Dari Abdullah Bin Mas’ud, Rasulullah Mohonkan Ampun kepada Allah untuk Umatnya yang Beramal Buruk

Praktik meminta syafaat atau tawassul kepada Rasulullah Saw merupakan sebuah aspek yang masih saja diperdebatkan -walau hanya oleh segelintir orang- dalam lingkup keilmuan Islam. Sejumlah argumen telah disajikan pada tulisan-tulisan sebelunya di website ini untuk menegaskan bahwa praktik ini memiliki dasar yang kuat dan bukanlah bidah.

Melalui penelusuran berbagai hadis dan juga pernyataan Rasulullah Saw, kita dapat memahami bahwa syafaat dan tawassul adalah bagian dari warisan kebaikan yang ditinggalkan oleh beliau.

Salah satu dasar keabsahan praktik syafaat dan tawassul dapat disaksikan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Masud. Rasulullah Saw, dalam hadis tersebut menyampaikan bahwa kehidupannya memberikan manfaat dan kebaikan bagi umat Islam. Ketika umat menghadapi masalah, beliau menjadi pemutus dan penyelesai masalah. Bahkan, lebih dari itu, kematian Rasulullah Saw juga merupakan sebuah kebaikan, karena amal perbuatan umat diperlihatkan kepadanya. Rasulullah Saw bersyukur dan berbahagia jika melihat amal baik dari umatnya dan meminta ampunan bagi mereka yang memiliki amal buruk.

Hadis ini banyak dinukil di berbagai kitab, termasuk dalam kitab Majmau’ az-Zawaa`id karya Imam Al-Haitsami, kitab Jami’us Shaghir karya Jalaluddin as-Suyuthi, dan kitab Kanzul ‘ummal karya Syeikh Al-Muttaqi Al-Hindi. Berikut redaksinya:

عن ابن مسعود أيضا عن النبي صلي الله عليه و آله وسلم قال :”حياتي خير لكم تحدثون و يحدث لكم ووفاتي خير لكم تعرض علي أعمالكم فما رأيت من خير حمدت الله وما رأيت من شر استغفرت الله لكم”

Hadis dari Ibnu Mas’ud menyatakan, Rasulullah Saw berkata: “Kehidupanku merupakan kebaikan (hal yang berguna) bagi kalian, tatkala kalian menemui berbagai masalah maka diputuskan pula bergabai masalah bagi kalian. Kematianku juga berguna dan baik untuk kalian karena amal kalian ditunjukkan kepadaku, dan jika aku melihat amal yang baik dari kalian maka aku bersyukur kepada Allah, dan apabila aku menemukan amal yang buruk, maka aku meminta ampunan kepada Allah untuk kalian.”(1)

Dari hadis ini, dapat diambil pemahaman bahwa Rasulullah Saw sendiri, berdoa dan meminta ampunan bagi mereka yang memiliki amal buruk. Maka lebih dari itu, tidaklah salah jika kita meminta kepada Rasulullah Saw untuk dimohonkankan ampunan kepada Allah Swt. Hal ini mengindikasikan bahwa praktik meminta syafaat kepada Rasulullah bukanlah suatu yang terlarang. Sebaliknya, meminta syafaat atau tawassul kepada Rasulullah adalah tindakan yang dapat memperoleh keberkahan dan ampunan.

Di samping itu, kita dapat menyimpulkan bahwa meminta syafaat atau tawassul kepada Rasulullah Saw adalah suatu bentuk penghormatan dan keterhubungan spiritual dengan Rasulullah Saw. Praktik ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, melainkan merupakan salah satu wujud cinta dan pengakuan atas kebaikan yang beliau berikan kepada umat.

Dalam melengkapi argumentasi mengenai syafaat dan tawassul, hadis seperti yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Masud menjadi landasan yang kuat.

1. Ali bin Abu Bakar al-Haitsami, Majmau’ az-Zawaa`id wa Manba’u al-Fawaa`id, jil. 8, hal. 427, cet. Dar al-Kutub al-Alamiah – Beirut

2.  Jalaluddin as-Suyuthi, Jami’us Shaghir fi Ahadits an-Nadzir wa al-Basyir, jil. 1 hal. 582, cet. Dar al-Fikr

3. Syeikh Al-Muttaqi Al-Hindi, Kanzul ‘ummal fi sunan al-aqwal wa al-af’al, jil. 11, hal. 407, cet. Musasasah ar-Risalah