Perjanjian Lama dalam Teraju Sains



Berseminya Perselisihan Teologis
Hanya beberapa hal yang termaktub dalam Perjanjian Lama, dan demikian juga dalam Perjanjian Baru yang menimbulkan konfrontasi dengan pengetahuan modern. Tetapi jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai antara teks Bibel dan Sains, maka persoalannya menjadi sangat penting.

Dalam bab-bab yang terdahulu, kita telah menemukan dalam Bibel kesalahan-kesalahan historis dan kita telah menyebutkan beberapa masalah yang telah dibicarakan oleh ahli tafsir Yahudi dan Kristen. Para penafsir Kristen condong untuk mengecilkan persoalannya. Mereka berpendapat bahwa adalah wajar jika seorang pengarang buku agama menyajikan fakta-fakta sejarah dengan menghubungkannya dengan masalah teologi, menulis sejarah untuk keperluan agama. Kita akan melihat dalam Injil Matius, sikap yang bebas terhadap sesuatu kenyataan, dan kita dapatkan tafsiran-tafsiran yang tujuannya untuk menjadikan yang keliru menjadi benar; pemikiran yang obyektif dan logis tidak akan merasa puas dengan cara yang demikian.

Dengan memakai logika, orang dapat menunjukkan banyak kontradiksi dan kekeliruan dalam Bibel. Adanya sumber-sumber yang berlainan telah menyebabkan adanya versi yang berlainan mengenai sesuatu hikayat. Tetapi di samping itu kita dapatkan bermacam-macam perubahan, bermacam-macam tambahan. Pada mulanya tambahan itu sebagai tafsiran, tetapi kemudian naskah asli dan tafsiran disalin lagi dan semua isinya dianggap asli.

Semua ini sudah diketahui oleh para kritikus teks, dan mereka kemukakan secara jujur.

Mengenai Taurat, Bapa de Vaux dalam bukunya: Pengantar Umum (Introduction Generale) yang ditulis sebelum menterjemahkan Taurat telah menunjukkan bermacam-macam kepincangan yang tak perlu lagi saya ulangi di sini karena banyak lagi yang akan saya sebutkan dalam penyelidikan ini. Kesimpulan dari semua itu adalah bahwa kita tidak boleh memahami teks-teks Taurat secara harfiah.

Di bawah ini adalah suatu oontoh yang menarik:

Dalam (Kitab Kejadian [6], 3) Tuhan memutuskan, sebelum Banjir Nabi Nuh, untuk membatasi umur manusia, paling panjang hanya 120 tahun. "Hidupnya tidak akan lebih dari 120 tahun." Tetapi kemudian, dalam (Kitab Kejadian [2], 10-32) kita dapatkan bahwa sepuluh orang keturunan Nabi Nuh hidup berusia sampai antara 148 dan 600 tahun (lihatlah tabel mengenai anak turunan Nabi Nuh sampai Abraham). Kontradiksi antara dua kalimat tersebut adalah menyolok. Tetapi adalah mudah untuk menerangkan. Kalimat pertama (Kitab Kejadian 6,3) adalah teks Yahwist, yang sebagai kita telah membicarakannya, dibuat pada abad X S.M. Sedangkan kalimat kedua (Kitab Kejadian 2, 10-32) merupakan teks yang lebih muda (abad VI S.M.) dari tradisi pendeta-pendeta (Sakerdotal) yang merupakan dasar dari silsilah keturunan (genealogi) yang memberi gambaran tentang lamanya hidup seseorang secara tepat tetapi ternyata tidak benar dalam keseluruhannya.

Kontradiksi dengan Sains modern terdapat dalam Kitab Kejadian, yaitu mengenai tiga persoalan:

1). Penciptaan alam dan tahap-tahapnya.

2). Masa penciptaan alam dan munculnya manusia di muka bumi.

3). Riwayat banjir Nuh.


Penciptaan Semesta
Sebagai yang telah dikatakan oleh Bapa de Vaux, Kitab Kejadian bermula dengan dua riwayat mengenai penciptaan alam. Oleh karena itu kita perlu menyelidiki kedua riwayat itu secara terpisah untuk mengetahui kesesuaiannya dengan penyeiidikan-penyelidikan ilmiah.


