Sah dan Diperbolehkan, Sahabat Meminta Syafaat kepada Rasulullah Saw

Salah satu topik yang sering menjadi pusat perdebatan di kalangan umat Islam adalah konsep syafaat. Di tengah-tengah komunitas Muslim, terdapat sebagian kecil kelompok yang dikenal sebagai Wahabi yang memiliki perbedaan pendapat, menyimpang dari pandangan mayoritas umat Islam. Artikel ini akan mengulas konsep syafaat dan memberikan dasar-dasar yang mendukung keabsahannya.

Kata “syafaat” diambil dari akar kata al-syaf’u الشفع yang berarti dua atau genap, yang merupakan lawan kata dari al-Watru الوتر yang berarti ganjil. Dari segi bahasa, Ibnu Mandzur dalam Lisan al-Arab menjelaskan bahwa asy-syafa‘ah الشفاعة berakar dari kata kerja sya-fa-‘a شفع yang berarti ‘menggabungkan’. Secara epistemologi, syafaat memiliki makna memohon untuk orang lain menambahkan, menyertakan, atau melengkapi.

Secara istilah, syafa’at dalam Islam mengandung arti memberikan kekuatan kepada orang yang lemah. Pemberi syafaat dianggap sebagai orang yang membantu individu yang membutuhkan untuk mencapai derajat tertentu. Ini juga dapat diartikan sebagai upaya meminta pengampunan atau membantu seseorang.

Dalam Ayat-ayat Al-Qur’an Allah Swt secara umum menegaskan adanya syafaat bagi para pendosa. Juga, pada beberapa kesempatan tertentu, Allah memberikan syafaat bagi orang-orang khusus, yaitu mereka yang diberi izin, diridai, dan dijamin oleh-Nya. Hal itu terdapat pada Quran Surat 2:255; 4:85; 10: 3; 19:87; 20:109; 21:28; 34:23; 39:86; 53:26.

Di samping bukti ayat, terdapat juga bukti riwayat ataupun hadis berkenaan dengan syafaat. Dalam hadis berikut ini, Rasulullah Saw memberi bocoran akan tempat-tempat yang di sana Rasulullah akan hadir dan memberikan syafaat bagi orang yang memang layak untuk diberikan syafaat oleh Beliau.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الصَّبَّاحِ الهَاشِمِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا بَدَلُ بْنُ المُحَبَّرِ قَالَ: حَدَّثَنَا حَرْبُ بْنُ مَيْمُونٍ الأَنْصَارِيُّ أَبُو الخَطَّابِ قَالَ: حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَشْفَعَ لِي يَوْمَ القِيَامَةِ، فَقَالَ: «أَنَا فَاعِلٌ» قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَيْنَ أَطْلُبُكَ؟ قَالَ: «اطْلُبْنِي أَوَّلَ مَا تَطْلُبُنِي عَلَى الصِّرَاطِ». قَالَ: قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَلْقَكَ عَلَى الصِّرَاطِ؟ قَالَ: «فَاطْلُبْنِي عِنْدَ المِيزَانِ». قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَلْقَكَ عِنْدَ المِيزَانِ؟ قَالَ: «فَاطْلُبْنِي عِنْدَ الحَوْضِ فَإِنِّي لَا أُخْطِئُ هَذِهِ الثَّلَاثَ المَوَاطِنَ

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ash Shabbah Al Hasyimi telah menceritakan kepada kami Badal bin Al Muhabbir telah menceritakan kepada kami Harb bin Maimun Al Anshari Abu Al Khaththab telah menceritakan kepada kami An Nadlr bin Anas bin Malik dari ayahnya berkata: Aku meminta Nabi Saw agar memberiku syafaat pada hari kiamat.

Beliau bersabda, “Aku akan melakukannya.” Ia bertanya: Wahai Rasulullah, ke mana aku mencari baginda? Beliau menjawab, “Carilah aku pada saat pertama kali kau mencari di atas shirath.” Ia bertanya: Bila aku tidak bertemu dengan baginda di atas shirath? Beliau menjawab, “Carilah aku di dekat mizan.” Ia bertanya: Bila aku tidak bertemu dengan baginda di dekat mizan? Beliau menjawab, “Carilah aku di dekat telaga, karena aku tidak luput dari tiga tempat itu.”(1)

Dari bukti al-Quran ditambah dengan hadis dari Rasulullah di atas tadi, kita dapat memahami bahwa bukti adanya syafaat adalah benar. Rasulullah bahkan tidak menolak apalagi memarahi sahabat yang memintan dan memohon syafaat dari beliau. Maka dari itu keabsahan dan kebolehan meminta syafaat adalah dibenarkan. Di samping itu kita juga dapat memita syafaat kepada Rasulullah sebagaimana yang sahabat nabi lakukan.

Pada tulisan berikutnya akan disajikan kembali berbagai bukti dan dalil mengenai meminta syafaat untuk di dunia maupun di akhirat. Juga akan dibahas mengenai syafaat dari orang-orang shaleh.

1. Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Jil. 4, Hal. 343-344, Cet. Dar al-Hadis – Kairo