Mutiara dari Marv, Mengenang Syahadah Imam Ridha as(1)
Pada hari terakhir bulan Shafar dan pada peringatan syahadah Imam Syi'ah yang Kedelapan, Imam Ali bin Musa al-Ridha as, komplek makam suci Razavi dipenuhi oleh para peziarah yang tertinggal dalam pawai Arbain dan mereka yang tinggal di dekatnya demi meringankan kepedihan dan kerinduan mereka kepada junjungannya Ali bin Musa ar-Ridha as.
Lautan manusia yang berziarah dengan penuh antusias ini telah datang pada hari peringatan syahadah Imam mereka, bercucuran air mata dan berusaha menghilangkan karat dari hatinya lalu menyegarkan jiwa mereka di Mashad ar-Ridha dan tempat suci ini. Hati begitu sedih, tetapi kegembiraan berada di halaman Imam Ridha as tak terlukiskan. Memang benar bahwa ziarah Imam Ridha as adalah haji orang-orang miskin, tetapi selain itu, Imam Ridha as juga merupakan tujuan mereka yang tertinggal dari ziarah Karbala.
Mereka yang tidak berhasil menghadiri konvoi Karbala karena alasan tertentu berharap doa teman-teman mereka dan mengirim mereka untuk menjadi wakil mereka dalam berziarah, tetapi kerinduan ini harus diringankan dan seruan serak ini harus dipecahkan di suatu tempat ... ketika langkah-langkah ini Itu tidak mencapai Baina al-Haramain dan tidak berjalan di jalan cinta, satu-satunya cahaya harapan adalah hati Ali ibn Musa al-Ridha as dan satu-satunya perlindungan adalah Imam Ridha as.
Banyak peziarah menggantungkan hati mereka di jendela baja yang mengarah ke tempat suci Imam Ridha as. Dari sana mereka dapat berseru agar keinginan untuk berduka dan berkabung dalam penderitaan Zainab al-Kubra dan penyesalan atas ketidaksempatan mereka menuju Karbala ... Bagaimana Anda melihat Allah ... ! Mungkin bagi Karbala tahun depan mereka akan mendapat tanda tangan imam yang baik hati!
Imam Ridha as adalah Imam Kedelapan Syiah dan menjadi Imam ketika berusia 35 tahun. Karena ayah beliau, Imam Kazhim as berada dipenjara Basrah dan Baghdad serta terputusnya hubungan dengan pengikut Syiah, Imam Ridha as menjadi lingkaran penghubungan pertama Imam Kazhim as dengan masyarakat. Periode Imamah dari Imam Ridha as bertepatan dengan tiga penguasa Bani Abbasiah; Harun al-Rasyid, Amin dan Makmun. Lima tahun terakhir dari masa Imamahnya seiring dengan kekuasaan Makmun, satu dari khalifah Abbasiah paling jahat dan licik. Sejak awal Makmun mengusulkan untuk memberikah kekhalifahan kepada Imam Ridha as, tapi ketika Imam menolak usulan tersebut, ia memaksa bahwa bila tidak menerima kekhalifahan, ia harus menerima sebagai putra mahkota.
Makmun memiliki berbagai motif ketika menawarkan Imam Ridha as sebagai putra mahkota, ia sebenarnya telah kehilangan sebagian besar popularitasnya di kalangan rakyat, terutama di Ahli Sunnah, karena pembunuhan saudaranya, Amin. Karena Ahli Sunnah setia dan pendukung Amin, maka dengan memanfaatkan kehadiran Imam Ridha as di kekuasaannya dan memanfaatkan posisi beliau, Makmun berusaha mendapatkan legitimasinya. Bani Abbas juga kesal dengan dia karena membunuh Amin, jadi Makmun meminta Imam untuk mengancam dan memaksa mereka untuk patuh.
Reaksi pertama Imam Ridha as menolak datang ke Marv, pusat pemerintahan Makmun, sehingga para petugas Makmun memaksa Imam ke Marv. Namun perlu dicatat bahwa penerimaan posisi putra mahkota adalah prestasi yang dibuat Imam Ridha as untuk komunitas Islam pada waktu itu. Imam Ridha as menggunakan pengangkatannya sebagai putra mahkota untuk memperkenalkan hak Ahlul Bait as dan menghidupkan agama Rasulullah Saw.
Di Iran dan bagian timur dunia Islam, sejumlah orang datang dan memeluk Syiah secara langsung atau melalui wakil-wakil Imam sebelumnya dan banyak orang tidak mengetahui Ali ibn Musa al-Ridha as. Oleh karena itu, dengan posisi putra mahkota Imam Ridha as, para pecinta Ahli Bait as menjadi kuat secara spiritual dan tekanan pada mereka berkurang, dan Ahlul Bait Nabi as berkat Imam Ridha as dihormati dengan kebaikan dan keagungan. Mereka yang tidak menyadari kebajikan Ahlul Bait akhirnya berkenalan dengan orang-orang besar ini.
Terlepas dari kehadiran Imam Ridha as dalam debat dan diskusi yang diselenggarakan Makmun dengan tujuan mempertanyakan citra ilmiah beliau dan di tempat-tempat tersebut ia mengundang para ulama dari agama lain, ternyata upaya itu justru meningkatkan status keilmuan Imam Ridha as. Para ulama dari berbagai agama datang untuk memahami pengetahuan tak terbatas dari Imam as dan mengakui penguasaan beliau atas sumber-sumber agama.
Pertarungan tersembunyi dan terarah Imam Ridha as dengan akar-akar tirani begitu efektif sehingga setelah bertahun-tahun propaganda negatif pemerintah terhadap keluarga Nabi, status karunia dan spiritual para imam yang tertindas menjadi lebih menonjol dan ruang publik komunitas akhirnya membuka lisan pujian terhadap Ahlul Bait as, khususnya Imam Ridha as. Dengan demikian, Makmun yang kembali gagal mencapai tujuannya dan tidak mampu meraih manfaat dari posisi putra mahkota Imam Ridha as untuk mendekatkan beliau secara lahiriah kepadanya, berusaha untuk mempertahankan kekhalifahannya dan berniat untuk menggugursyahidkan cucu suci Rasulullah Saw.