Riwayat Pertama Ihwal Penciptaan Semesta
Riwayat pertama memenuhi pasal I dan ayat-ayat pertama dari pasal II. Riwayat ini merupakan contoh yang sangat menonjol tentang kerancuan ilmiah. Kita perlu melakukan kritik sebaris demi sebaris. Teks yang kita muat di sini adalah teks menurut The Revised Standard Version of Bible.[1] Dalam bahasa Indonesia, diambil dari Al Kitab cetakan Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2007.

"Bahwa pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah di atas permukaan air.” (Kejadian [1]:1-2)

Kita mungkin dapat menerima bahwa sebelum penciptaan bumi, apa yang kemudian kita ketahui sebagai alam sekarang masih ditutupi kegelapan, akan tetapi untuk menyebut adanya adanya air pada periode tersebut hanya merupakan sebuah imaginasi. Kita akan melihat dalam bagian ketiga dari buku ini bahwa pada tahap permulaan dari terciptanya alam yang terdapat adalah gas. Maka disebutkannya air di situ adalah sebuah kekeliruan.

“Berfirmanlah Allah: Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Allah melihat terang itu baik, lalu dipisahkan-Nya-lah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilan pagi, itulah hari pertama.” (Kejadian [1]:3-5)

Cahaya yang menerangi alam adalah hasil daripada reaksi kompleks yang terjadi pada bintang-bintang. Hal ini akan kita bicarakan pada bagian selanjutnya (ketiga daripada buku)

Pada tahap penciptaan alam yang kita bicarakan sekarang, menurut Bibel, bintang-bintang belum diciptakan, karena sinar di langit baru disebutkan dalam ayat 14 dari Kitab Kejadian, yaitu sebagai ciptaan pada hari keempat, untuk "memisahkan siang daripada malam," "untuk menerangi bumi." Dan ini semua betul. Tetapi adalah tidak logis untuk menyebutkan efek (sinar) pada hari pertama, dengan menempatkan penciptaan benda yang menyebabkan sinar (bintang-bintang) tiga hari sesudah itu. Lagipula menempatkan malam dan pagi pada hari pertama adalah alegori (kiasan) semata-mata, karena malam dan pagi sebagai unsur hari tak dapat digambarkan kecuali sesudah terwujudnya bumi dan beredarnya di bawah sinar planetnya yaitu matahari.

"Berfirmanlah Allah: “Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air.” Maka Allah menjadkan cakrawala dan Dia memisahkan yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua.” (Kejadian 1:6-8)

Mitos air berlanjut pada ayat-ayat tersebut dengan memisahkan air menjadi dua lapisan, di tengahnya adalah langit. Dalam riwayat bah Nabi Nuh, langit membiarkan air menanjak, dan air itu kemudian jatuh ke tanah. Gambaran bahwa air itu terbagi menjadi dua kelompok tak dapat diterima secara ilmiah.

“Berfirmanlah Allah: “Hendaklah segala air yang ada di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering. Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Allah melihat semuanya itu baik. Berfirmanlah Allah: “Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.” Dan jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ketiga.” (Kitab Kejadian 1:9-13)

Fakta bahwa pada suatu periode dalam sejarah bumi, ketika bumi ini masih tertutup dengan air, bahwa daratan-daratan mulai muncul, adalah suatu hal yang dapat diterima secara ilmiah. Akan tetapi bahwa pohon yang mengandung biji-biji bermunculan sebelum terciptanya matahari (yang menurut Kitab Kejadian, baru tercipta pada hari keempat), dan juga bahwa siang dan malam silih berganti sebelum terciptanya matahari, hal tersebut sama sekali tak dapat dipertahankan secara ilmiah.

"Berfirmanlah Allah: “Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun. Dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi. Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang. Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.” (Kitab Kejadian [1]:14-19)

Di sini gambaran yang diberikan oleh pengarang Injil dapat diterima. Satu-satunya kritik yang dapat kita lemparkan terhadap ayat-ayat tersebut adalah tempat dan letaknya dalam hikayat penciptaan alam seluruhnya. Bumi dan bulan telah memisahkan diri daripada matahari; menempatkan penciptaan matahari dan bulan sesudah penciptaan bumi adalah bertentangan dengan hal-hal yang sudah disetujui secara pasti dalam ilmu pengetahuan mengenai tersusunnya alam bintang-bintang.

