Imam Ali al-Ridha as Teladan Akhlak Sepanjang Zaman (1)
Tokoh-tokoh agung ilahi adalah teladan lintas zaman yang bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi di sepanjang masa. Sebab nilai-nilai kemanusiaan dan hakikat ilahi tidak hanya terbatas pada ruang dan masa tertentu. Tuntutan keadilan, kebebasan, persaudaraan, dan nilai-nilai moral merupakan isu universal yang selalu dihormati dan dijunjung tinggi oleh seluruh umat manusia. Begitu pula dengan para pejuang nilai-nilai luhur itu, mereka pun memperoleh posisi mulia di mata masyarakat. Karena itu kehadiran para nabi dan manusia-manusia suci yang senantiasa memperjuangkan syiar dan nilai-nilai ilahi merupakan pelita benerang bagi para pencari kebenaran.
Ahlul Bait as selaku manusia-manusia agung penegak kebenaran dan keadilan laksana bintang-gemintang di langit yang kelam. Masing-masing dari mereka menjelaskan hakikat Islam sesuai dengan tuntutan zaman sehingga ajaran Ilahi tetap abadi. Mereka berusaha menampilkan contoh kehidupan ideal lewat ucapan, pemikiran, dan tindakan nyata mereka. Para pemimpin Islam dan Ahlul Bait as adalah para penafsir sejati Al-Quran. Tuturan luhur mereka bagaikan permata cemerlang di ranah ilmu pengetahuan dan makrifat. Bimbingan dan ajaran Ahlul Bait as adalah sumber kehidupan dan pembuka cakrawala kebahagiaan sejati kepada umat manusia dari satu generasi ke generasi lainnya.
Hari ini suasana di kota Mashad, Iran, tempat di mana Imam Ali al-Ridha as dimakamkan terasa begitu istimewa dan berbeda dengan hari-hari biasanya. Masyarakat Iran sedang mempersiapkan perayaan wiladah Imam Kedelapan umat Islam Syiah ini. Makam suci Imam Ali al-Ridha as dipenuhi lautan peziarah dan pecinta Ahlul Bait as. Rasulullah saw pernah bersabda: “Belahan jiwaku akan dikebumikan di Khurasan. Siapapun yang mengalami kesulitan dan berziarah kepadanya, niscaya Allah swt akan menghapus kesedihannya dan setiap pendosa yang berziarah kepadanya, Allah swt pun akan mengampuni dosa-dosanya”.
Imam Ali Ar-Ridha as lahir pada 11 Dzulqa’dah 148 H. di Madinah. Ayah beliau adalah Imam Musa Al-Kadzim as dan ibunya seorang wanita mukmin nan saleh, bernama Najmah. Beliau memegang tampuk kepemimpinan umat pada usia 35 tahun pasca syahidnya ayah beliau, Imam Musa al-Kadzim as. Kesucian hati,
ketajaman pandangan, keluasan ilmu, keimanan yang kuat kepada Allah Swt, dan perhatiannya yang besar kepada nasib masyarakat merupakan sejumlah sifat mulia yang khas pada diri Imam Ridha as. Kurang lebih selama 20 tahun, beliau memikul tanggung jawab sebagai imam dan pemimpin kaum muslimin. Karena itu, salah satu julukan beliau adalah “Rauf” atau penyayang. Beliau as memiliki hubungan baik dengan siapapun, mulai dari kalangan orang-orang kaya dan fakir-miskin, cerdik-pandai dan masyarakat awam, para pecinta beliau maupun musuh-musuhnya.
Kemuliaan ahlak merupakan ciri khas utama karakter Imam Ali al-Ridha as. Dalam suatu riwayat, Ibrahim bin Abbas mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Abul Hasan al-Ridha as mengatakan sesuatu yang merusak kehormatan seseorang, juga tidak pernah memotong pembicaraan seseorang hingga ia menuntaskannya, dan tidak pernah pula menolak permintaan seseorang tatkala dia mampu membantunya. Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya ke tengah majelis. Aku tidak pernah melihatnya meludah, tidak pernah terbahak-bahak ketika tertawa, karena tawanya adalah senyum. Di waktu-waktu senggang, beliau menghamparkan hidangan dan duduk bersama para pembantu, mulai dari penjaga pintu sampai pejabat pemerintahan. Dan barang siapa yang mengaku pernah melihat keluhuran budi pekerti seseorang seperti beliau, maka janganlah kau percaya.”
Dalam suatu nukilan lainnya dikisahkan, suatu hari seorang laki-laki menyertai Imam al-Ridha as dalam perjalanannya ke Khurasan. Imam mengajaknya duduk dalam sebuah jamuan makan. Beliau mengumpulkan para tuan dan budak untuk menyiapkan makanan dan duduk bersama.
Bersambung ...