Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Tawassul Ulama Hanbali kepada Waliyullah Imam Musa al-Kaadzim

1 Pendapat 05.0 / 5

Artikel ini merupakan kelanjutan dari pembahasan tawassul, sebuah praktik dalam Islam yang melibatkan perantaraan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pada pembahasan kali ini, tawassul tidak hanya terbatas pada Rasulullah, tetapi juga mencakup waliyullah dan orang-orang soleh.

Salah satu bukti dari pemahaman ini dapat ditemukan dalam riwayat yang diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad dan Tarikh Madinah al-Islam mengenai Abu ‘Ali al Khallal, seorang ulama besar dari madzhab Hanbali.

Dalam riwayat tersebut, Abu ‘Ali al Khallal menyatakan bahwa ia tidak pernah mengalami kesulitan yang tidak dapat diatasi. Ketika menghadapi masalah, ia pergi ke kuburan Musa bin Ja’far, yang merupakan salah satu imam mazhab Syiah juga. Abu ‘Ali al Khallal melakukan tawassul dengan meminta perantaraan kepada Musa al Kaazhim, dan sebagai hasilnya, Allah memudahkan urusannya. Beliau menyatakan,

مَا هَمَّنِيْ أَمْرٌ فَقَصَدْتُ قَبْرَ مُوْسَى بْنَ جَعْفَرٍ فَتَوَسَّلْتُ بِهِ إِلاَّ سَهَّلَ اللهُ تَعَالَى لِيْ مَا أُحِبُّ

“Tidaklah aku berada dalam suatu kesulitan, kemudian aku berkehendak pergi ke kuburan Musa bin Ja’far (al Kaazhim) dan aku bertawassul dengannya kecuali Allah mudahkan bagiku apa yang aku inginkan”

Riwayat ini menggambarkan bahwa bertawassul tidak hanya terbatas pada Rasulullah, melainkan juga diperbolehkan terhadap orang-orang shaleh dan wali yang memiliki kedekatan dengan Allah. Dalam hal ini, Imam Musa al Kaazhim diakui sebagai salah seorang yang memiliki kewalian dan kesalehan. Pemahaman ini sejalan dengan prinsip bahwa tawassul dapat dilakukan kepada mereka yang memenuhi kriteria ketakwaan dan serta kewalian.

1. al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, jil. 1, hal, 133 cet. Dar al-Kutub al-Alamiah – Beirut dan Tarikh Madinah al-Islam, jil. 1, hal. 442, cet. Dar al-Garb al-Islami – Tunisia.