“Berfirmanlah Allah: “Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala. Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: “Berkembang-biaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kelima.” (Kitab Kejadian [1]:20-23)

Ayat-ayat di atas ini mengandung hal-hal yang tidak dapat diterima secara ilmiah.

Timbulnya binatang-binatang, menurut Kitab Kejadian, bermula dengan binatang-binatang laut dan burung-burung. Menurut Bibel, adalah pada hari keesokannya bahwa bumi dihuni oleh binatang-binatang (kita akan melihatnya dalam ayat-ayat selanjutnya);

Sudah terang bahwa asal kehidupan itu dari laut; kita akan membicarakan hal tersebut pada bagian ketiga daripada buku ini. Setelah adanya kehidupan di laut, daratan dihuni oleh binatang-binatang. Di antara binatang-binatang yang hidup diatas bumi, ada suatu jenis reptil (binatang melata) yang dinamakan pseudo suchiens yang hidup pada periode kedua dan yang dikirakan menjadi asal burung-burung. Beberapa sifat-sifat biologis yang bersamaan menguatkan sangkaan ini. Tetapi binatang-binatang darat tidak disebutkan oleh Kitab Kejadian, kecuali pada hari ke enam, setelah munculnya burung-burung, oleh karena itu maka urutan munculnya binatang darat dan burung-burung tak dapat diterima.

"Berfirmanlahlah Allah: “Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang liar.” Dan jadilah demikian. Allah menjadikan segala jenis binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa semuanya it baik. Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar adan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya; menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilahbumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Berfirmanlah Allah: “Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segal tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohon yang buahnya berbji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya.” Dan jadilah demikian. Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. (Kitab Kejadian 1:23-31)

Ini adalah gambaran selesainya penciptaan semesta. Dalam gambaran itu pengarang menyebutkan segala makhluk yang hidup yang tidak disebutkan sebelumnya, dan mengingatkan kepada bahan makanan yang bermacam-macam yang diperuntukkan bagi manusia dan binatang.

Kesalahannya, sebagai yang telah kita lihat, adalah dalam menempatkan munculnya binatang-binatang darat sesudah burung-burung. Tetapi munculnya manusia di atas bumi di tempatkan secara benar sesudah munculnya makhluk-makhluk hidup yang lain.

Riwayat penciptaan alam selesai dengan tiga ayat pertama dari pasal 2 Kitab Kejadian.

“Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-nya itu.” (Kitab Kejadian 2:1-3)

Ayat mengenai hari ketujuh ini perlu untuk dicermati:

Pertama mengenai arti redaksi-redaksi dari ayat di atas. Redaksi tersebut adalah berasal dari Revised Standard Version of the Bible sebagaimana yang disebutkan di atas. Ayat pertama berbunyi: " Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya " Redaksi “segala” di sini, dengan segala kemungkinan, menunjukkan banyaknya makhluk yang diciptakan.

Ayat kedua mengandung redaksi, berhentilah ia daripada pekerjaannya. Yang dimaksudkan adalah beristirahatlah, sebagai terjemahan Ibrani "chabbat." Dan hingga hari ini, hari Sabtu merupakan hari istirahat bagi orang Yahudi.

Sudah terang bahwa "istirahat" yang dilakukan Tuhan setelah bekerja keras selama enam hari adalah suatu legenda, akan tetapi legenda itu memiliki tafsiran. Kita harus ingat bahwa riwayat penciptaan Tuhan yang kita bicarakan di sini berasal dari tradisi sakerdotal atau tradisi pendeta-pendeta, yakni tradisi yang ditulis oleh para pendeta atau juru tulis yang merupakan pewaris spiritual dari Yehezkiel, Nabi Bani Israil pada waktu pengasingan di Babylon, pada abad VI SM. Kita mengetahui bahwa para pendeta mengolah versi Yahwist dan Elohist daripada Kitab Kejadian, menyusunnya menurut selera mereka, dan menurut adat kebiasaan mereka yang mementingkan segi hukum sebagai diterangkan oleh R.P. de Vaux. Kita telah membicarakan segi ini pada lain tempat.

