Hadis Rantaian Emas (Salsilatuz Zahab)
Imam Ali Ar Ridha as. adalah Hujjah Allah yang ke 8. Pada era tersebut Ma’mun Abbasi memindahkan pusat pemerintahan Khalifah Abbasiah dari Baghdad ke Tuss, Khurasan. Tujuan utama pemindahan ini adalah dikeranakan beliau merasa lebih aman berada di tanah Persia berbanding di tanah Arab. Hal ini dikarenakan ibu beliau adalah seorang sahaya yang berbangsa Farsi. Namun bergitu, untuk mendapatkan dukungan lebih kuat dari masyarakat Iran ketika itu, Ma’mun perlu mendatangkan Imam Ali Ar Ridha ke Tuss. Walaupun mayoritas penduduk Iran ketika itu adalah Ahlu Sunnah, namun mereka memiliki kecintaan yang amat luar biasa kepada Ahlu Bait as., khususnya kepada Imam Ali Ar Ridha yang merupakan pemimpin Bani Hashim pada waktu itu. Dengan kehadiran Imam, pasti saja kedudukan Ma’mun di Iran akan bertambah kukuh. Selain dari itu, keberadaan Imam di Madinatur Rasul tidak maslahat untuk Ma’mun karena terlalu jauh untuk dipantau.
Dalam perjalanan menuju ke Tuss, Imam Ali Ar Ridha as. telah singgah ke berapa Kota dan diantaranya kota Naishabur. Kota Naishabur ketika itu merupakan pusat pengajian ilmu-ilmu Islam selain dari kota Baghdad, khususnya dalam ilmu Hadis. Puluhan ribu pelajar dan ahli-ahli Hadis berkumpul di kota tersebut. Sesampainya Imam ke kota tersebut, para ulama dan ahli hadis berkumpul untuk menyambut kedatangan Imam. Pada saat itu berlaku peristiwa yang terkenal yaitu penyampaian Hadis Silsilahtuz Zahab oleh Imam Ali Ar Ridha.
لَمّا وافی أبُو الحَسَنِ الرِّضا(ع) بِنَیسابورَ و أرادَ أن یخرُجَ مِنها إلَی المَأمونِ اجتَمَعَ إلَیهِ أصحابُ الحَدیثِ، فَقالوا لَهُ: یابنَ رَسولِ اللّهِ، تَرحَلُ عَنّا و لا تُحَدِّثُنابِحَدیثٍ فَنَستَفیدَهُ مِنک؟! و کانَ قَد قَعَدَ فِی العُمارِیةِ، فَأَطلَعَ رَأسَهُ و قالَ: سَمِعتُ أبی موسَی بنَ جَعفَرٍ یقولُ: سَمِعتُ أبی جَعفَرَ ابنَ مُحَمَّدٍ یقولُ: سَمِعتُ أبی مُحَمَّدَ بنَ عَلِی یقولُ: سَمِعتُ أبی عَلِی بنَ الحُسَینِ یقولُ: سَمِعتُ أبِی الحُسَینَ بنَ عَلِی بنِ أبی طالِبٍ یقولُ: سَمِعتُ أبی أمیرَ المُؤمِنینَ عَلِی بنَ أبی طالِبٍ یقولُ: سَمِعتُ رَسولَ اللّهِ(ص) یقولُ: سَمِعتُ جَبرَئیلَ یقولُ: سَمِعتُ اللّهَ جَلَّ جَلالُهُ یقولُ: لا إلهَ إلَّا اللّهُ حِصنی، فَمَن دَخَلَ حِصنی أمِنَ مِن عَذابی. قالَ: فَلَمّا مَرَّتِ الرّاحِلَةُ نادانا: بِشُروطِها، و أنَا مِن شُروطِها.
