Fatimah az-Zahra Memuliakan dan Memanusiakan Pelayan

Banyak diberitakan diberbagai media perlakuan non manusiawi yang menimpa para asisten rumah tangga. Padahal bila kita meneladani Fathimah az-Zahra as, beliau telah mengajarkan bagaimana menjadi seorang majikan yang baik.

Beliau memiliki seorang pelayan yang bernama Fidhah berasal dari India. Perlakuan terpuji beliau terhadap pelayan menghasilkan seorang pelayan yang sangat istmewa. Seorang pelayan yang setelah wafat majikannya, tidak pernah berbicara kecuali dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran. Jika ditanya orang, maka ia akan menjawab dengan Al-Quran. Subhanallah…! Pembantunya saja seperti itu, bagaimana dengan majikannya?!

Fathimah az-Zahra as membagi waktu dengan pembantunya dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Sehari untuk pembantunya, dan sehari untuk beliau. Pembantunya dapat beristirahat dalam jangka waktu selang sehari. Beliau memberikan waktu kepada pembantunya untuk beristirahat dan beribadah sebagaimana majikannya. Pada hari pekerjaan rumah dilakukan pembantunya maka waktu itu digunakan untuk banyak beribadah.

Sebelum menjadi pelayan Sayyidah Fathimah, sempat terbesit dalam hati Fidhah mengharapkan kematian, karena seringnya mendengar berbagai cerita kekejaman para majikan kepada para budak. Fidhah Hindi tengah bergegas pergi menuju rumah majikan barunya, Fathimah az-Zahra as. Dalam perjalanan, Fidhah menangis karena teringat akan kasih sayang, kelembutan, belaian dan pelukan hangat ibunya. Namun akhirnya, ia pun pasrah atas nasib yang telah menimpanya. Fidhah terus larut dalam lamunannya, ia tak sadar jika telah sampai di rumah calon majikannya.

Tiba-tiba ia mendengar seseorang memberikan salam kepadanya. “Tidakkah aku salah mendengar? Apakah ada orang yang memberikan salam kepada seorang budak?” gumannya. Ternyata ia tidak salah mendengar, kembali ia mendengar sambutan hangat yang telah memberikan salam kepadanya, seraya berkata, “Assalamualaikum, saya adalah Fathimah. Selamat datang di rumah barumu!”

Kemudian Fatimah az-Zahra as membawanya masuk ke dalam rumah dan mempersilahkannya duduk. Beliau menjamu calon pelayannya dengan segala hidangan yang tersedia di dalam rumah. Fidhah sangat terkesima saat menyaksikan perlakuan baik majikan baru padanya. Semua pikiran buruk yang telah terbesit dalam pikiran Fidhah pun hilang dari ingatannya. Perlakuan Fathimah az-Zahra as padanya telah membuatnya nyaman. Ia telah datang di rumah wanita termulia dan penghulu para wanita, yang telah memperlakukan pelayan dengan sebaik-baiknya.

Fidhah Hindi sangat terpukau saat memandang wajah suci Sayidah Fathimah az-Zahra as. Ia kembali larut dalam lamunannya, “Betapa bercahaya perempuan ini. Betapa berkharisma perempuan ini. Walaupun ia calon majikanku, namun ia pun sangat baik dan hangat dalam menyambutku … seperti aku telah mengenalnya.”

Tiba-tiba Fidhah merasakan tangan majikannya telah memegang tanggannya dengan lembut, seraya berkata, “Janganlah sungkan di rumah barumu! Anggaplah aku sebagai saudarimu! Engkau pasti lelah, istirahatlah dulu untuk beberapa hari. Setelah itu, baru kita bergantian dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Ketika giliran saya yang mengerjakan pekerjaan rumah, engkau harus beristirahat. Dan sebaliknya, ketika giliranmu tiba, engkau yang bekerja dan saya akan beribadah.”

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Fidhah melihat seorang majikan yang membagi pekerjaan dengan seorang pelayan secara adil. Memberi makan pelayannya sama dengan makanannya sendiri. Setiap malam, ia mendengar munajat doa dan tangisan Fathimah az-Zahra as, yang sedang bermunajat dengan Tuhannya. Menyaksikan pemandangan seperti itu, lalu ia pun bangun mengambil air wudu dan beribadah. Di rumah majikannya ia telah mendapatkan berbagai ilmu. Ia telah belajar tentang keutamaan, pengorbanan, kedermawanan dan kemanusiaan dari majikannya, Fathimah az-Zahra as.

Fidhah telah mendengar dan menyaksikan majikannya saat bekerja dan menumbuk gandum selalu terlantun dari bibir sucinya ayat-ayat suci Al-Quran. Karena itu, ia telah belajar untuk selalu bersama Al-Qur’an dari Fathimah az-Zahra as. Bahkan ia tidak pernah berbicara melainkan dengan ayat-ayat Al-Quran sampai akhir hayatnya. Ketika ia ingin mengatakan atau menanyakan sesuatu maka akan menggunakan ayat-ayat suci Al-Quran.