Teks Yahwist tentang penciptaan alam adalah lebih tua beberapa abad daripada teks Sakerdotal, dan tidak menyebutkan bahwa Tuhan beristirahat setelah bekerja keras enam hari seperti yang disebut oleh penulis teks Sakerdotal. Penulis teks Sakerdotal membagi waktu penciptaan alam dalam hari-hari yang disamakan dengan hari-hari seminggu yang biasa serta menekankan istirahat hari Sabtu yang mereka rasa harus dipertahankan kepada pengikut-pengikut mereka dengan mengatakan bahwa Tuhanlah yang pertama menghormati hari Sabtu itu. Dengan bertitik tolak dari segi praktis ini, maka riwayat penciptaan alam disajikan dengan logika keagamaan yang semu, yang hasil-hasil penyelidikan ilmiah membuktikannya sebagai khayalan belaka.

Menyelipkan hari ke tujuh (daripada hari-hari satu minggu) dalam tahap-tahap penciptaan alam dengan maksud agar para pengikut agama menghormati hari Sabtu seperti yang dilakukan oleh pengarang sumber Sakerdotal, tak dapat dipertahankan secara ilmiah. Pada waktu sekarang, semua orang tahu bahwa terciptanya alam, termasuk di dalamnya bumi tempat hidup kita telah terjadi dalam tahap waktu yang sangat panjang, yang penyelidikan ilmiah belum dapat memastikan walaupun secara "kurang lebih." Hal ini akan kita bicarakan dalam bagian ketiga daripada buku ini, yakni pada waktu kita membicarakan tentang penciptaan alam menurut Al Qur-an.

Seandainya riwayat penciptaan alam selesai pada malam hari yang ke 6, dan tidak menyebutkan hari ke tujuh atau Sabat waktu Tuhan beristirahat, atau seandainya kita tafsirkan enam hari di Perjanjian Lama itu sebagai enam periode seperti yang tersebut dalam Al Qur-an, riwayat Sakerdotal tetap tak dapat diterima karena urutan periode-periode tersebut sangat kontradiksi dengan dasar-dasar ilmiah yang elementer.

Dengan begitu maka riwayat Sakerdotal merupakan konstruksi imaginatif yang lihai yang mempunyai suatu tujuan, dan tujuan itu bukan untuk memberitahukan suatu kebenaran.


Riwayat Kedua ihwal Penciptaan Semesta
Riwayat kedua tentang penciptaan alam yang termuat dalam Kitab Kejadian sesudah riwayat pertama, dengan tanpa peralihan (transisi) dan tanpa komentar, tidak menjadi sasaran kritik yang dilancarkan terhadap riwayat pertama.

Kita harus ingat bahwa riwayat ini berasal dari periode yang jauh lebih kuno, kira-kira 3 abad. Riwayat ini pendek sekali, akan tetapi membicarakan juga penciptaan manusia dan surga dunia di samping membicarakan penciptaan bumi dan langit secara sangat singkat.

“Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika Tuhan Allah menjadikan bumi dan langit, belum ada semak apa pun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apa pun di padang, sebab Tuhan Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu, ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk hidup. (Kejadian 2:4-7)

Demikianlah riwayat Yahwist yang terdapat dalam Bibel yang kita miliki sekarang. Apakah riwayat ini yang kemudian ditambah dengan riwayat Sakerdotal, memang dari permulaan adalah sangat singkat? Tak ada orang yang dapat mengatakan bahwa teks Yahwist pernah dipotong, dan tak ada pula orang yang dapat mengatakan bahwa beberapa baris yang kita miliki itu merupakan segala sesuatu yang termuat dalam teks yang lebih kuno daripada Bibel mengenai penciptaan alam.