Ketika Abul Hassan Ar Ridha as. sampai ke Naishabur dan beliau ingin meneruskan perjalanan ke Ma’mun, telah berkumpul para ahli Hadis. Mereka berkata ‘wahai putra Rasulullah, kamu akan meninggalkan kami tanpa kamu menyampai sebarang hadis untuk kami supaya dapat kami mengambil manfaat darinya?’ Ketika itu Imam sedang duduk di atas pelana unta. Imam mengangkat kepalanya dan berkata ‘aku mendengar ayahku Musa bin Jakfar berkata: aku mendengar ayahku Jakfar bin Muhammad berkata: aku mendengar ayahku Muhammad bin Ali berkata: aku mendengar ayahku Ali bin Husein berkata: aku mendengar ayahku Husein bin Ali berkata: aku mendengar ayahku Amirul Mu’minin Ali bin Abi Talib berkata: aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: aku mendengar Jibril berkata: aku mendengar Allah Jalla Jalaluhu berfirman kalimat La ilaha illallah adalah bentengku, sesiapa yang memasuki bentengKu akan selamat dari azabKu’. Ketika Khafilah mulai bergerak, Imam berkata dengan suara keras kepada kami ‘dengan syarat-syaratnya dan aku adalah antara syarat-syaratnya’.
Hadis ini dipanggil sebagai Silsilatuz Zahab dikarenakan seluruh yang menukilkan hadis ini adalah maksum. Mulai dari Imam Ali Ar Ridha hingga ke Jibril dan terakhirnya adalah dari Allah Swt. Ada juga yang berpendapat dikarenakan salah seorang dari Raja Samani telah mewasiatkan supaya hadis ini ditulis dengan tinta emas di atas kuburnya. Malah tidak sedikit ulama yang telah menyiapkan kain kafan mereka dengan ditulis hadis ini di atasnya.
Disebutkan antara 20 hingga 30 ribu orang ahli Hadis mencatat Hadis yang diucapkan oleh Imam Ali Ar Ridha as. pada waktu tersebut. Pada waktu tersebut, Imam menutup wajahnya karena udara bergitu panas. Ketika Imam membuka penutup wajabnya, mereka yang hadir ada yang tertegun, menangis, meraung dan ada yang pingsan melihat wajah Imam. Dari mereka ada yang berkata ‘kami tidak pernah melihat wajah Rasulullah Saw, tetapi ketika kami melihat wajah putranya, kami yakin akan keindahan wajah Rasulullah karena kami dapat melihat keindahannya melalui zuriahnya’.
Hadis ini diriwayatkan dalam kitab-kitab Syiah dan Ahlu Sunnah. Namun dari kalangan kitab-kitab Ahlu Sunnah, hanya Kitab Yanabiul Mawaddah (halaman 364), Sulaiman Qanduzi Hanafi yang meriwayatkannya secara lengkap dan tidak menghilangkan kata-kata terakhir Imam Ali Ar Ridha as. Ibnu Hajjar dalam kitab Sawa’iqul Muhrikhah (jilid 2, hlm 594) menukilkan Ahmad bin Hambal berkata ‘jika Hadis ini dibacakan secara lengkap kepada orang gila, pasti ia akan sembuh’.
Wilayah sebagai Syarat Tauhid.
Imam Ali Ar Ridha as. melalui hadis rangkaian emas ini telah meletakan syarat yang amat jelas, yaitu wilayah sebagai syarat Tauhid. Ketika Imam meletakan dirinya sebagai antara syarat-syarat Tauhid, ia mengisyaratkan tentang Imamahnya beliau yang merupakan Imam yang hak pada zaman tersebut. Dengan ungkapan ini, Imam telah meletakan asas penting tentang wilayah dan Imamah Ahlu Bait as.
Dalam lingkungan Syiah yang sebelum ini telah berpecah. Seperti wujudnya golongan Zaidiyah, Ismailiyah (yang mengatakan Ismail adalah Imam setelah Imam Jaffar As Sadiq as.), Waqifiah (yang berhenti di Imam Khazim as.) dan Ghulat (keyakinan yang melampaui batas terhadap Ahlu Bait as.). Mereka yang menerima Imamah Imam Ali Ar Ridha terus menerima Imamah para Imam selepasnya hingga ke Al Mahdi as.
Hal ini telah meletakan kekuatan atas mazhab Syiah Imamiah. Dengan ini Imam juga telah mengelakkan sebentuk perpecahan dalam Syiah Imamiah dan tidak muncul lagi firqah-firqah Syiah yang menyimpang setelahnya.