Risalah Perjuangan Imam Sajjad (2)
Pada waktu itu, Imam Sajjad mulai memperkenalkan dirinya sebagai cucu Rasulullah Saw dan berkata, "Aku adalah anak dari manusia terbaik, anak dari seseorang yang dibawa dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsa pada malam Mi'raj." Kemudian ia menjelaskan keberanian Imam Ali as dan keutamaan-keutamaan Sayidah Fatimah as, putri Rasulullah.
Kemudian, ketika menjelaskan kedudukan ayahnya Husein as, Imam Sajjad berkata, "Aku adalah putra dari orang yang gugur dalam keadaan haus. Ia dibunuh dengan keji dan tubuhnya tumbang di tanah Karbala. Sorban dan jubahnya telah dicuri, sementara para malaikat langit larut dalam tangisan. Aku adalah putra dari orang yang kepalanya ditancapkan di tombak dan keluarganya digiring dari Irak ke Syam sebagai tawanan."
Pidato Imam Sajjad di Syam, sangat menggemparkan di mana Yazid dan Dinasti Bani Umayah benar-benar terpukul dan menyaksikan dirinya sedang dihempas oleh ombak besar berupa pesan-pesan kebangkitan Karbala. Dengan demikian, para tawanan Karbala cepat-cepat dikembalikan ke kota Madinah.
Tanggung jawab Imam Sajjad as memasuki babak baru setelah kepulangannya ke Madinah. Pada fase ini, ia mengejar tujuan-tujuan jangka panjang. Kondisi buruk waktu itu, mendorong Imam Sajjad as melakukan perbaikan dan memperkuat pondasi agama dan keyakinan religius masyarakat. Oleh karena itu, selama 34 tahun periode Imamah, Imam Sajjad meninggalkan makrifat agama yang sangat berharga dan membuka jalan untuk kegiatan ilmiah dan budaya, yang kemudian diteruskan oleh putranya, Imam Muhammad al-Baqir as.
Salah satu pengabdian spiritual dan paling berharga Imam Sajjad di tahun-tahun pasca kebangkitan Karbala adalah menjelaskan doa-doa yang indah dan penuh makna. Doa-doa ini kemudian disusun dalam sebuah buku berjudul Sahifah Sajjadiyah.
Meski Sahifah Sajjadiyah berisikan kumpulan doa dan munajat seorang manusia dengan Tuhannya, namun jika direnungi lebih dalam, kita akan menemukan bahwa doa-doa tersebut berada di luar munajat pada umumnya. Imam Sajjad dengan bahasa doa, menjelaskan pandangan Islam di bidang filosofi kehidupan dan penciptaan, masalah keyakinan dan etika individu dan sosial, dan bahkan menjabarkan beberapa masalah politik.
Sahifah Sajjadiyah adalah kitab terbaik untuk memahami keluasan ilmu pengetahuan dan spiritualitas Imam Sajjad. Sejauh perenungan kita dalam makrifat besar ini, kita akan mencapai kebenaran yang luhur. Imam Sajjad telah membuat terobosan di bidang penyebaran ilmu dan hukum syariat dalam bahasa doa dan munajat, di mana para ilmuwan memuji dan mengagumi langkah ini.
Ulama besar Syiah, almarhum Syeikh Mufid ra menulis, "Para ulama Sunni telah menukil begitu banyak dari ilmu Imam Sajjad, yang tidak terhitung jumlahnya. Imam Sajjad sangat terkenal di tengah para ulama karena banyaknya nasehat, doa, keutamaan al-Quran, perkara halal dan haram yang dinukil dari beliau. Jika kita ingin menjelaskan semuanya, penjelasan ini akan sangat panjang."
Imam Sajjad as karena ketekunannya yang besar dalam doa dan munajat, dikenal dengan Zainul Abidin yaitu perhiasan para ahli ibadah, dan karena sujud-sujudnya yang banyak dan panjang, ia dikenal dengan sebutan as-Sajjad, yaitu orang yang sangat banyak bersujud. Kerendahan hati, keramahan dan kasih sayang Imam Sajjad tampak dengan jelas di semua fase hidupnya.
Kepedulian terhadap orang-orang miskin mendorong Imam Sajjad as secara diam-diam dan di kegelapan malam, memikul karung makanan untuk dibagikan kepada warga miskin di Madinah. Sirah ini merupakan bagian dari karakter multidimensional para pemuka agama, khususnya Ahlul Bait Nabi Saw. Manusia-manusia mulia – dengan ketinggian ilmu dan takwa – memilih duduk bersama kaum lemah dan memecahkan kesulitan-kesulitan mereka.
Cara lain Imam Sajjad dalam berempati dengan kaum lemah adalah memperhatikan kondisi para budak. Para budak menghadapi tekanan sosial yang paling parah selama era Dinasti Umayah. Imam Sajjad berjuang untuk meningkatkan status sosial mereka. Itulah sebabnya ia membeli sejumlah besar budak dan kemudian memerdekakannya.
Imam Sajjad di sepanjang era kepemimpinannya, senantiasa dimusuhi dan disakiti oleh para penguasa Umayah. Mereka terus berusaha untuk memadamkan cahaya agama. Niat jahat Umayah diwujudkan pada tahun 95 Hijriyah pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik. Dengan demikian, era kepemimpinan Imam Sajjad as berakhir dengan meninggalkan pengabdian besar di bidang ilmu pengetahuan dan agama.