Sesungguhnya riwayat Yahwist tersebut tidak menyebutkan terbentuknya bumi dan langit. Riwayat tersebut hanya memberi gambaran bahwa ketika Tuhan menciptakan manusia, tak terdapat pohon-pohonan di atas bumi (belum pernah ada hujan), meskipun air yang datang dari dalam bumi menutupi dataran bumi. Teks selanjutnya memberi konfirmasi karena ayat 8 Kitab Kejadian mengatakan: "Selanjutnya Tuhan Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; di situlah ditempatkannya manusia yang dibentuk-Nya itu." Dengan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pohon-pohonan tumbuh bersamaan dengan diciptakannya manusia. Hal ini secara ilmiah tidak benar, manusia muncul di atas bumi lama setelah tumbuh-tumbuhan ada, walaupun kita tidak tahu berapa juta tahun perbedaan antara dua kejadian itu.

Demikianlah satu-satunya kritik yang dapat dilontarkan kepada teks Yahwist. Dengan tidak mengatakan bahwa manusia diciptakan Tuhan bersamaan dengan diciptakannya alam dan bumi, dua hal yang dikatakan oleh teks Sakerdotal sebagai dua hal yang terjadi dalam satu minggu, teks Yahwist terhindar dari kritik berat yang dilontarkan orang terhadap teks Sakerdotal.


Tahun Penciptaan Alam Dan Tahun Munculnya Manusia Di Atas Bumi
Menurut bahan-bahan yang terdapat dalam Perjanjian Lama, kalender Yahudi menempatkan tahun-tahun itu secara pasti. Pertengahan kedua tahun 1975, sama dengan permulaan tahun yang ke 5736 penciptaan alam. Manusia yang diciptakan Tuhan beberapa hari sesudah terciptanya alam, mempunyai usia yang sama, menurut kalender Yahudi.

Tentu saja tahun tersebut perlu dikoreksi, karena tahun Yahudi dihitung menurut gerak bulan sedangkan kalender Barat didasarkan atas tahun matahari, akan tetapi koreksi sebanyak 3 % agar menjadi tepat, tidak ada artinya. Untuk tidak meruwetkan perhitungan, lebih baik tidak melakukan koreksi itu. Yang penting di sini adalah soal kebenaran, maka tidak penting jika masa berjuta tahun itu berselisih 30 tahun untuk lebih dekat kepada kebenaran, marilah kita katakan bahwa menurut perhitungan Yahudi, terciptanya alam terjadi pada abad 37 SM.

Apakah yang diajukan kepada kita oleh Sains modern? Sukarlah kiranya untuk menjawab pertanyaan yang mengenai terbentuknya alam; yang dapat kita katakan adalah waktu terbentuknya sistem matahari (solair). karena ini dapat kita kira-kirakan dengan cara yang memuaskan. Orang memperkirakan bahwa antara waktu terciptanya alam dan waktu sekarang, kirakira 4.5 milliar tahun. Dengan begitu dapat kita ukur perbedaan antara kebenaran yang sudah ditetapkan oleh ilmu pengetahuan (dan yang akan kita bicarakan secara panjang dalam bagian ketiga dari buku ini) dan hal-hal yang dibicarakan oleh Perjanjian Lama. Hal-hal terakhir ini adalah hasil dari penyelidikan yang teliti terhadap teks Bibel. Kitab Kejadian memberi keterangan yang persis mengenai perbedaan waktu antara Adam dan Ibrahim. Daftar tahun antara Nabi Ibrahim dan Nabi Isa tidak lengkap dan perlu dilengkapi dengan sumber-sumber lain.


Dari Adam sampai Ibrahim
Kitab Kejadian dalam pasal 4, 5, 11, 21, dan 25 memberi silsilah nenek moyang Ibrahim sampai Nabi Adam dalam garis lurus, secara sangat teliti. Dengan menyebutkan umur masing-masing, umur bapak ketika anaknya lahir, daftar itu memudahkan kita untuk menemukan tahun kelahiran dan kematian tiap-tiap orang tua, sampai kepada Adam, seperti tertera dalam tabel di bawah ini.


Silsilah Nabi Adam
Tabel


Ibrahim sampai awal kemunculan ajaran Kristen
Untuk periode tersebut, Bibel tidak memberi keterangan angka-angka yang dapat menyampaikan kita kepada evaluasi tepat sebagaimana kita mendapat keterangan mengenai nenek moyang Nabi Ibrahim dari Kitab Kejadian. Untuk mengukur waktu yang memisahkan antara Nabi Ibrahim dan Nabi Isa, kita harus mencari bantuan dan sumber lain.

