Abdullah bin Abdul Muththalib (1)
Abdullah bin Abdul Muththalib (bahasa Arab: عبداللّه بن عبدالمطّلب), ayah Nabi Muhammad saw. Ia berprofesi sebagai pedagang di kota Mekah. Peristiwa terpenting dalam hidupnya adalah nadzar Abdul Muththalib sebagai ayahnya yang telah berjanji untuk menjadikannya kurban. [1]
Abdullah wafat sebelum melihat kelahiran putranya, namun sebagian pendapat lain menyebutkan, ia meninggal dunia tidak berapa lama setelah Nabi Muhammad saw lahir. Sebagian Ahlusunah menyebutkan Abdullah termasuk Kafir, namun bagi umat Islam Syiah menyakini, bahwa ia seorang yang mukmin yang bertauhid.
Nasab dan Kuniyah
Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim adalah putra bungsu Abdul Muththalib. Abdullah, Abu Thalib, Zubair dan lima orang anak perempuan Abdul Muththalib berasal dari ibu yang sama. Ibu mereka bernama Fatimah binti Amru bin ‘Aid al-Makhsumi, salah seorang dari lima Fatimah yang menjadi nasab Rasulullah saw. [2] Kuniyahnya adalah Abu al-Qasim, Abu Muhammad dan Abu Ahmad. Sementara lakab atau gelarannya adalah Dzubaih.
Kisah Penyembelihan
Disebutkan ketika Abdul Muththalib sedang berupaya menggali kembali sumur Zam-zam, saat itu ia hanya memiliki satu anak laki-laki. Saat itu sejumlah pembesar Quraisy berkomplot untuk menjatuhkannya dari puncak kepemimpinan di Mekah, dan karena ia tidak memiliki pembela dari anak sendiri lebih dari satu, maka ia bernazar kepada Allah swt jika, ia memiliki 10 orang putra, maka salah seorang dari putranya itu akan dijadikannya persembahan melalui proses penyembelihan di sisi Kakbah. Sewaktu jumlah anak laki-lakinya mencapai 10 orang, maka ia pun berniat untuk menjalankan nazarnya. Sesuai nazarnya, maka iapun mengundi nama kesepuluh putranya. Hasil undiannya menunjukkan bahwa putra yang harus dikurbankannya adalah Abdullah. Niat tersebut mendapat penentangan dari warga Mekah. Oleh karena itu, sebagai pengganti Abdullah, maka Abdul Muththalib berniat menyembelih 10 ekor unta di sisi Kakbah. Ia kembali mengundi nama, antara 10 ekor unta atau Abdullah yang akan disembelih. Undian pertama dilakukan, nama yang keluar adalah Abdullah. Karena itu diundi lagi, antara 20 ekor unta atau Abdullah yang akan disembelih, dan yang kembali nama yang keluar adalah Abdullah. Begitu seterusnya sampai diundi antara 100 ekor unta dan Abdullah. Saat itulah, bukan nama Abdullah lagi yang keluar, melainkan 100 ekor unta tersebut. Akhirnya 100 ekor untapun disembelih menggantikan posisi Abdullah, sebagaimana yang diucapkan dalam nazar. [3]
Rasulullah saw berkenaan dengan kisah tersebut berkata, “أنا ابنُ الذَبیحَین” yang artinya, Saya adalah putera dari dua orang yang dikurbankan. Imam Ridha as berkata mengenai sabda Rasulullah saw tersebut, Yang dimaksud dua orang yang dikurbankan adalah Ismail dan Abdullah. [4]
Ali Dawani berkeyakinan bahwa kisah mengenai nazar Abdul Muththalib tersebut adalah kisah buatan orang-orang sewaan bani Umayyah dengan maksud untuk menunjukkan bahwa kakek Rasulullah saw tersebut termasuk orang-orang musyrik. [5]
Pernikahan dengan Aminah
Sebagian dari periwayatan menyebutkan, bersamaan dengan hari disembelihnya 100 ekor unta untuk menggantikan posisi Abdullah, Abdul Muththalib membawa satu ekor unta yang telah disembelihnya ke rumah Wahab bin Abdu Manaf, ketua kabilah bani Zuhrah dan melamar putrinya Aminah binti Wahab yang saat itu dipandang sebagai semulia-mulianya perempuan Qurays dari sisi nasab dan kedudukan untuk dinikahkan dengan Abdullah. [6]Namun sebagian pendapat menyebutkan, pernikahan Abdullah dan Aminah berlangsung satu tahun setelah peristiwa penyembelihan 100 ekor unta yang menggantikan posisi Abdullah. [7]