Mengenal Gangguan Kecemasan Sosial Pada Remaja

Survei yang dilakukan oleh Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) pada remaja usia 10-17 tahun menunjukkan bahwa satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja adalah gangguan kecemasan (anxiety disorder).

Salah satu gangguan kecemasan tertinggi di dunia adalah gangguan kecemasan sosial. Gangguan kecemasan sosial merupakan gangguan kesehatan mental ketiga yang paling umum setelah depresi dan penyalahgunaan zat, dengan tingkat prevalensi seumur hidup sekitar 12% (Kessler dkk. 2005),  termasuk juga di Indonesia hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian oleh Vriends, Pfaltz, Novianti, & Hadiyono tahun 2013 (dalam Liskasiwi et al., 2020) yang melaporkan bahwa 15,8% remaja menderita gangguan kecemasan sosial. Studi lain juga mendukung laporan ini, bahwa 31,2%, remaja mengalami gangguan kecemasan sosial tinggi dan mayoritas remaja perempuan mengalami kecemasan sosial lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki (Hasibuan, E. P. N., dkk, 2015).

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan gangguan kecemasan sosial, bagaimana mengidentifikasi, faktor apa saja yang menjadi pemicu dan bagaimana menghadapi remaja yang memiliki gangguan kecemasan sosial? Kita akan coba bahas tema yang sedang banyak jadi perbincangan karena dirasakan semakin mengkhawatirkan belakangan ini.

Sebelum kita masuk ke pembahasan mengenai GKS atau gangguan kecemasan sosial hendaknya kita mengetahui perbedaan antara kecemasan dan gangguan kecemasan. Pengertian kecemasan dalam KBBI adalah perasaan tidak tentram, khawatir, dan gelisah. Kecemasan merupakan gangguan psikologi yang bersifat wajar dan dapat timbul kapan dan dimanapun. Rasa cemas bisa muncul dikarenakan terdapat suatu keadaan yang harus dihadapi atau diselesaikan jika kondisi tersebut sudah dilewati maka rasa cemas bisa diatasi. Misalkan pada saat remaja menghadapi ujian semester terkadang akan merasakan cemas, namun setelah ujian tersebut berakhir rasa cemas itu akan hilang, namun cemas akan menjadi gangguan kecemasan apabila perasaan cemas tersebut muncul sangat intens, setiap waktu sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari.

Gangguan Kecemasan Sosial (GKS) atau fobia sosial adalah kondisi mental di mana seseorang, dalam hal ini remaja mengalami kecemasan yang berlebihan dan takut terhadap situasi sosial atau kinerja di depan orang lain. Remaja dengan gangguan kecemasan sosial sering merasa khawatir akan dihakimi, diejek, atau merasa malu di hadapan orang lain, sehingga mereka cenderung menghindari situasi sosial atau menjalaninya dengan ketegangan yang signifikan. Terdapat tanda atau gejala fisik dan perubahan perilaku pada remaja dengan gangguan kecemasan sosial yaitu gejala fisik;; detak jantung cepat, pipi memerah, keringat berlebihan, gemetar, mual bahkan kesulitan bernapas ketika berada dalam situasi sosial yang menekan. Selain itu, terjadi perubahan perilaku : sulit melakukan kontak mata, malu saat berbicara di depan umum dan menarik diri dari lingkungan. Hal ini disebabkan karena remaja merasa takut dan malu mendapatkan penilaian negatif dari orang lain. Padahal orang lain belum tentu memberikan penilaian negatif atau bahkan tidak memberikan penilaian sama sekali terhadap perilaku remaja tersebut.

Selain pengertian dan gejala remaja yang mengalami gangguan kecemasan sosial, terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya gangguan kecemasan sosial yaitu:

    Faktor Genetik: Jika remaja memiliki riwayat keluarga dengan gangguan kecemasan sosial maka ada kemungkinan remaja lebih rentan terhadap gangguan tersebut.
    Faktor Lingkungan: Pengalaman traumatis, seperti penghinaan, pelecehan, atau bullying di masa lalu, serta lingkungan yang otoriter atau overprotective dapat berkontribusi pada timbulnya gangguan kecemasan sosial.
    Faktor Biologis: Ketidakseimbangan kimia otak, seperti neurotransmiter serotonin, dapat berperan dalam perkembangan gangguan kecemasan sosial.
    Faktor Sosial dan Kultural: Norma sosial yang ketat atau tekanan untuk tampil sempurna dalam masyarakat tertentu dapat memengaruhi terjadinya gangguan kecemasan sosial.

Menurut Hurlock (2014) masa remaja merupakan masa “badai dan tekanan,” pada masa ini sifat emosi yang dialami remaja cukup tinggi akibat dari perubahan-perubahan fisik dan hormon. Meskipun tidak semua remaja mengalami masa tersebut. Remaja yang tidak mengalami masa tersebut akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, mampu menjalin hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya dan memiliki emosi yang semakin matang. Namun remaja yang mengalami masa tekanan tersebut akan mengalami emosi yang tidak stabil sepanjang waktu akibat dari usaha penyesuaian diri dari perilaku dan harapan sosial yang baru. Remaja yang mengalami masa badai dan tekanan akan mempengaruhi kehidupan sosialnya seperti selalu menghindari lingkungan serta menimbulkan kecemasan sosial.

Remaja yang mengalami gangguan kecemasan sosial harus mendapat perhatian dan ditangani dengan baik karena akan mempengaruhi kehidupannya. Remaja yang cenderung menghindari situasi sosial akan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat, depresi, gangguan mental bahkan penyalahgunaan zat. Selain itu, kecemasan yang berkepanjangan akan menghambat remaja dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam hal pendidikan, pekerjaan, atau hubungan pribadi.

Jika melihat atau mengalami gejala ini hendaknya orang tua dapat mengajak anak untuk terbuka tentang gangguan kecemasan yang mereka alami, kemudian mencari bantuan professional yang paham terhadap masalah ini (cont: psikiater, psikolog). Selain itu, diharapkan agar remaja dapat menjaga kesehatan mental (pengelolaan stres, membuka komunikasi dengan orang terdekat, menjaga keseimbangan hidup) serta mencoba menghadapi kecemasan sosial secara bertahap. Langkah-langkah tadi dapat membantu mengurangi kecemasan yang timbul.

Baiklah Ayah-Bunda demikian pembahasan kita tentang gejala kecemasan sosial khususnya pada remaja. Semoga bermanfaat.