Pada waktu ini orang menempatkan Nabi Ibrahim kurang lebih 18 abad S.M. Hal ini jika digabungkan dengan keterangan Kitab Kejadian mengenai perbedaan waktu antara Nabi Ibrahim dan Nabi Adam, akan memberi hasil bahwa Adam hidup 38 abad sebelum Nabi Isa. Perhitungan ini sudah terang salah. Kesalahannya disebabkan oleh perhitungan Bibel mengenai waktu antara Adam dan Ibrahim, yaitu perhitungan yang dijadikan dasar untuk membikin kalender Yahudi. Pada waktu ini kita dapat membantah mereka yang mempertahankan kebenaran Bibel dengan menunjukkan kepincangan antara ilmu pengetahuan modern dengan perkiraan khayalan yang dilakukan oleh pendeta-pendeta Yahudi abad 7 S.M.; selama berabad-abad perkiraan pendeta tersebut selalu menjadi dasar hubungan antara zaman sejarah kuno dengan Nabi Isa.

Bibel yang diterbitkan sebelum zaman modern menyajikan kronologi kejadian-kejadian yang terjadi semenjak penciptaan alam sampai waktu Bibel tersebut dicetak.

Kronologi tersebut biasanya dimuat dalam suatu kata pengantar yang mengandung angka-angka yang sedikit berlain-lainan menurut waktu pencetakan Bibel tersebut.

Sebagai contoh, Vulgate Clement (tahun 1621) menempatkan Ibrahim pada waktu yang lebih kuno dan menempatkan penciptaan alam pada abad 40 SM. Bibel Walton yang dicetak pada abad 17 menyajikan kepada pembacanya, suatu tabel yang mirip dengan tabel nenek moyang Nabi Ibrahim, sebagai tambahan kepada teks dalam beberapa bahasa; pada umumnya perkiraannya sesuai dengan angka-angka yang tersebut dalam tabel yang kita muat.

Pada zaman modern, orang tidak lagi dapat mempertahankan kronologi khayalan yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern yang telah dapat membuktikan bahwa penciptaan alam telah terjadi pada waktu yang sangat jauh lebih dahulu. Tetapi orang merasa puas hanya dengan menghilangkan kata pengantar dan tabel, dan tidak berani mengatakan kepada para pembaca tentang kelemahan teks Bibel yang dijadikan dasar untuk membuat tabel, sehingga teks Bibel tak dapat dianggap mengatakan kebenaran. Orang lebih suka memasang tabir, dan mencari cara untuk berdebat secara halus agar teks Bibel tersebut dapat diterima tanpa dikurangi.

Karena inilah maka silsilah keturunan (genealogi) teks Sakerdotal sampai sekarang masih dihormati orang, meskipun orang pada abad 20 ini tak dapat lagi menerima dasar-dasar khayalan.

Mengenai tahun munculnya manusia di atas bumi, hasil pengetahuan modern baru dapat memberi penjelasan sampai batas tertentu. Kita dapat merasa yakin bahwa manusia telah ada di atas bumi ini, dengan kekuatan berfikirnya dan kekuatan bertindaknya, dua kekuatan yang membedakannya daripada binatang-binatang yang bentuknya hampir serupa manusia, yaitu dalam waktu yang lebih mutakhir pada periode yang dapat diperkirakan, tetapi tidak dengan kepastian yang mutlak.

Orang sudah dapat mengatakan sekarang bahwa bekas-bekas manusia yang berfikir dan bertindak telah ditemukan, dan umur bekas-bekas itu dapat diukur dengan jarak puluhan ribu tahun.

Penetapan perkiraan waktu ini ada hubungannya dengan type manusia prasejarah yang telah diungkapkan sebagai yang paling baru, seperti manusia neo-Anthropien (cromagnon). Memang ada bekas-bekas lain tentang manusia telah diungkapkan di beberapa tempat, yaitu mengenai manusia yang kurang berevolusi (paleo Anthropies) yang diperkirakan umurnya sudah ratusan ribu tahun. Tapi apakah mereka itu betul manusia?

