Takdir atau Ikhtiar?

Pertanyaan tentang takdir atau ikhtiar (usaha) manusia telah mengikat perhatian umat manusia sepanjang zaman dan terus dibahas oleh para ulama dan filsuf Islam. Setiap keputusan yang dilakukan oleh manusia, setiap kata yang mereka ucapkan telah ditakdirkan sejak ketika mereka diciptakan. Jika seseorang itu menjadi mukmin, bukan ia yang menentukan bahwa ia beriman, jika seseorang tidak beriman, bukan ia yang menolak keimanan. Semua itu telah ditulis oleh Allah Swt.

Di sisi lain, mazhab “Kehendak Bebas” menyatakan manusia adalah tuan dari perbuatannya sendiri. Pendapat ini sesuai dengan al-Quran yang menyatakan:

Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Yasin: 54)

“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah ia kafir.” (QS. al-Kahf: 29)

Dari dua ayat ini, jelas bahwa manusia mempunyai kebebasan berbuat namun harus memikul tanggung jawab moral atas tindakannya sendiri. Selain itu, pengakuan atas keadilan Tuhan, mendorong manusia untuk menerima bahwa setiap perbuatan tidak ditakdirkan. Awal petunjuk memang selalu berasal dari Allah Swt. Namun awal dari kehancuran seseorang ada pada kesalahan pendapatnya sendiri.

Allah Swt befirman: Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. (QS an-Nisa: 79)

Mustafa Qazwini, Panggilan Islam