Dialog Allah Swt dan Rasulullah Saw dalam Peristiwa Mikraj (2)

Nasihat lain yang disampaikan oleh Allah kepada nabi-Nya ialah jika Allah tidak ada dalam hatimu, maka badanmu akan (seolah-olah) mati; kehidupan insanimu adalah dengan mengingat-Nya. Jika dalam hatimu tidak ada Allah, maka engkau tidak memiliki kehidupan insani, dan badanmu adalah mati. Walaupun engkau masih memiliki kehidupan hewani. Badan seseorang manusia dinyatakan hidup tatkala ia tidak lalai kepada Allah. Lebih dari itu, Allah menyebut kelalaian demikian itu sebagai kehancuran hakiki. Ketika seseorang lalai, “Aku tidak peduli berada di mana ia akan celaka.” Aku tak peduli di mana pun ia berada dan bagaimana ia akan celaka. Artinya, kelalaian merupakan faktor asli dari kehancuran.

Jika seseorang melupakan Allah dan memalingkan muka dari-Nya, mungkin saja akan menanggung berbagai jenis kebinasaan. Hukum Tuhan di alam ini adalah manusia memiliki ikhtiar (bebas memilih). Dan ucapan Allah ini adalah ancaman terhadap manusia yang tahu bahwa ia lalai dari-Nya, maka ia akan terkena berbagai jenis kecelakaan, seperti yang difirmankan oleh Allah Swt: “Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Alquran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” [QS. al-Zukhruf: 36]

Artinya, setan ikut andil dalam kelalaian manusia dari-Nya. Namun, jika ia selalu mengingat-Nya, maka setan tidak akan bisa menguasainya. “Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk” [QS. al-Zukhruf: 37]

Dia berpikir bahwa dirinya sedang berkhidmat kepada diri dan makhluk yang lain, padahal ia dalam keadaan tersesat dan sedang menuju kehancuran dan kecelakaan. “Wahai Ahmad! Gunakanlah akalmu sebelum hilang. Maka barang siapa yang menggunakan akalnya, ia tidak akan salah dan tidak akan tersesat”. Artinya, selama manusia menggunakan akalnya, ia akan mengetahui batasan dan akan memerhatikannya. Dengan demikian, ia tidak akan salah dalam menentukan sesuatu dan, dalam beramal, ia tidak akan sesat. Akan tetapi, jika akalnya tidak digunakan, maka syahwat dan kelalaian akan menguasainya, serta ia akan melampaui batas.