Bagaimanapun juga, bukti-bukti ilmiah adalah pasti, mengenai neo-Anthropien, mereka adalah sebelum zaman manusia pertama yang dilukiskan oleh Kitab Kejadian. Dengan begitu maka terdapat kerancuan antara angka-angka yang tersebut dalam Kitab Kejadian mengenai munculnya manusia di atas bumi dengan pengetahuan ilmiah yang sudah pasti di waktu ini.


Banjir Nabi Nuh
Pasal 6, 7 dan 8 Kitab Kejadian mengulas riwayat banjir. Tepatnya, saya katakan bahwa terdapat dua riwayat yang tidak ditulis satu di samping lainnya, akan tetapi terpisah dengan kalimat-kalimat yang memberi kesan seperti adanya kesinambungan antara berbagai-bagai dongeng. Akan tetapi sesungguhnya dalam tiga pasal tersebut terdapat kontradiksi yang sangat mencolok. Kontradiksi tersebut dapat diterangkan dengan adanya dua sumber yang berlainan, yaitu sumber Yahwist dan sumber Sakerdotal.

Kita telah melihat sebelum ini bahwa dua sumber tersebut membentuk suatu campuran yang pincang. Tiap teks asli dipenggal dalam paragraf-paragraf dan kalimat-kalimat, dengan unsur dari satu sumber berseling dengan unsur-unsur dari sumber yang lain, sehingga dalam teks Perancis, orang melompat dari satu sumber ke sumber yang lain tujuh belas kali, sepanjang hanya seratus baris.

Secara keseluruhan, hikayat banjir adalah sebagai berikut:

Karena maksiat manusia sudah sangat umum, Tuhan memutuskan untuk memusnahkan manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya, Tuhan memberi tahu Nabi Nuh dan memerintahnya untuk membikin perahu, serta membawa muatan yang terdiri dari isterinya, tiga orang anaknya dengan isteri-isteri mereka, serta beberapa makhluk hidup lain. Mengenai makhluk-makhluk hidup ini, dua sumber berbeda. Satu riwayat yang berasal dari sumber Sakerdotal mengatakan Nuh membawa satu pasang dari tiap jenis. Kemudian dalam kata-kata berikutnya (berasal dan sumber Yahwist) dikatakan bahwa Tuhan memerintahkan mengambil 7 dari tiap-tiap jenis jantan dan betina dari jenis yang suci, dan hanya satu pasang dari jenis yang tidak suci.

Akan tetapi lebih lanjut lagi, dikatakan bahwa Nuh hanya membawa dalam perahu itu satu pasang dari setiap jenis. Ahli-ahli Perjanjian Lama seperti R.P. de Vaux mengatakan bahwa teks semacam itu merupakan teks Yahwist yang sudah dirubah.

Satu paragraf (dari sumber Yahwist) mengatakan bahwa sebab banjir adalah air hujan, sedang paragraf lain (dari sumber Sakerdotal) mengatakan bahwa sebab banjir adalah dua yaitu air hujan dan sumber-sumber dari tanah.

Seluruh bumi telah tenggelam sampai diatas puncak gunung. Segala kehidupan musnah. Setelah satu tahun, Nabi Nuh keluar dari perahunya yang telah berada di atas puncak gunung Ararat setelah air bah menurun.

Di sini kita harus menambahkan bahwa lamanya banjir itu berbeda menurut sumbernya. Sumber Yahwist mengatakan 40 hari sedang sumber Sakerdotal mengatakan 50 hari.

Sumber Yahwist tidak memastikan Nabi Nuh berusia berapa ketika itu terjadi, tetapi sumber Sakerdotal mengatakan bahwa banjir itu terjadi waktu Nabi Nuh berumur 600 tahun.

Sumber Sakerdotal juga memberi penjelasan tentang tahun terjadinya banjir yaitu dengan tabel silsilahnya, baik dari segi Nabi Adam maupun dari segi Nabi Ibrahim. Oleh karena menurut perhitungan yang dilakukan atas dasar Kitab Kejadian, Nabi Nuh dilahirkan 1056 tahun sesudah Nabi Adam (silahkan lihat tabel nenek moyang dari Ibrahim) maka banjir telah terjadi 1656 tahun sesudah lahirnya Nabi Adam. Akan tetapi dilihat dari segi Nabi Ibrahim, Kitab Kejadian menempatkan terjadinya banjir pada 292 tahun sebelum lahirnya Nabi Ibrahim tersebut.

