Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Maulid Rasulullah, Kelahiran Cahaya Ilahi (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Penantian panjang berabad-abad umat manusia akhirnya tiba. Manusia paling mulia lahir ke bumi. Sang pembawa rahmat bagi segenap alam terlahir ke dunia yang akan menebarkan Rahmatan lil Alamin. Kelahirannya menyinari alam semesta dengan keutamaan, dan membawa umat manusia menuju jalan yang benar.

Para astronom melihat bintang yang bersinar terang dan akan mengubah dunia. Ketika itu, seorang bayi yang baru lahir memancarkan cahaya berkilau. Kelahirannya mengubah gurun kebodohan dan fanatisme buta menjadi taman kasih sayang dan pemikiran. Kelahirannya membawa cahaya ilahi untuk umat manusia di muka bumi.

Pada tanggal 17 Rabiul Awal, menurut versi Syiah, dan 12 Rabiul Awal menurut versi Sunni, terlahir seorang bayi agung bernama Muhammad dari keluarga terhormat di kota suci Mekah.

Sang ibu, Aminah menuturkan peristiwa kelahiran puteranya, "Malam itu pancaran keagungan ilahi hadir di hadapanku. Sebuah cahaya terang memancar dari atas kepalaku menuju angkasa. Malaikat di sekelilingku turun, dan aku merasakan ketentraman di batin ini. Ruangan dipenuhi cahaya, dan puteraku Muhammad lahir,".

 "Wajah Muhammad seperti ayahnya, Abdullah.Tapi lebih tampan dan indah. Di keningnya tampak cahaya yang memancar terang. Satu tangannya di tanah dan satu lagi menengadah ke langit, dan dengan bahasa yang indah mengagungkan keesaan Allah Swt. Ketika itu, malaikat memangkunya dan mengucapkan selamat, dan kabar gembira kepadaku. Salah seorang dari mereka berucap: Wahai Aminah, Serahkan anakmu kepada Allah Yang Maha Esa, dan katakanlah Aku berserah diri kepada Tuhan yang Maha Esa dari segala bentuk dendam dan hasud," ujar Siti Aminah.

Abdul Muthalib, ayah Abdullah berada di dekat Aminah. Kemudian memangku bayi agung itu dan membawanya menuju Masjidul Haram untuk mengagungkan Tuhan dan bersyukur atas segala karunia besar dengan kelahiran manusia mulia ini bagi keluarganya.

Ketika memasuki bagian dalam Kabah, tiba-tiba bibir bayi bergerak dan di seantero Kabah berkumandang, "Bismillah wa Billah". Abdul Muthalib berkata, "Wahai umat manusia; hak telah datang, dan kebatilan akan binasa. Kebatilan akan musnah selamanya."

Sang bayi Muhammad beranjak besar hingga berusia 12 tahun. Di usia yang masih belia, Muhammad bersama pamannya, Abu Thalib, melakukan perjalanan dagang menuju Syam. Rombongan mereka berhenti di tengah perjalanan untuk beristirahat. Di sebuah tempat mereka dijamu oleh seorang pendeta saleh bernama Bukhaira.

Ketika rombongan tiba, Bukhaira bertanya kepada mereka, "Di antara kalian adakah yang belum masuk?" Abu Thalib menjawab, "Hanya seorang remaja yang masih di luarl." Kemudian pendeta Bukhaira mempersilahkan remaja itu untuk masuk.

Pada saat Muhammad masuk, Bukhaira melihatnya dengan penuh keheranan. "Wahai anak muda, ada yang mau aku tanyakan kepadamu," tutur  Bukhaira. "Jawablah dengan benar, bersaksilah demi Latta dan Uzza !" tegasnya. Tapi remaja itu menjawab, "Dua nama itu yang paling tidak aku terima,".

Lalu Bukhaira melanjutkan percakapannya, "Bersaksilah demi Tuhan Yang Maha Esa, engkau berkata benar!" Remaja itu menjawab, "Aku senantiasa berkata benar." Bukhaira kembali bertanya, "Apa yang paling engkau sukai?" Lalu remaja itu menjawab, "Kesendirian."

Bukhaira semakin penasaran, kemudian melanjutkan pertanyaannya,"Apa yang paling kau sukai dari alam semesta ini?" Remaja itu menjawab, "Langit dan bintang." Berbagai pertanyaan lain terus mengalir dari Bukhaira terhadap Muhammad yang masih belia, hingga akhirnya ia meminta Muhammad menunjukkan sebuah tanda di punggungnya. Akhirnya, pendeta Kristen ini yakin bahwa orang yang ada di hadapannya adalah Muhammad, penerus Nabi Isa Al Masih.

Dengan raut muka bahagia, pendeta Bukhaira mengajukan pertanyaan kepada Abu Thalib, "Anak siapa remaja ini?" Abu Thalib menjawab, "Anakku." Tapi pendeta Bukhaira balik berkata, "Bukan, ayah anak ini telah meninggal." Dengan penuh rasa heran, Abu Thalib bertanya, "Dari mana engkau mengetahuinya?" Pendeta Bukhaira bertutur lirih, "Masa depan remaja ini sangat penting. Jika orang lain melihat tanda-tanda yang aku ketahui, maka ia akan membunuhnya. Jagalah dia, karena dia adalah Nabi terakhir."

Sejak kecil Muhammad selalu prihatin dengan kondisi sosial masyarakatnya. Ia seringkali menyendiri untuk merenung dan memikirkan kondisi yang terjadi di tengah masyarakat jahiliyah Arab ketika itu. Jarak pemikiran antara beliau dan masyarakat semakin menganga. Beliau acapkali menjauh dari keramaian dan menyendiri di gua Hira untuk beribadah dan merenung.

Bersambung ...