Sejarah Singkat Imam Hasan Al-Mujtaba as 92)
Dikisahkan, suatu hari Imam Hasan sedang berjalan di tengah keramaian masyarakat. Tiba-tiba di tengah jalan beliau bertemu dengan orang tak dikenal yang berasal dari Syam. Pendatang itu ternyata seorang yang sangat membenci Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw. Mulailah ia mencaci maki Imam Hasan. Beliau tertunduk diam tidak menjawab sepatah kata pun terhadap cacian itu, hingga orang tersebut menuntaskan hinaannya.
Setelah itu, Imam Hasan membalasnya dengan senyuman, lantas mengucapkan salam kepadanya sembari berkata, “Wahai kakek, aku kira engkau seorang yang asing. Bila engkau meminta bantuan pada kami, kami akan memberimu. Bila engkau meminta petunjuk, aku akan tunjukkan. Bila engkau lapar, aku akan mengenyangkanmu. Bila engkau tidak memiliki pakaian, aku akan berikan pakaian. Bila engkau butuh kekayaan, aku akan berikan harta. Bila engkau orang yang terusir, aku akan mengembalikanmu. Dan bila engkau memiliki kebutuhan yang lain, aku akan penuhi.”
Mendengar jawaban seperti itu, kakek tersebut terperanjat dan terkejut, betapa selama ini ia keliru menilai keluarga Nabi Muhammad Saw. Sejak saat itu, dia sadar bahwa Muawiyah telah menipu dirinya dan masyarakat lain. Bahkan Muawiyah telah menyebarkan isu dan fitnah tentang ihwal Ali bin Abi Thalib dan keluarganya.
Terkesima oleh jawaban Imam Hasan, kakek itu pun menangis dan berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah khalifah Allah Swt di muka bumi ini, dan sesungguhnya Allah Maha Tahu kepada siapa risalah-Nya ini hendak diberikan. Sungguh sebelum ini engkau dan ayahmu adalah orang-orang yang paling aku benci dari sekalian makhluk Tuhan. Tapi, sekarang engkau adalah orang yang paling aku cintai dari segenap makhluk-Nya.” Lelaki tua itu akhirnya diajak oleh Imam Hasan ke rumahnya, dan beliau menjamunya sebagai tamu kehormatan hingga ia pamit untuk pulang.
Kesabaran Imam Hasan ini juga diakui oleh salah seorang musuh beliau, Marwan yang mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan Imam Hasan, terutama kesabarannya seperti gunung.
Sumber-sumber sejarah menyebutkan, ketika Imam Ali gugur syahid, Imam Hasan berpidato di Masjid Kufah dan mengingatkan kedudukan mulia Ahlul Bait Nabi Muhamamd Saw serta pengorbanan mereka demi kejayaan Islam. Setelah menyampaikan khutbahnya, akhirnya beliau dibaiat oleh umat Islam pada 21 Ramadhan 40 Hijriah sebagai Imam dan Khalifah umat Islam. Selanjutnya baiat kepada Imam Hasan mulai menyebar dari Kufah ke kota-kota lainnya seperti, Basrah dan seluruh wilayah Irak, Hijaz dan Yaman.
Akhirnya Imam Hasan resmi menggantikan kedudukan Imam Ali sebagai khalifah umat Islam, namun akibat krisis yang dikobarkan oleh Dinasti Umawiyah, pemerintahan Imam Hasan tidak bertahan lama. Setelah baiat terhadap Imam Hasan diambil dari seluruh wilayah Islam, Muawiyah bin Abi Sufyan bangkit menentang beliau.
Imam Hasan setelah memberikan nasehat kepada Muawiyah dan sikap keras kepala anak Abu Sufyan ini maka beliau terpaksa memerangi penguasa Syam ini. Setelah kembali ke kota Madinah, Imam Hasan sekitar delapan tahun mengabdikan dirinya di bidang budaya dan sosial. Karena umat Islam sangat memerlukan revolusi budaya.
Cinta dunia dan mengejar kepentingan pribadi, mendorong para komandan pasukan Imam Hasan rela mengkhianati pemimpinnya. Dalam situasi demikian, itu, Imam secara teliti mempertimbangkan kemaslahatannya. Oleh karena itu, Imam yang sangat mengkhawatirkan masa depan Islam dan nasib umat Islam berpendapat bahwa maslahat yang ada adalah menghindari perang. Dengan demikian Imam Hasan bersedia menerima perjanjian damai dengan Muawiyah.Di sisi lain, di kondisi sensitif tersebut, perbatasan wilayah Islam mendapat ancaman dari Romawi Timur dan setiap saat imperium ini siap untuk menyerang umat Islam.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei menjelaskan masa sulit kehidupan Imam Hasan al-Mujtaba.
Rahbar berkata, “Amirul Mukminin syahid karena kondisi masyarakat Islam ketika itu. Kemudian Imamah berganti ke tangan Imam Hasan dalam kondisi demikian, dan beliau tidak mampu bertahan lebih dari enam bulan. Beliau sendirian. Imam Hasan Mujtaba tahu, jika beliau yang hanya memiliki segelintir pengikut berperang dengan Muawiyah dan syahid, maka akan terjadi kerusakan akhlak yang marak di tengah masyarakat Islam dan pertumpahan darah pun tidak bisa dihindari!”.
Ayatullah Khamenei melanjutkan, “Propaganda, uang dan tipu daya dikuasai oleh Muawiyah. Setelah berlalu satu atau dua tahun, orang-orang akan mengatakan Imam Hasan percuma saja melawan Muawiyah. Oleh karena itu, dengan seluruh kesulitan yang dihadapinya, beliau tidak masuk arena perlawanan. Sebab, darahnya akan sia-sia belaka!
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menjelaskan, “Terkadang, syahid lebih mudah dari hidup! kenyataannya demikian. Titik ini dipahami dengan sangat baik dan teliti oleh ahli makna dan hikmah.Terkadang hidup dan perjuangan di sebuah masyarakat lebih sulit dari pada kematian dan syahid serta bertemu dengan Tuhan. Imam Hasan as harus mengambil pilihan tersebut,”.
Dalam sebuah riwayat, Imam Hasan kepada Abu Said berkata, “Jika aku tidak melakukan hal ini, maka tidak ada satu pun pengikut Ahlul Bait yang akan tersisa di muka bumi dan semuanya akan terbunuh. Dalam kasus sengketa antara aku dan Muawiyah, aku berada di pihak yang benar, namun aku menyerahkan kepada Muawiyah. Aku melakukan hal ini untuk melindungi nyawa, darah dan harta kalian.” Pada tahun 50 Hijriah atas skenario busuk Muawiyah, Imam Hasan as diracun oleh istri beliau, Ja’dah hingga akhirnya syahid pada usia 48 tahun. Inna lillahi wa inna ilahi rajiun.