Menurut Kitab Kejadian, banjir mengenai seluruh jenis manusia dengan seluruh makhluk hidup yang diciptakan oleh Tuhan telah mati di atas bumi. Kemanusiaan telah dibangun kembali, dimulai dengan tiga orang putra Nuh dan isteri-isteri mereka, sedemikian rupa bahwa tiga abad kemudian lahirlah Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim mendapatkan jenis manusia sudah pulih kembali dalam kelompok-kelompok bangsa. Bagaimana dalam waktu yang singkat, jenis manusia dapat pulih kembali? Soal ini telah menghilangkan kepercayaan kepada riwayat banjir tersebut.

Di samping itu, bukti-bukti sejarah menunjukkan ketidakserasian riwayat tersebut dengan ilmu pengetahuan modern. Sekarang ini ahli sejarah menempatkan Nabi Ibrahim pada tahun 1800-1850 SM. Jika banjir telah terjadi 3 abad sebelum Nabi Ibrahim seperti yang diterangkan oleh Kitab Kejadian dalam silsilah keturunan para Nabi, ini berarti bahwa banjir telah terjadi pada abad 21 atau 22 SM. Pada waktu itu, menurut ilmu sejarah modern, di beberapa tempat di dunia ini sudah bermunculan bermacam-inacam peradaban yang bekas-bekasnya telah sampai kepada kita. Waktu itu, bagi Mesir merupakan periode sebelum Kerajaan Pertengahan (tahun 2100 SM), kira-kira zaman peralihan pertama sebelum dinasti ke sebelas. Waktu itu, adalah periode dinasti ketiga di kota Ur atau Babylon. Kita tahu dengan pasti bahwa tak ada keterputusan dalam kebudayaan, jadi tak ada pemusnahan jenis manusia seperti dikehendaki oleh Bibel.

Oleh karena itu maka kita tak dapat memandang tiga riwayat Bibel sebagai menggambarkan kejadian-kejadian yang sesuai dengan kebenaran. Jika kita ingin bersikap obyektif kita harus mengakui bahwa teks-teks yang kita hadapi tidak merupakan pernyataan kebenaran. Mungkinkah Tuhan memberikan sebagai wahyu kecuali hal-hal yang benar? Kita tak dapat menggambarkan Tuhan yang memberi pelajaran kepada manusia dengan perantaraan khayal dan khayal yang kontradiktif. Dengan begitu maka kita terpaksa membentuk hipotesa bahwa Bibel adalah tradisi yang secara lisan diwariskan dari suatu generasi kepada generasi yang lain, atau hipotesa bahwa Bibel adalah suatu teks dari tradisi-tradisi yang sudah tetap. Jika seseorang mengatakan bahwa sebuah karya seperti Kitab Kejadian telah dirubah-rubah sedikitnya dua kali selama tiga abad, maka tidak mengherankan jika kita mendapatkan di dalamnya kekeliruan-kekeliruan atau riwayat yang tidak sesuai dengan hal-hal yang telah diungkapkan oleh kemajuan pengetahuan manusia, yaitu kemajuan yang jika tidak memberi ilmu tentang segala sesuatu, sedikitnya kemajuan yang memungkinkan seseorang mendapat pengetahuan yang cukup untuk menilai keserasian dengan riwayat-riwayat kuno. Tidak ada yang lebih logis daripada berpegangan bahwa interpretasi kesalahan teks-teks Bibel itu hanya bertalian dengan manusia.

Sangat disayangkan, bahwa kebanyakan pengulas Bibel, baik orang Yahudi maupun orang Kristen, tidak menerima interpretasi semacam ini. Tetapi walaupun begitu argumentasi mereka tetap layak untuk diperhatikan.


Catatan Kaki:
[1] . Penerbit, W. M. Collins & Sons for the British and Foreign Bible Society.