi wanita termulia, yang merupakan puteri manusia termulia dan ayah bagi dua putera termulia yang menjadi cucu termulia bagi manusia paling sempurna, paling suci dan paling mulia. Semua kemuliaan dan keistimewaan Ali a.s bersumber dari kemuliaan tiada tara Nabi Saw.

Seandainya Utsman atau Abu al-As secara faktual menikah dengan puteri-puteri Nabi Saw, maka teks riwayat tersebut gugur, apalagi sejak pernyataan itu disampaikannya setelah kelahiran Al-Hasan dan Al-Husain a.s

Karena dibesarkan oleh Siti Khadijah yang menjadi isteri Nabi Saw, mereka diketahui sebagai puteri-puteri beliau. Karena itulah, merawat anak yatim atau terlantar menjadi salah satu keunggulan moral juga sunnah beliau.