Pengaruh Rasulullah Saw dalam Sejarah yang Tak Terbantahkan (2)

Legenda, dongeng, dan mitos ini sebagian besar dibuat oleh penganutnya sendiri. Ketika keluar dari gurun Arabia, agama muda ini berinteraksi erat dengan ajaran lama yang sudah mapan. Mengenai adanya mukjizat pada semua nabi -seperti berjalan di atas air, cahaya di langit saat sang nabi dilahirkan, menyembuhkan penyakit lepra, atau menghidupkan orang mati- keajaiban itu memang menjadi ukuran kebenaran dan kebesaran seorang nabi di zamannya. Puluhan ribu penganut agama Kristen, Yahudi, dan Majusi masuk Islam dan memperkuat argumen Islam untuk melawan agama mereka sebelumnya dengan menggunakan argumen dari agama mereka sendiri.

Ibnu Ishaq (704-768), penulis biografi Muhammad yang pertama dan dianggap paling akurat, memulai Sirah-nya dengan kutipan ayat-ayat Kitab Kejadian: “Mula-mula Tuhan menciptakan cahaya dan kegelapan. Kemudian Tuhan memisahkannya dan membuat kegelapan itu malam; dan Ia membuat cahaya itu siang, terang, dan gemerlap.”

Namun, bagian ini dihapus oleh Ibnu Hisyam (wafat 833), penyunting yang menurunkan karyanya kepada kita. Dari interaksi ini, lahir Muhammad yang baru: yang memanggil Tuhan dalam kandungan, yang mengguncangkan dunia ketika lahir, dengan cahaya di kota Yerusalem, atau naik ke langit. Para ulama akhirnya tidak bisa menahan gelombang pengagungan dari masa dan satu per satu mulai mengikuti arusnya. Misalnya, pada akhirnya mereka mengeluarkan fatwa tentang “bid’ah yang berguna” untuk perayaan maulid, sesuatu yang sebenarnya tidak dikenal sebelumnya, dan lebih mirip dengan perayaan Natal Yesus Kristus.

Muhammad adalah tokoh yang terang dalam catatan sejarah, dengan rincian kehidupannya yang lengkap. Namun, pemisahan fakta dari legenda memerlukan pendekatan sejarah yang mempertimbangkan pengaruh sosial budaya, perubahan politik, dan peran kelompok dalam biografinya. Meskipun Al-Quran adalah sumber otentik, ia tidak mencakup semua aspek kehidupan Muhammad.

Perubahan dari budaya lisan ke budaya tulisan di abad ke-tujuh menghadapi kendala, seperti ketersediaan kertas dan alat tulis. Pertumpahan darah dan perang saudara setelah wafatnya Rasul mengganggu standar moral agama. Kepentingan politik pada saat itu kompleks, dengan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah mengkonsolidasikan kekuasaan mereka. Pengumpul hadis terkenal, Imam Muslim mencatat, ulama sering membuat kebohongan dalam hadis, dan banyak khurafat yang menimbulkan kontroversi.

Ketika membahas catatan biografi Muhammad, mungkin hanya ada sedikit motif jahat untuk mengotori kisah hidup dan perjuangannya. Namun, kita bisa mencari dan menilai “motif” kepentingan politik dalam hadis-hadis yang mencakup kata-kata atau tindakan Nabi, meskipun ini tidak mudah karena orang-orang pada masa lalu mahir dalam menyusun motif yang tersembunyi dan sulit dipahami. Namun demikian, jika kepentingan politik dan aliran ini tidak bertujuan untuk mengubah esensi cerita tentang Muhammad, kita harus mengenali bahwa Muhammad berjuang bersama dan untuk orang-orang di sekitarnya, yang sering kali menjadi objek perhatian dari kepentingan politik, sekte, dan aliran tersebut.

Ada banyak motif yang mungkin, termasuk ekonomi, kehormatan, politik, atau hanya kesadaran bahwa nama mereka akan tetap dikenang hingga akhir zaman, karena Islam adalah agama universal. Oleh karena itu, pertarungan untuk menentukan siapa yang merupakan pengikut pertama, siapa yang berjabat tangan dengan Muhammad pertama kali dalam Ikrar Aqabah, atau siapa yang tidak hijrah, semuanya menjadi subjek perselisihan antara keturunan, murid, atau bahkan tetangga mereka. Ahmad Amin, yang mengutip Ibnu Urwah, menyatakan bahwa “sebagian besar hadis yang memberikan keutamaan kepada para sahabat dan menggambarkan mutu sahabat Rasul palsu dan dimanipulasi selama masa pemerintahan Dinasti Umayyah.”