Sumber Pengetahuan dalam Perspektif Imam Jafar Shadiq as (2)
Salah satu sumber lainnya untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah akal dan kekuatan berpikir manusia. Untuk mencapai sebuah ilmu, manusia membutuhkan proses analisa, dan analisa itu sendiri adalah pekerjaan akal. Akal adalah alat untuk memahami sesuatu hal. Dengan demikian kemajuan masyarakat dan individu tentunya tidak terlepas dari pemanfaatan dari kemampuan akal dan pikiran.
Dalam sirahnya, Imam Shadiq as meyakini bahwa berpikir memiliki nilai yang sangat tinggi. Oleh karena itu, menurut beliau, perkataan terindah dan paling ekspresif adalah perkataan tentang nilai-nilai akal dan pemikiran. Imam Shadiq as berkata, “Pilar keberadaan manusia adalah akal. Akal adalah petunjuk dan pencerah manusia serta pembuka pintu-pintu ilmu dan kesempurnaan kepada manusia. Manusia akan sempurna di bawah perlindungan akal.” (Ushul Kafi, Juz 2, Hal. 25)
Indera manusia adalah alat dan sumber lain untuk mencapai sebuah pengetahuan. Indera memberikan pemahaman luas tentang alam semesta kepada manusia. Sumber ini memberikan pengetahuan awal dan paling dangkal kepada manusia tentang keberadaan. Jika setiap dari indra ini tidak berfungsi, maka pengetahuan khususnya terkait keberadaan akan hilang. Orang yang kehilangan indrawinya maka seakan-akan ia telah kehilangan ilmunya.
Jika seseorang tidak mempunyai mata dan buta sejak lahir, maka ia tidak akan memiliki ilmu pengetahuan dan pemahaman khusus terkait dengan penglihatan. Imam Shadiq as mengungkapkan bahwa lima indera manusia sebagai sumber pengetahuan, namun lima sumber ini tidak bisa sempurna dalam memberikan ilmu dan informasi kepada manusia kecuali dibarengi dengan petunjuk akal dan bergerak dalam cahaya petunjuk akal.
Ketika menjawab pertanyaan Abu Shakir tentang kelima indera manusia, Imam Jafar Shadiq as berkata, “Anda mengatakan bahwa lima indera manusia sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, padahal indera-indera ini tanpa petunjuk akal tidak akan memiliki peran dalam pengetahuan manusia, seperti halnya kegelapan yang tidak akan berakhir tanpa cahaya.”(al-Amaali Sheikh Shaduq, hal. 351)
Imam Shadiq as telah menjelaskan berbagai ilmu tentang Tuhan kepada salah satu muridnya bernama Mufadhal, yang dikenal dengan “Tauhid Mufadhal.” Terkait hal ini, beliau menggunakan metode yang sangat menarik untuk menjelaskan makrifatullah. Menurut beliau, ketidakpahaman manusia terhadap alam semesta menjadi salah satu faktor munculnya keraguan tentang keberadaan Tuhan.
Pada tanggal 25 Syawal 148 H. Imam Shadiq as syahid karena diracun oleh Gubernur Madinah atas perintah Mansur. Shalat jenazah dilakukan oleh putra Imam, Musa Kazhim, Imam Ketujuh, dan jasadnya dikebumikan di pemakaman Jannatul Baqi Madinah. Setiap tanggal 25 Syawal, umat Islam memperingatinya sebagai hari duka dan menggelar majelis-majelis duka untuk mengenang beliau.