Peran Orang Badui dalam Hadis Mutawatir dan Dalailun Nubuwwah
Dalam Sirah Nabawiyah, orang badui atau orang pedalaman sering memiliki kisah yang menarik dengan Rasulullah saw. Barangkali bisa dikatakan bahwa orang badui juga memiliki peranan dalam sebagian hadis mutawatir. Karena orang badui tidak sungkan bertanya kepada Rasulullah saw, ketika beliau sedang berkumpul dengan para sahabat.
Berbeda dengan para sahabat pada umumnya yang akan sungkan untuk mengiterupsi Rasullulah saw saat beliau berbicara. Padahal, bicaranya Rasulullah saw saat berkumpul dengan para sahabat akan berpotensi menjadi hadis mutawatir.
Salah satu hadits mutawatir yang populer berkat kontribusi orang badui yaitu hadis yang berbunyi al mar’u ma’a man ahabba (orang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintai). Asbabul wurud dari hadis tersebut tercantum dalam kitab Jami’ul Masanid Was sunan karangan al-Hafidz Imaduddin Abil Fida’ Ismail bin Umar asy-Syafi’i.
Dalam kitab tersebut dengan meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, suatu waktu datang seorang badui dimana Rasulullah saw sedang menjalankan salat. Hal tersebut membuat para sahabat terheran, karena ada seorang yang berani bertanya kepada Rasulullah yang sedang salat.
فقال يا رسول الله متى قيام الساعة
“Wahai Rasulallah, kapan waktu terjadinya hari kiamat?”
Ketika Rasulullah saw telah selesai melakukan salat, beliau mencari orang badui tadi.
“Dimana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?” tutur Rasulullah saw.
Kemudian orang badui tadi menjawab bahwa dirinya lah yang tadinya bertanya. Lalu, Rasulullah saw menimpali pertanyaan kepada orang badui tadi tentang apa yang dipersiapkan untuk hari kiamat, karena dia berani menanyakan tentang hari kiamat.
“Apa yang engkau persiapkan untuk hari kiamat?” tanya Rasulullah saw.
قال: ما أعددت لها من كثير صلاة ولا صيام إلا أني أحب الله ورسوله
“Orang badui tersebut menjawab: Aku tidak mempersiapkan untuk hari kiamat dengan banyaknya salat dan puasa, kecuali aku mencintai Allah dan Rasul-Nya,” jawab orang badui tadi.
Jawaban tersebut ternyata tidak membuat Rasulullah saw marah, karena ibadahnya hanya sedikit, akan tetapi beliau malah membenarkan kecintaan orang tadi kepada Allah dan Rasul-Nya dengan balasan al mar’u ma’a man ahabba (orang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintai).
Selain hadis diatas, ada juga hadis mutawatir yang berkaitan dengan mukjizat Rasulullah SAW ketika beliau meminta turun hujan. Hadis tersebut terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik.
Suatu waktu pada hari Jumat dan sedang berlangsung khotbah Jumat, seorang laki-laki badui masuk ke dalam masjid dari arah pintu Dar al-Qadha’. Tanpa basa-basi laki-laki tadi menghadap ke Rasulullah saw yang sedang menjadi khatib.
فقال: يا رسول الله، هلكت المواشي وتقطعت السبل، فادع الله أن يغيثنا، فرفع يديه وقال: (اللهمَّ اسْقِنَا، اللهمَّ اسْقِنَا، اللهمَّ اسْقِنَا)
“Laki-laki tadi berkata: Wahai Rasulullah, binatang ternak telah mati dan kondisi jalanan telah rusak, maka berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada kami.”
Ucapan laki-laki pedalaman tersebut juga tidak membuat Rasulullah marah atau menegurnya. Akan tetapi beliau langsung berdoa kepada Allah Swt agar diturunkan hujan. Seketika itu pula, awan mendung dan gumpalan awan pun muncul di langit. Kemudian Anas bin Malik menceritakan munculnya awan mendung hitam dari belakang bukit Sala’ seperti lingkaran bergigi.
Ada kejadian unik setelah peristiwa tersebut yaitu hujan yang pertama kali turun tidak pernah reda sampai hari Jumat depannya. Karena hujan tidak mereda, laki-laki badui mendatangi Rasulullah saw lagi.
فقال رجل: يا رسول الله، هلكت الأموال وانقطعت السبل، فادع الله يمسكها، فرفع رسول الله صلي الله عليه وسلم بيده وقال: (اللهمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا) فانجاب السحاب عن المدينة حتي أحدق بها كالإكليل
“Kemudian laki-laki itu berkata: Wahai Rasulullah, harta benda telah hancur, dan jalanan terputus (karena banjir), maka berdoalah kepada Allah agar hujannya mereda. Kemudian Rasulullah saw mengangkat tangannya dan berdoa: Ya Allah, (turunkanlah hujan) di sekeliling kami, bukan (azab) atas kami. Kemudian awan mendung tiba-tiba hilang dari (langit) Madinah sehingga (hanya) mengelilinginya seperti mahkota”.
Kesemua hadis di atas merupakan hadis sahih yang juga mencapai derajat mutawatir, seperti yang disebutkan dalam kitab Nadzmu al-Mutanatsirah min al-Hadits al-Mutawatir karangan Muhammad Ja’far al-Katani. Dalam kitab tersebut juga dijelaskan bahwa hadis mutawatir yaitu hadis yang periwayatnya banyak sekali, berdasarkan kebiasaan mereka sangat tidak mungkin bagi mereka untuk berbohong dan kondisi ini berlaku dari periwayat awal, tengah sampai akhir.
Apalagi hadis yang kedua, selain menjadi hadis mutawatir tentang mengangkat tangan ketika berdoa, hadis tersebut juga menjadi dalil kenabian dari Rasulullah saw. Karena permintaan untuk datangnya hujan dan meredanya hujan dari beliau langsung dikabulkan seketika itu juga.
Orang kampung atau pelosok pada zaman Rasulullah saw juga memiliki kontribusi dalam islam. Semua orang memiliki kontribusi masing-masing baik secara langsung atau pun tidak langsung. Tentu banyak orang yang tahu bahwa sahabat Rasulullah saw yang tinggal di kota seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab dan lain-lain punya jasa besar. Tetapi orang pedalaman juga punya peran secara tidak langsung bagi khazanah islam, dalam hal ini yaitu hadis mutawatir.