Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Hasil Pertemuan Aliansi Ulama-ulama di Thaif: Hanya Allah dan Rasul-Nya yang Berhak Mengkafirkan

0 Pendapat 00.0 / 5

Membahas soal pelarangan mengkafirkan orang lain, mengingatkan penulis akan sebuah pertemuan akbar, yang dihadiri oleh para ulama besar dari negara-negara Islam seantero dunia.

Pertemuan Aliansi Ulama-ulama besar  yang keempat puluh sebilan itu, digelar di kota Thaif, Saudi Arabia pada 2 April 1419 M. Di dalam pertemuan itu, setidaknya melahirkan beberapa poin yang telah disepakati, yang perlu kita baca bersama.

Menurut data yang penulis himpun, setelah berlangsungnya pertemuan itu, media-media Saudia Arabia, terlebih media cetak, seperti koran dan majalah-majalah memuat poin-poin tersebut dan menjadi masyhur di tanah kelahiran Nabi Saw. itu.

Penulis mencoba menelusuri dan mencari teks aslinya di lorong maya, yang memuat poin-poin tersebut, namun sangat disayangkan tidak juga menemukannya. Namun, penulis sangat bersyukur, karena ada salah satu kitab yang mengabadikan poin-poin itu, yang terdapat di dalam kitab Mu’jam Tabaqhat al-Mutakalimin karya Allamah Ja’far Shubhani.

Dikarenakan terbatasnya ruang, di sini, penulis hanya mengutip poin pertama dari pertemuan itu, yang mewakili pendapat para ulama, untuk tidak mengkafirkan orang lain, berdasarkan kehendaknya.

Pengkafiran adalah sebuah hukum syar’i yang tolok ukurnya ditentukan oleh Allah Swt., dan Rasul-nya, sebagaimana halal, haram dan wajib, harus dari Allah Swt. Dan tidak setiap sesuatu yang disifati dengan kafir—baik dari perkataan maupun sikap—menjadi kafir yang besar dan keluar dari agama (Islam).

Dan ketika hukum kekafiran seseorang hanya bersumber dari Allah dan Rasul-Nya, maka kita tidak boleh mengkafirkan orang lain, kecuali dengan dalil yang cukup jelas, dari Al-Quran dan Sunah, yang menunjukkan atas kekafiran seseorang. Kita juga tidak boleh melabeli orang lain kafir hanya dengan praduga dan kemungkinan. Karenanya, mengeluarkan hukum kafir kepada orang lain adalah pekerjaan yang sangat berbahaya.[1]

Itulah poin pertama dari pertemuan Aliansi Ulama-Ulama, yang menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk tidak mengkafirkan orang lain secara sembarangan. Sejatinya, hanya Allah dan Rasul-Nyalah yang punya hak istimewa melabeli hamba-Nya sebagai kafir.  

[1] Mu’jam Tabaqhat al-Mutakalimin, Allamah Ja’far Shubhani, jil. 4, hal. 101, Lajnah al-Ilmiah fi al-Mu’asasah al-Imam as-Shadiq As.